MINGGU ESTOMIHI 7 PEBRUARI 2016, EPISTEL: KELUARAN 34:29-35
KELUARAN
34:29 Ketika Musa turun dari gunung Sinai -- kedua loh hukum Allah ada di tangan Musa ketika ia turun dari gunung itu -- tidaklah ia tahu, bahwa kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN.
34:29 Ketika Musa turun dari gunung Sinai -- kedua loh hukum Allah ada di tangan Musa ketika ia turun dari gunung itu -- tidaklah ia tahu, bahwa kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN.
34:30 Ketika Harun dan segala orang Israel melihat Musa, tampak
kulit mukanya bercahaya, maka takutlah mereka mendekati dia.
34:31 Tetapi Musa memanggil mereka, maka Harun dan segala pemimpin
jemaah itu berbalik kepadanya dan Musa berbicara kepada mereka.
34:32 Sesudah itu mendekatlah segala orang Israel, lalu
disampaikannyalah kepada mereka segala perintah yang diucapkan TUHAN kepadanya
di atas gunung Sinai.
34:33 Setelah Musa selesai berbicara
dengan mereka, diselubunginyalah mukanya.
34:34 Tetapi apabila Musa masuk menghadap TUHAN untuk berbicara
dengan Dia, ditanggalkannyalah selubung itu sampai ia keluar; dan apabila ia
keluar dikatakannyalah kepada orang Israel apa yang diperintahkan kepadanya.
34:35 Apabila orang Israel melihat muka Musa, bahwa kulit muka
Musa bercahaya, maka Musa menyelubungi mukanya kembali sampai ia masuk
menghadap untuk berbicara dengan TUHAN.
ROH YANG
MEMERDEKAKAN (TONDI NAPALUAHON)
Catatan:
1.
Teks epistel ini tidak berbicara tentang Roh,
melainkan tentang cahaya yang memancar dari kulit muka Musa. Tema yang ditulis
di atas merupakan tema teks khotbah, yang bisa juga ditemukan dari teks epistel
dengan cara baru.
2.
Panitia penentu teks evangelium dan epistel
untuk minggu estomihi ini (dari tim gereja-gereja Sekber UEM dan KN LWF
Indonesia) dengan sengaja memberi teks – teks yang berhubungan satu dengan yang
lainnya. Oleh karena itu teks epistel ini sedikit banyak harus diperhatikan
juga dalam terang teks evangelium.
KITAB KELUARAN DAN
HUBUNGANNYA DENGAN KHOTBAH DARI TEKS EPISTEL
- Kitab Keluaran (atau dinamai juga kitab Exodus, 2 Musa, atau dalam bahasa aslinya bernama: šemōt (Nama-nama), yang diambil dari kalimat pertama dalam kitab ini: we’elleh šemōt bene ’Israel haba’im mişrayemah = Inilah nama-nama bani Israel yang datang ke Mesir). Sebutan Exodus/Keluaran disimpulkan dari berita keluarnya bangsa Israel yang diceritakan di dalamnya. Kitab ini diakhiri dengan berita selesainya kemah suci dibangun di padang gurun. Bangsa Israel keluar dari Mesir, untuk “mengadakan perayaan bagi-Ku di padang gurun” (Kel.5:1b); “... izinkanlah kiranya kami pergi ke padang gurun...untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allah kami,...” (Kel.5:3b; bd. 5:8.17). Alur cerita dalam kitab Keluaran menunjukkan bahwa Israel dengan segala perjuangan yang luar biasa, berhasil memuja TUHAN/ mempersembahkan korban kepada TUHAN di padang gurun. Kitab Bilangan (bemidbar = Di padang Gurun; Numery; 4 Musa) berisi hal-hal yang sangat dibutuhkan untuk konsolidasi keagamaan dan kehidupan sehari-hari Israel selaku umat pemuja Yahowa, dan apa yang diaturkan oleh Musa apabila bangsa Israel memasuki tanah perjanjian dan bagaimana tanah perjanjian itu kelak akan dibagikan kepada mereka. Diaturkan mana menjadi kota milik suku Lewi dan mana kota yang menjadi kota perlindungan. Di akhir kitab Bilangan diceritakan bagaimana warisan putri-putri umat Israel yang punya hak waris dan tidak punya saudara, tidak jatuh kepada bangsa lain. Dalam kitab Ulangan (Deuteronomium = Kitab Hukum Kedua; Ibrani: debarim = Firman; 4 Musa) diceritakan tentang siapa pengganti Musa, yakni Yosua bin Nun. Tetapi kematian Musa tidak diberitahu dalam kitab Bilangan. Lalu ada usaha para pemelihara tradisi