MINGGU EXAUDI TGL. 8 MEI 2016, EVANGELIUM: MAZMUR 97:1-12

01.34.00 0 Comments A+ a-

MAZMUR

97:1    TUHAN adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak pulau bersukacita!
97:2    Awan dan kekelaman ada sekeliling Dia, keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya.
97:3    Api menjalar di hadapan-Nya, dan menghanguskan para lawan-Nya sekeliling.
97:4    Kilat-kilat-Nya menerangi dunia, bumi melihatnya dan gemetar.
97:5    Gunung-gunung luluh seperti lilin di hadapan TUHAN, di hadapan Tuhan seluruh bumi.
97:6    Langit memberitakan keadilan-Nya, dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya.
97:7   Semua orang yang beribadah kepada patung akan mendapat malu, orang yang memegahkan diri karena berhala-berhala; segala allah sujud menyembah kepada-Nya.
97:8  Sion mendengarnya dan bersukacita, puteri-puteri Yehuda bersorak-sorak, oleh karena penghukuman-Mu, ya TUHAN.
97:9  Sebab Engkaulah, ya TUHAN, Yang Mahatinggi di atas seluruh bumi, Engkau sangat dimuliakan di atas segala allah.
97:10 Hai orang-orang yang mengasihi TUHAN, bencilah kejahatan! Dia, yang memelihara nyawa orang-orang yang dikasihi-Nya, akan melepaskan mereka dari tangan orang-orang fasik.
97:11 Terang sudah terbit bagi orang benar, dan sukacita bagi orang-orang yang tulus hati.
97:12 Bersukacitalah karena TUHAN, hai orang-orang benar, dan nyanyikanlah syukur bagi nama-Nya yang kudus. 
DENGAR ADA AJAKAN MEMULIAKAN ALLAH SANG RAJA
TANGIHON, ADONG HARAHARA PASANGAP YAHOWA, RAJA NI SALUHUT
1.       Secara terencana, penyunting Kitab Mazmur menempatkan Mazmur 97 dalam bagian (Bab) IV dalam Kitab Mazmur (pasal 90-106). Tujuhbelas mazmur dalam Bab IV ini fokus menyaksikan ke-allah-an Allah (apa itu Allah) di kalangan para allah dan di kalangan manusia, dan bagaimana sikap manusia sebaiknya kepada Allah yang satu ini, dan bagaimana keadaan manusia di hadapan TUHAN Allah. TUHAN itu Hakim (Mzm.92; 94:2; 96:13);  TUHAN itu raja (Mzm.93:1; 95:3; 96:10; 91:1; 98:6; 99:1; 99:4). Mazmur-mazmur di Bab IV ini disunting dan ditempatkan sedemikian rupa, sehingga kalau orang membacanya keseluruhan, yang membaca itu akan menangkap kesaksian bahwa TUHAN lah yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya; TUHAN memerintah di dunia, tetapi tidak semua manusia mematuhinya. Di tangan TUHAN lah umur panjang. TUHAN yang menuntun Israel ke Mesir, memberkatinya di sana, menuntun mereka keluar dari Mesir hingga ada negeri mereka di tanah perjanjian. Tetapi bangsa Israel jatuh ke dalam dosa, terutama dosa “menyembah allah lain” selain Yahowa. Pada hal, TUHAN itu adalah Allah “Raja yang besar mengatasi segala allah “(Mazmur 95:3). Ia lebih dahsyat dari pada segala allah” (Mazmur 96:4). “Segala allah sujud menyembah kepada-Nya” (Mazmur 97:7).  Allah “sangat dimuliakan di atas segala allah” (Mzm.97:9). “Segala allah bangsa-bangsa adalah hampa, tetapi TUHANlah yang menjadikan langit” (Mazmur 96:5). Tetapi sayang, umat Israel sering lari kepada “yang hampa” tersebut. Mazmur-mazmur di bab IV mengajak umat manusia, terutama Israel, menyerahkan diri dan menggantungkan hidup mereka kepada TUHAN Allah.
2.       Membaca Mazmur 97, tidak diketahui siapa penggubah mazmur ini. Dia seorang pemuja atau yang fanatik menggunakan nama YAHOWA (LAI: TUHAN). Pemazmur mengamati bahwa ada orang yang menyembah ilah-ilah (Ibrani: ’elohim) (Batak Toba: ajiajian ). Pada hal Yahowa itu adalah YAHOWA ’Elohim (yang bisa juga berarti: “TUHAN daripada para ’elohim”).  Pemazmur mempergumul-kan siapakah TUHAN  (Yahowa) yang dia percayai, bila dibanding dengan para ilah (allah) itu. Bagi pemazmur, masih sangat beralasan untuk memuja TUHAN Yahowa, dan dia mengajak orang untuk percaya kepada Yahowa dan mematuhinya, serta bersukaria atas segala perbuatan TUHAN Yahowa.
3.       YAHOWA adalah Raja, demikian pemazmur memulai Mazmurnya.  YAHOWA  (Ibrani: YHWH), yang dari nama-Nya berarti “Yang Mahaada, Maha hadir”, “Omnipresent”; dan “Yang Membuat Ada”, “Mahapencipta”; Yang berkuasa atas segala ciptaan-Nya, “Yang Mahakuasa”; “Omnipotenz”.  Kekuasaan-Nya dan ke-Mahapencipta-an-Nya membuat Yahowa  dengan sendirinya adalah Raja atas segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi.  Dan sebagai Raja, DIA berada (hadir) bersama dengan segala ciptaan-Nya tersebut.  Kehadiran Yahowa membuat bumi tidak hancur, dan pulau-pulau tidak tenggelam. Bumi dan pulau adalah daratan tempat berdiam para makhluk hidup yang ada di darat. Kalau Yahowa hadir di bumi, maka semua penghuni bumi dan pulau-pulau mengalami keselamatan, dan kelestarian. Bila demikian halnya, dapat dimaklumi, apabila pemazmur langsung menyambung kalimat pertamanya: “Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak pulau bersukacita!” (ay. 1). Bumi bersorak-sorai dan banyak pulau bersukacita, karena semua penghuni bumi dan pulau mematuhi perintah Yahowa yang adalah Raja. Manusia pun, yang diciptakan menurut gambar dan rupa TUHAN, mematuhi perintah sang Raja, sehingga manusia tidak merusak bumi dan pulau serta segala isinya. Semua ciptaan TUHAN yang ada di bumi dan di pulau-pulau, tidak saling merusak, walaupun mereka saling membutuhkan. Keadaan itu menjadi terbalik, karena manusia melanggar/tidak mematuhi perintah Yahowa. (Manusia diciptakan Yahowa agar ada yang mengusahakan bumi (Kej.2:5). TUHAN menempatkan manusia di taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu (Kej.2:15). Taman itu adalah bumi ini, yang pusatnya di Eden. Bumi atau taman itu begitu indah dan lestari, selama manusia mematuhi perintah TUHAN untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Mereka bersukacita dan bersorak-sorai.  (Tetapi lihatlah di zaman sekarang. Bumi dan pulau-pulau tidak bisa lagi bersorak-sorai dan bersukacita, karena ulah manusia yang tidak mematuhi perintah Yahowa, sang Raja, sebab ozon telah rusak, pemanasan global membuat temperatur bumi naik dan semua es di Kutub Utara dan Kutub Selatan mencair sehingga banyak pulau-pulau menangis karena akan (sudah) tenggelam. Penghuni bumi mulai banyak yang punah, karena manusia tidak taat perintah sang Raja). Pada hal Yahowa sangat menginginkan kemaslahatan manusia dengan memberikan perintah-Nya: “Usahakan dan pelihara taman-Ku itu!” "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi" (Kej.1:28). Menguasai = mengusahakan dan memelihara semuanya itu.
4.       TUHAN adalah Raja, kata pemazmur. Raja yang satu ini sering dipanggil/dinamai dalam PL dengan YAHOWA ’Elohim (LAI: TUHAN Allah). Kata ’Elohim adalah bentuk jamak dari kata ’El, atau Eloah.  Kata ’elohim sering digunakan dalam dua hal: (1) sebagai nama tambahan untuk Yahowa; (2) untuk menyebut “allah-allah” “para ilah”, yang berarti bukan Yahowa. Banyak perdebatan mengapa kata ’elohim yang bentuknya bentuk jamak ini digunakan untuk Yahowa? Apakah dengan demikian, Yahowa dikonotasikan sebagai oknum yang plural/jamak? Pasti tidak. Sebab, “Å ema’ Isra’el, Yahowa ’Elohenu, YHWH ’ehad!” Israel/Yahudi dan Kristen dari dulu sampai sekarang adalah pemuja TUHAN Yang Mahaesa.  Ada tiga penjelasan untuk penggunaan ini: 1) Dengan menyebut Yahowa ’elohim  hendak dikatakan bahwa Yahowa itu yang mahakuasa, mahakuat, dan mengatasi segala yang ada. 2) Dengan menyebut Yahowa ’elohim  hendak dikatakan, bahwa Yahowa (TUHAN yang Mahaesa itu) dapat menampakkan diri melalui berbagai penyataan diri-Nya. 3) Dengan menyebut Yahowa ’elohim hendak dikatakan, bahwa  Yahowa yang adalah Pencipta langit dan bumi serta segala isinya adalah juga yang menciptakan para ilah (allah-allah) yang ada. Yahowa adalah sesembahan para ilah. “Segala allah sujud menyembah kepada-Nya” (Mzm.97:7). Yahowa “sangat dimuliakan di atas segala allah” (Mzm.97:9).