Musa menulis kembali pengalaman bangsa Israel di Padang Gurun (sebagai bingkai cerita dan) pemberian hukum-hukum TUHAN di padang gurun (dimulai dengan Musa meriwayatkan pengalaman di gunung Horeb), dan hukum-hukum itu berpuncak pada “berkat dan Kutuk” serta pertanyaan akan kesetiaan Israel. Kitab ini diakhiri dengan berita kematian Musa di gunung Nebo di puncak Pisga setelah dia memberikan berkat bagi umat Israel. Tampaknya bagi generasi berikutnya, terutama oleh tuntutan kaum Imam, hukum-hukum yang diterima Musa dan diaturkan untuk dilakukan umat Israel, masih perlu lagi dilengkapi untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan keagamaan mereka. Untuk itu koleksi hukum-hukum keagamaan yang berkorelasi juga dengan hukum-hukum kehidupan sehari-hari, disusun dalam satu buku yang dikenal sebagai kitab Imamat (3 Musa, Leviticus, atau judul Iberaninya: wayiqra’). Semua kitab hukum-hukum ini akan terasa pincang, kalau tidak ada satu buku yang pada akhirnya menceritakan bagaimana terjadinya, sehingga ada “bani Israel” yang datang ke Mesir, sebagai awal cerita dalam kitab Keluaran. Penyusun buku ini (kitab Kejadian, Genesis; 1 Musa; Ibrani: Beresyit) tidak kepalang tanggung memulai ceritanya, yakni dari sejak penciptaan Langit dan Bumi, dan perkembang biakan manusia di bumi, hingga ada keluarga Yakub dengan 12 puteranya, dan satu puterinya. Cerita tentang Yusuf menjadi pengantar masuknya bani Israel ke Mesir.
- Dari lima kitab itu dapat disimak bagaimana TUHAN mempertemukan dirinya dengan manusia, terutama dengan umat Israel atau pemimpin Israel. 1) Dari kitab-kitab itu diketahui bahwa TUHAN memperkenalkan diri-Nya dengan Firman-Nya dan kehadiran-Nya yang tidak dapat dilihat oleh mata manusia. (TUHAN menampakkan diri, Kej.12:7; TUHAN berfirman:...). Metode ini paling sering dilakukan TUHAN sepanjang sejarah Israel. 2) Dengan Abraham TUHAN bertemu berupa wujud manusia yang disertai dua oknum lainnya, bahkan mau makan hidangan yang disediakan Abraham (Kej.18). 3) TUHAN menampakkan diri dengan penglihatan (bd. Kej.15:1 dll.). 4) TUHAN menampakkan diri melalui/dalam mimpi (bd. Kej.28:10). 5) TUHAN menampakkan diri melalui malaikat TUHAN dalam nyala api (bd. Kel.3:2). 6) TUHAN menyatakan diri dengan nama-Nya (bd. Kel. 3:14; 6:2). 7) TUHAN menampakkan kehadiran-Nya melalui peristiwa alam (bd. Kel.20:18: guruh mengguntur; kilat sabung menyabung; sangkakala berbunyi; gunung berasap; Bil. 9:15 dyb.: dengan tiang api di malam hari, dan tiang awan di siang hari). 8) TUHAN sebagai pemberi roh kepada seseorang (bd. Bil.11:17.24-30; dll.). 9) TUHAN menampakkan kuasa-Nya dengan tindakan-Nya yang menghukum (bd. 10 tulah di Mesir; api TUHAN, Bil.11:1-3; hukuman kepada Dotan, Datan dan Abiram,Bil.16:1-50. 10) TUHAN hadir diwakili oleh hamba-Nya Musa, yang dianugerahi ROH (Bil.11:25), dan wajahnya dibuat bercahaya (Kel.34:29). TUHAN terselubung dalam semua metode penampakan diri-Nya tersebut. Manusia hanya dapat bercerita tentang TUHAN sepanjang mana yang dapat ditangkap manusia dalam penampakan/pertemuan TUHAN dengan manusia. Manusia beriman sudah berbahagia walaupun dalam keterbatasan pengenalan dalam pertemuan tersebut. Sewaktu TUHAN menampakkan diri sebagai manusia Yesus Kristus, yakni Firman yang telah menjadi daging (manusia), keterbukaan diri TUHAN dinyatakan tetapi juga keterselubungan diri-Nya tetap dipelihara. Dalam Yesus Kristus, TUHAN membukakan diri-Nya dan juga menyelubungi rahasia diri-Nya demi kehidupan dan keselamatan umat manusia. Di sepanjang sejarah pergaulan Yahowa dengan manusia, DIA membukakan diri-Nya dan menyelubungi rahasia diri-Nya adalah demi keselamatan manusia. Hal ini dapat digunakan untuk memahami teks epistel kali ini.
- Teks Keluaran 34:29-35 dipelihara dengan baik, sehingga tidak banyak kesalahan salin atau koreksi agar lebih dipahami. Dalam penterjemahan, ada kata yang punya dua arti, dan ada terjemahan yang menggunakan arti yang pertama, dan yang lain menggunakan arti yang kedua. Kalau dilihat apparatus dalam BHS/BHK hanya ada di enam tempat yang mengalami koreksi penyalinan atau penterjemahan, dan semuanya hanya demi memperjelas cerita itu sendiri. Di ayat 29 kata yang ditandai a--a yakni kata beyad-moseh (=di tangan Musa) ada koreksi di salah satu naskah salinan bertulis tangan dan di naskah K, dengan menggantinya dengan kata beyado (= di tangannya), dan sebenarnya maksudnya adalah sama: Musa adalah –nya. Di ayat 30 kata yang bertanda a yakni kata wekol-bene (= dan semua bani...) diterjemahkan dalam G* (Septuaginta original) dengan kata hoi presbuteroi (= para tua-tua/para penatua...). Artinya menurut naskah Septuaginta ini bukan seluruh bangsa Israel yang melihat cahaya wajah Musa, tetapi hanya Harun bersama para penatua/para tua-tua Israel. LXX (Septuaginta) membuat cerita lebih logis, bahwa orang yang paling dekat dengan Musa yakni Harun dan tua-tua Israel yang pertama melihat cahaya itu. LXX membuat agar cerita itu lebih sesuai dengan ayat 31, tetapi tidak sesuai dengan ayat 32. Kemudian kata yang ditandai dengan b dalam ayat 30 itu, yakni kata wehinneh (= Lihatlah) dalam Targum diganti dengan kata penghubung ki (= bahwa), sebagaimana dalam ayat 29. Manapun dari keduanya dapat digunakan. Dalam naskah tulis tangan, Septuaginta, naskah Syria dan Vulgata, sesudah kata yang ditandai a yakni kata nigšu (=mereka mendekat) ditambahkan kata ’elayw ( = kepadanya). Hal itu hanya untuk memperjelas ke mana bani Israel mendekat, yakni ke dekat Musa. Untuk kata yang bertanda a di ayat 34, dalam naskah Ibrani bertulis tangan dan terjemahan Septuaginta ada koreksi untuk kata yeşuwweh (dia perintahkan), yang tanpa akhiran, dan yang pokok kalimat hanya diketahui dari bentuk konjugasi itu sebagai orang ketiga tunggal, menjadi yeşawwehu ( = dia perintahkan kepadanya). Dan agar pokok kalimatnya jelas, Septuaginta menambahkan kata kyrios untuk kata ini, sehingga jelas: yang TUHAN perintahkan kepadanya. Di ayat 35 kata yang bertanda a yakni kata moseh dimasukkan dalam teks Masora sesuai dengan apa yang tertulis dalam Teks Ibrani salinan tangan. Ada terjemahan yang menterjemahkan kata qaran ‘or panaw dalam ayat 30 dengan “tanduk” di kulit mukanya, karena kata qeren dalam bahasa Iberani bisa berarti “tanduk”. Memang kalau kata itu berdiri sendiri, tidak disertai kata ‘or panaw (kulit wajah), maka kata itu tepatnya berarti “tanduk” (bd. Kej.22:13; Kel.29:12; 30:19; Ul.33:17; dll.). Tetapi kata ini