5.       Ada duabelas  hal yang sangat luar biasa diberitahu pemazmur sehubungan dengan TUHAN adalah Raja, antara lain:
(1)     Awan dan kekelaman ada di sekeliling Yahowa. (Lebih baik terjemahannya: “Awan dan awan tebal ada sekeliling Dia”). Di sini kata ‘anan (= cloud, AHCL, p. 607) dan ‘arapel (= thick clouds, darknes, glomm,  AHCL, p. 615) digunakan berpasangan, sebagai kata yang paralel. Jadi kata ‘arapel  kurang cocok diterjemahkan dengan “haholomon marimpotimpot” atau “kekelaman”, tetapi lebih pas apabila diterjemahkan dengan “awan tebal” (thick cloud) sebab  kata itu digunakan untuk menerangkan adanya awan biasa dan awan yang lebih tebal di sekeliling Yahowa. Awan biasa bisa mendatangkan “busur TUHAN” atau pelangi di langit, sebagai tanda perjanjian TUHAN dan bumi, dan kalau itu muncul/tampak berarti TUHAN mengingat perjanjian-Nya dengan Nuh dan segala makhluk yang hidup dan segala yang bernyawa (baca: Kej.9:12-17). Awan tebal adalah pertanda bahwa hujan akan turun, dan hujan itu merupakan hujan yang memungkinkan umat TUHAN mengolah pertanian mereka. Awan tebal memungkinkan TUHAN akan memberikan hujan untuk tanah umat-Nya pada masanya, hujan awal dan hujan akhir, sehingga umat TUHAN dapat mengumpulkan gandum, anggur dan minyakmereka (bd. Ulangan  11:14). Datangnya hujan sebagai tanda  bahwa TUHAN akan memberikan berkat-Nya bagi umat manusia (bd. Ul.28:12: “TUHAN akan membuka bagimu perbendaharaan-Nya yang melimpah, yakni langit, untuk memberi hujan bagi tanahmu pada masanya dan memberkati segala pekerjaanmu, sehingga engkau memberi pinjaman kepada banyak bangsa, tetapi engkau sendiri tidak meminta pinjaman”).  Demikianlah gambaran pertama yang diberikan pemazmur, sehubungan dengan pengakuannya bahwa TUHAN adalah Raja.
(2)    Keadilan dan hukum adalah tumpuan tahta Yahowa.
Tumpuan tahta Yahowa berarti tempat yang di atasnya diletakkan kursi/tempat duduk Yahowa sewaktu menjalankan pemerintahannya. Di rumah pengikut TUHAN mungkin tumpuan kursi-kursi sudah dibuat dari granit (marmer yang paling tahan dan paling mahal di zaman sekarang, seperti di istana-istana raja). Lantai istana Raja Yahowa, mungkin terdiri dari emas atau permata intan. Lantai istana Raja Yahowa, terutama lantai ruangan tempat tahta Raja Yahowa berada di istana itu,  dinamai lantai “keadilan” (ÅŸedeq > sedekah) dan “hukum” (miÅ¡pat < Å¡opet = hakim). Segala sesuatu yang ada di sana merupakan pewujudan dari keadilan dan hukum Yahowa. Dari situ mengalir keadilan dan hukum ke seluruh bumi dan langit. Yahowa adalah ÅŸadiq (Yang Adil) dan Å¡opet (= Hakim). Keadilan dan hukum dempet satu dengan yang lain. Seperti di Indonesia: Hakim yang tahu hukum. Hukum yang menjadi Hakim. Keadilan terjadi apabila hakim tidak memihak kepada salah satu yang berperkara, tetapi memihak kepada hukum dan menjalankan hukum itu. Hukum adalah ketentuan yang mengatakan apa/siapa yang benar dan apa/siapa yang salah. Salah satu contoh hukum: Koruptor dihukum mati. Orang jujur diberi penghargaan. Dari itu ada ketentuan-ketentuan untuk memastikan apa itu korupsi, siapa koruptor dan apa itu jujur dan siapa orang jujur.  Kalau dikatakan bahwa keadilan dan hukum adalah tumpuan tahta Yahowa, berarti tahta itu juga adalah tahta keadilan dan hukum, dan yang duduk di tahta itupun (Yahowa) adalah adil, hakim, sumber keadilan dan sumber hukum. Hukum-hukum dan keadilan Yahowa menjadi alat uji untuk segala hukum dan praktek keadilan yang dijalankan oleh setiap negara/pemerintahan yang ada di seluruh dunia.  