digunakan sebagai pasangan untuk ‘or panaw (= kulit wajahnya), karena memang cahaya yang memancar itu , seperti lazimnya cahaya memancar, bisa kelihatan seperti tanduk yang muncul dari sumber cahaya. Secara hurufiah kata qaran ‘or panaw berarti tanduk (cahaya) dari kulit wajahnya, tetapi agar menghindari kesan bahwa Musa menjadi bertanduk, maka cukup menterjemahkannya dengan “memancarkan cahaya” (bercahaya) dari kulit wajahnya, seperti lazim dipahami umat Israel. Dengan demikian, teks epistel ini semakin jelas dapat dipahami
MEMAHAMI TEKS
KELUARAN 34;29-35
- Dalam Kel.34:28 tegas dikatakan bahwa dua loh batu pengganti, yang diperintahkan TUHAN dipahat dan ditulisi Musa, berisi Kesepuluh Firman. Walaupun TUHAN mengatakan bahwa Dia lah yang akan menuliskan Kesepuluh Firman itu di loh-loh batu itu (Kel. 34:1), pada kenyataannya Musa yang disuruh menuliskan Firman itu di sana (Kel.34:27-28). Dengan demikian, manusia (Israel) tidak mewarisi suatu karya tulis, yang langsung dituliskan oleh TUHAN sendiri. Tulisan yang disertai kuasa-Nya/kuasa ROH-Nya dan atas perintah-Nya, yang diwarisi dan dimiliki manusia. Dan itu cukup untuk manusia agar selamat dan tidak jatuh ke dalam dosa, melainkan tetap berjalan di jalan TUHAN. Manusia tidak berhak mengubah-ubahnya, kecuali datang perintah baru dari TUHAN sendiri. Apa yang diceritakan dalam pasa 34 itu merupakan uraian singkat tentang hal-hal yang harus dipenuhi sebagai penjabaran dari beberapa hukum yang ada dalam dua loh batu itu: 1) Bani Israel harus benar-benar ber-Allah kepada Yahowa satu-satunya, tidak boleh ada allah lain bagi umat Israel. TUHAN itu TUHAN yang cemburu (’El qana’). Israel wajib menjauhkan diri dari segala hal yang bisa menggoda mereka ber-allah kepada allah lain. 2) Merayakan Hari Raya Roti tidak beragi, sebagai perayaan akan pembebasan Israel dari perbudakan di Mesir. Semua yang sulung adalah hak TUHAN. 3) Merayakan dan menguduskan hari yang ketujuh. 3) Merayakan Hari raya Tujuh Minggu / Hari Raya Buah Bungaran. 4) Yang sangat perlu diperhatikan di Hari Raya Paskah. 5) Tidak boleh memasak daging anak kambing dengan susu induknya. Semua ini disuruh dituliskan (Kel. 34:27), tetapi pasti bukan di dua loh batu tempat Kesepuluh Firman dituliskan. Artinya, dari sejak awal pemberian Kesepuluh Firman TUHAN, selalu ada hukum-hukum penjabarannya atau hukum yang diperlukan, sebagai mendampingi Kesepuluh HUKUM TAURAT tersebut. Hukum-hukum selain Kesepuluh Firman itu adalah ‘roh’ dari Kesepuluh Firman tersebut.
- Ayat
29: Ketika Musa turun dari gunung Sinai --
kedua loh hukum Allah ada di tangan Musa ketika ia turun dari gunung itu --
tidaklah ia tahu, bahwa kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara
dengan TUHAN.
Musa turun dari gunung Sinai dengan dua loh batu yang berisi Kesepuluh Firman di tangannya. Baginya, itu merupakan hal yang sangat menyenangkan, sebab akhirnya dia berhasil mendapatkan loh pengganti, dan umat Israel tidak jatuh ke dalam penyembahan dewa/allah lain sewaktu ditinggalkan Musa. Musa, yang sudah disertai dengan Roh dari TUHAN, tidak menyadari bahwa kepadanya juga diberi penambah kewibawaannya, sebagai pertanda bahwa Musa benar-benar disertai cahaya kemuliaan TUHAN, yakni kulit mukanya memancarkan (ber-)cahaya, dan cahaya itu sedemikian tajamnya sehingga wajah Musa tampaknya seperti bertanduk. Musa tidak menyadarinya, karena dia tidak bisa melihat wajahnya sendiri. Cermin tidak ada ditangannya. Cahaya itu begitu kuatnya bersinar, sehingga tua-tua Israel dan umat Israel tidak tahan melihatnya, dan bahkan mereka takut mendekat kepada Musa. Untuk apa cahaya berupa tanduk itu harus ditambahkan kepada Musa, yang sudah dipenuhi roh, dan wibawa kepemimpinan yang luar biasa? Sebenarnya tujuannya adalah menimbulkan dalam diri Harun, para tua-tua Israel dan bangsa (bani) Israel rasa takut dan rasa taqwa kepada TUHAN, bukan kepada Musa. Dengan cahaya berupa tanduk itu TUHAN hendak menunjukkan (kembali ditegaskan) bahwa Musa adalah hamba TUHAN yang terutama di kalangan umat Israel, cahaya kemuliaan TUHAN yang sangat dahsyat (Toba: sokkal) meliputi dia senantiasa. Cahaya kemuliaan itu dia terima karena “ia telah berbicara dengan TUHAN”. Artinya dengan adanya “cahaya kemuliaan” itu di wajah Musa, dia dimampukan berbicara dengan TUHAN. Tetapi keberadaan cahaya itu di kulit muka Musa sewaktu berhadapan dengan umat, cahaya itu harus diselubungi karena umat tidak tahan melihatnya. Adalah sangat indah apabila seseorang dibekali dengan “cahaya” wajah yang memampukan seseorang itu berbicara dengan TUHAN, dan lebih indah lagi apabila cahaya wajah itu tidak menghalangi seseorang itu berbicara dengan umat. - Ayat 30: Ketika Harun dan segala orang Israel melihat Musa, tampak kulit mukanya bercahaya, maka takutlah mereka mendekati dia. Pada awalnya, Harun dan bani Israel (termasuk para tua-tua Israel) mampu melihat tanduk cahaya yang memancar dari wajah Musa, tetapi ketakutan mereka segera muncul, karena mereka menyadari dirinya sebagai orang yang tidak layak di hadapan hamba TUHAN yang memiliki wibawa dari TUHAN. Mungkin itu terjadi karena mereka mengingat dosa mereka sebelumnya. Memang pada saat pertemuan Musa yang turun dari Gunung Sinai dengan umat itu, mereka bisa melihat cahaya yang bersinar dari wajah Musa. Itu berarti kedahsyatan cahaya itu dibisakan untuk dapat dilihat. Ketakutan mereka membuat Harun, para tua-tua dan bangsa Israel pergi menjauh dari Musa. Perasaan bersalah dan melekatnya dosa dalam diri, membuat seseorang akan menjauh dari “suasana ilahi” yang datang menjumpai seseorang itu. Begitu kuatnya belenggu yang dibuat oleh dosa dan kesalahan itu.
- Ayat 31: Tetapi Musa memanggil mereka, maka Harun dan segala pemimpin jemaah itu berbalik kepadanya dan Musa berbicara kepada mereka.Wibawa suara Musa yang memanggil mereka membuat hilang dan sirna ketakutan Harun dan segala pemimpin jemaah itu. Dengan panggilan itu mereka dimampukan melihat cahaya yang memancar dari kulit muka Musa, dan berbalik mendekat kepada Musa. Dengan suara Musa yang memanggil, batas pemisah antara hamba TUHAN yang wajahnya bersinar dengan Harun dan para tua-tua Israel dihilangkan. Musa bagaikan TUHAN yang memanggil umat-Nya kembali kepada-Nya. Setelah batas pemisah itu dihilangkan, barulah Musa berbicara dengan Harun dan para pemimpin jemaah itu. Tidak diberitahu apa yang disampaikan Musa kepada mereka. Bisa saja Musa mengatakan kepada mereka, agar umat Israel yang lari terbirit-birit itu datang kembali dan turut mendekat kepada Musa. Bila demikian halnya, Musa menegakkan fungsi Harun dan pemimpin jemaah dalam tugas-tugas mereka, yakni “memanggil umat TUHAN kembali datang mendengar perintah-perintah TUHAN yang akan disampaikan hamba TUHAN (d.h.i. Musa) kepada umat itu. Kalau pemimpin jemaah takut dan semakin menjauh dari “hamba TUHAN”, maka dengan sendirinya umat pun akan semakin menjauhi hamba-hamba TUHAN. Dan sebaliknya, kalau para pemimpin jemaah kembali kepada suara hamba TUHAN yang memanggil, maka umat pun akan menurut dan kembali turut mau mendengar suara hamba TUHAN yang menyampaikan perintah TUHAN.
- Ayat 32: Sesudah itu mendekatlah segala orang Israel, lalu disampaikannyalah kepada mereka segala perintah yang diucapkan TUHAN kepadanya di atas gunung Sinai.Frasa “dan sesudah itu” (we’aharē-ken) sengaja digaris-bawahi/ditekankan pencerita. Artinya tanpa peristiwa yang lalu, tidak akan terjadi peristiwa yang berikutnya. Peristiwa yang dikatakan di ayat 31 berlanjut dengan peristiwa yang diberitahu di ayat 32. Harun dan para pemimpin umat mendekat, lalu umat pun mendekat kepada Musa. Dengan wajah tidak diselubungi, Musa berbicara kepada seluruh umat dan para pemimpin mereka. Musa menyampaikan kepada mereka segala perintahyang diucapkan TUHAN kepadanya di atas gunung Sinai. Dalam kesempatan ini, kepada umat Israel ada dua hal yang sangat jelas, yakni: 1) cahaya kemuliaan yang terpancar dari wajah Musa; 2) Firman, yang diucapkan TUHAN kepada Musa di atas gunung Sinai. Sebenarnya, situasi sedemikian seharusnya mesti selalu dapat dipertahankan, sebab situasi itu menggambarkan betapa indahnya apabila umat TUHAN beserta para pemimpin umat tersebut dapat bergaul erat dan dekat serta saling mendengar dengan hamba TUHAN yang mewakili TUHAN dan yang memancarkan cahaya kemuliaan TUHAN dan pembawa Firman/Perintah TUHAN.
- Ayat 33: Setelah Musa selesai berbicara dengan mereka, diselubunginyalah mukanya.Berapa banyak Firman/Perintah TUHAN disampaikan Musa kepada umat itu dan para pemimpin mereka, tidak diberitahu di sini. Hanya bisa dibayangkan, bahwa Musa memberitahu pengalamannya di atas gunung Sinai dan apa saja yang dikatakan TUHAN kepadanya. Sedikitnya seperti tertulis dalam Kel. 34:1-28. Kesepuluh Firman menjadi bagian dari apa yang dibicarakan Musa kepada umat itu. Jam berapa Musa selesai berbicara dengan mereka, juga tidak diberitahu di sini. Yang pasti, dia selesai berbicara sebelum matahari terbenam. Walaupun hari masih terang, cahaya yang berupa tanduk itu masih dapat dilihat umat, dan bagi mereka cahaya itu masih menakutkan. Untuk mengembalikan suasana pergaulan yang tidak “menakutkan” bagi umat itu, Musa dengan sadar menyelubungi mukanya yang memancarkan sinar berupa tanduk itu. Kedahsyatan cahaya yang bersinar dari kulit muka Musa menjadi penyebab timbulnya rasa takut dalam diri umat itu dan dan dalam diri para pemimpin mereka. Agar rasa takut itu hilang, dan tidak membelenggu umat Israel dan para pemimpinnya, Musa “menaruh penutup atas wajahnya” (wayyitten ‘al-panaw masweh) (masweh = penutup, masker, covering). Dengan demikian, cukuplah diri Musa yang mendapat Roh dari TUHAN, sebagaimana lazimnya, berhadapan muka dengan umat Israel dan para pemimpin mereka, dan biarlah kemuliaan TUHAN yang terpancar dari wajahnya tersembunyi, agar umat Israel tidak “mati” ketakutan. Itu terjadi adalah demi keselamatan umat Israel.
- Ayat 34: Tetapi apabila Musa masuk menghadap TUHAN untuk berbicara dengan Dia, ditanggalkannyalah selubung itu sampai ia keluar; dan apabila ia keluar dikatakannyalah kepada orang Israel apa yang diperintahkan kepadanya.Cahaya yang bersinar hingga seperti berupa tanduk dari wajah Musa adalah pemberian TUHAN dan merupakan tanda kesesuaian diri Musa dengan situasi keilahian/kemuliaan karena kehadiran TUHAN, yang kehadiran itu juga digambarkan seperti cahaya yang menyilaukan (bd. Habakuk 3:4). Wajah TUHAN juga disaksikan juga memancarkan cahaya (bd. Mzm.4:7; 31:17;44:4). Di gunung kudus Allah ada batu yang bercahaya-cahaya (bd. Yeh.28:14). Untuk menyesuaikan diri dengan TUHAN yang wajah-Nya bercahaya, Musa membuka (menanggalkan, Ibrani: yasyir) selubung (masker) atau masweh yang dipakainya, apabila dia berdiri di hadapan TUHAN. Dengan demikian Musa memasuki suasana keilahian yang diciptakan oleh kehadiran TUHAN. Di sini tidak diberitahu, di/ke mana Musa menghadap TUHAN. Waktu itu Kemah Suci belum didirikan (baca Kel.36:8-37). Yang dapat dibayangkan adalah bahwa Musa masih harus naik ke atas gunung Sinai untuk menghadap TUHAN dan untuk berbicara dengan DIA; mungkin untuk semakin memperdalam Firman TUHAN yang telah diterimanya. Musa menyampaikan Firman/Perintah TUHAN yang diterimanya kepada umat Israel, apabila dia sudah selesai dan keluar dari tempat dia menghadap TUHAN. Bahwa Musa memiliki cahaya wajah yang diberikan TUHAN, itu memungkinkan Musa berbicara dengan TUHAN dengan berhadap-hadapan muka. Musa menerima Firman/perintah TUHAN dalam suasana penuh kemuliaan TUHAN.Untuk menyesuaikan diri dengan umat Israel dan para pemimpin mereka yang tidak tahan melihat cahaya wajahnya, Musa menutupi wajahnya, apabila dia berdiri di hadapan bangsa itu untuk menyampaikan Firman yang diterimanya dari TUHAN kepada mereka. Berbeda dengan suasana saat pertama Musa turun dari gunung Sinai, penyampaian firman/perintah TUHAN di tahap-tahap berikut ini, tidak lagi disertai dengan cahaya kemuliaan TUHAN yang dipancarkan dari wajah Musa. Dalam pertemuan kali berikut ini, yang jelas bagi umat Israel dan para pemimpin mereka adalah: 1) Musa yang berdiri di hadapan mereka adalah pemimpin mereka yang dipenuhi Roh dari TUHAN. 2) Firman TUHAN yang disampaikan oleh Musa. 3) Suasana sedemikian memungkinkan umat itu merasa nyaman atau merasa merdeka dari rasa ketakutan mereka.
- Ayat 35: Apabila orang Israel melihat muka Musa, bahwa kulit muka Musa bercahaya, maka Musa menyelubungi mukanya kembali sampai ia masuk menghadap untuk berbicara dengan TUHAN.Apabila orang Israel melihat kulit muka Musa bercahaya, mereka selalu ketakutan, sehingga Musa menyelubungi (menutupi) wajahnya yang bercahaya itu selama dia berada di tengah umat Israel, dan penutup itu ditanggalkan sewaktu Musa mengahadap TUHAN untuk berbicara dengan TUHAN. Dengan demikian Musa menyampaikan perintah/firman TUHAN dengan cahaya kemuliaan TUHAN terselubung. Memang sempurnalah penyampaian/pemberitaan Firman TUHAN apabila si pemberita dan suasana pemberitaan itu disertai cahaya kemuliaan TUHAN. Tetapi keberdosaan manusia membuat kesempurnaan itu tidak menjadi nyata, melainkan masih ada yang terselubung. Dalam terang pemikiran Paulus (2 Kor.3:14), Kristus yang dapat menyingkapkan yang terselubung itu, tanpa menimbulkan ketakutan kepada umat manusia.Paulus memahami tindakan Musa menyelubungi cahaya yang memancar dari kulit mukanya sebagai tindakan kurang berani menunjukkan cahaya kemuliaan TUHAN kepada umat TUHAN. Adanya hal yang diselubungi itu membuat pikiran bangsa Israel tumpul dari sejak dulu sampai di waktu Paulus menulis suratnya ke Korintus (2 Korintus). Umat Israel membaca Firman TUHAN tanpa disingkapkan. Memang ketakutan manusia sering membuat manusia menutupi hakikat terdalam dari Firman TUHAN. Untung Roh TUHAN masih bekerja di tengah umat manusia, sehingga selubung yang berlapis-lapis itu tidak semakin menyesatkan manusia. (Baca penjelasan evangelium untuk minggu ini).
MENGAMBIL MAKNA FIRMAN INI UNTUK KEHIDUPAN UMAT SEKARANG
- Untuk kehidupan umat TUHAN di setiap zaman, terutama zaman sekarang, sangat diharapkan adanya orang seperti Musa, yang dipenuhi Roh dari TUHAN, yang luar biasa ketangguhan iman dan ketabahannya, dan memiliki kemampuan berbicara dengan TUHAN. Karena TUHAN itu adalah ROH, maka setiap yang berbicara dengan Dia harus berbicara di dalam roh. Manusia di zaman ini membutuhkan orang yang dapat mengasah kehidupan roh(ani)nya untuk dapat berbicara dengan TUHAN di dalam roh. Artinya, seorang yang benar-benar dapat dipercaya, dan pesan-pesan yang disampaikannya tidak membuat tertutup cahaya kemuliaan TUHAN oleh kepentingan pribadinya dan kepentingan golongannya, atau kepentingan agamanya, melainkan penuh dengan kepentingan TUHAN yang mengasihi umat manusia tanpa kecuali.
- Manusia zaman sekarang sangat membutuhkan Firman/Perintah TUHAN untuk kehidupan manusia zaman sekarang, bukan untuk kehidupan manusia zaman dulu dan bukan untuk membawa manusia kembali ke zaman dahulu kala. Manusia zaman sekarang membutuhkan Firman TUHAN yang menuntun ke “tanah perjanjian” yang diharapkan manusia post modern, dan benar-benar meninggalkan segala bentuk “perbudakan” dan segala bentuk “belenggu” yang diciptakan oleh manusia itu sendiri.
- Manusia zaman sekarang selalu dibayang-bayangi ketakutan, karena mempelajari, melihat dan mengamati perkembangan gerak keagamaan umat beragama dari sejak dahulu sampai sekarang. Semua umat beragama mengklaim diri mereka sendiri sebagai pemberita Firman TUHAN, dan penunjuk jalan menuju kehidupan. Tetapi cahaya keagamaan yang dipancarkan umat beragama banyak yang mengerikan. Tak dapat dipungkiri, bahwa keagamaan telah membuat manusia berkelompok-kelompok, yang jurang pemisah antara satu kelompok dengan kelompok yang lain sangat dalam, bahkan hampir tak terjembatani dan jarang orang yang mencoba menjembatani. Munculnya kelompok radikalisme atas nama agama, semakin membuat umat manusia ketakutan mendekat kepada pemberita firman TUHAN dari setiap agama. Doa umat Kristen, kiranya alasan-alasan keagamaan tidak lagi dijadikan sebagai legalisasi penghancuran umat manusia (kelompok umat manusia). Di zaman sekarang, dibutuhkan orang yang punya wibawa memanggil umat manusia mendekat untuk mendengarkan Firman TUHAN, dan memanggil umat manusia agar mereka meninggalkan ketakutan mereka menjadi umat beragama.
- Ber-TUHAN dan ber-masyarakat dari dulu sampai zaman sekarang selalu mempunyai relasi vertikal dengan TUHAN dan relasi horizontal dengan umat manusia. Hal-hal yang menakutkan yang muncul dari relasi vertikal, harus ditinggalkan/ditanggalkan dalam rangka membina relasi horinzontal dengan umat manusia (kelompok beragama/kelompok umat manusia) lainnya. Dari berita dalam Kel.34:29-35 dapat dipelajari hal sedemikian. Setiap orang percaya harus dapat menyesuaikan diri kepada TUHAN sewaktu dia menghadap TUHAN di manapun (di rumah ibadah atau di tempat kerjanya), dan kemudian menyesuaikan diri kepada kelompok manusia yang berada di sekitarnya (di hadapannya), tanpa kehilangan hakikat dirinya yang sebenarnya. Dalam hal inilah akan terasa bahwa TUHAN itu masih tempat perlindungan manusia di zaman sekarang, dan TUHAN yang hadir sebagai ROH Kudus tetap menjadi sumber kemerdekaan yang memerdekakan umat percaya kepada TUHAN dalam Yesus Kristus.
Pematangsiantar,
tgl. 29 Januari 2016.
Pdt. Langsung Maruli Basa Sitorus
(Pdt. LaMBaS).

1 komentar:
Write komentarTrima kasih bnyak atas pencerahan.mmbawa kami lebih bergaul dg Tuhan.gbu
Reply