Kalau Pancasila sebagai “sumber hukum” di Indonesia, Pancasila itu harus senantiasa diuji dengan keadilan dan hukum TUHAN, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum dan keadilan tersebut. Maka sudah sering dikatakan, bahwa Pancasila yang benar adalah Pancasila yang dipahami dari sudut ajaran setiap agama, kepercayaan dan paham, demi percepatan pencapaian cita-cita bangsa Indonesia “memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Dan karena “ke-Tuhan-an yang mahaesa telah dilakukan oleh setiap agama, maka sekarang  demi mewujudkan “kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan(dkl. demokrasi pancasila) dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” atau dengan kata lain: mewujudkan masyarakat adil dan makmur, cerdas dan penuh damai sejahtera. Adil berarti tidak ada diskriminasi, tidak ada apartheid, tidak ada separatisasi, tidak ada kastanisasi, tidak ada ketimpangan-ketimpangan sosial; dalam segala hal terlaksana  “the right man on the right place” (orang yang tepat untuk setiap fungsi dan tugas yang tepat); the right salary for the right employee (pendapatan yang tepat bagi pekerja/-an yang tepat). Demi mewujudkan ‘demokrasi pancasila’, maka  Dewan Perwakilan Daerah harus dilengkapi menjadi DPDAG (Dewan Perwakilan Daerah, Agama dan Golongan). Pemerintah menetapkan golongan mana yang akan terwakili di DPDAG. Semua diadakan dengan pemilihan, bukan penghunjukan oleh agama dan golongan yang akan terwakili. Satu dari setiap agama dan satu dari setiap golongan. Dengan demikian akan nyata bahwa tumpuan tahta Yahowa adalah keadilan dan hukum. Keadilan-Nya dan Hukum-Nya berdampak di semua segi kehidupan bangsa dan negara dan masyarakat.
(3)    Api menjalar di hadapan Yahowa dan menghanguskan lawan-Nya.
Api selalu multi fungsi. Kalau dia kecil akan menjadi kawan, dan kalau dia besar akan menjadi lawan. Api bisa berasal dari bermacam sumber dan berbagai guna. Ada api listrik, api mancis, api alam, api gunung berapi, api matahari, api mulut naga, api dapur, api nuklir, api bom, api lilin, api obor, api kilat. Siapa bisa mengendalikan api, dia terhitung sebagai raja. Karena manusia belum bisa mengendalikan (apalagi menciptakan) api bumi, api gunung berapi dan api matahari, maka manusia belum dapat dikatakan Raja. TUHAN Yahowa, yang dapat mengendalikan segala macam api, tepat disebut dan dihormati sebagai Raja. Alkitab memberitahu, bahwa api di tangan TUHAN dapat berbagai fungsi terhadap manusia. Pernah api digunakan untuk menolong umat Israel sewaktu berjalan di malam hari di padang gurun. Juga pernah api digunakan TUHAN sebagai tanda bahwa DIA menerima persembahan Elia, di mana api turun dari langit dan melahap habis lembu yang dipersembahkan itu dan dibanjiri dengan air. Api dan hujan belerang dari langit menghanguskan penghuni Sodom dan Gomora yang tidak ternasehati agar bertobat. Api yang menyala di semak belukar gunung Sinai tetapi tidak menghanguskan, menjadi alat TUHAN menarik perhatian Musa untuk datang mendekat. Kereta kuda berapi melarikan Elia meninggalkan bumi dan pergi ke langit, sehingga Elia tidak mengalami kematian biasa. Sudah ditradisikan keyakinan, bahwa kelak apabila hari Penghakiman terjadi, orang-orang berdosa yang tidak terampuni dosa-dosa mereka akan dijatuhkan ke neraka, di mana mereka akan dibakar dengan api neraka (api na rokko = api yang terpanas dan tak padam-padam; api neraka = api yang menyengsarakan), sehingga mereka di sana mengkertakkan gigi dan meratap.  Pemazmur mengatakan: Api menjalar di hadapan TUHAN dan menghanguskan lawan-lawan-Nya sekeliling.  Api biasanya dipakai menghanguskan lawan-lawan TUHAN. Tujuannya agar tidak ada yang tersisa dari lawan-lawan tersebut. Itulah api yang dapat mensortir lawan TUHAN dari kawan TUHAN. Sebab bisa saja lawan TUHAN terbakar hangus, pada hal yang didekatnya kawan TUHAN tidak tersentuh api sedikitpun. Kemahakuasaan Raja dinampakkan juga dengan penggunaan api.  Api bom (senjata) nuklir tidak bisa mensortir menghanguskan lawan di antara kawan, sehingga bom nuklir atau senjata nuklir sebaiknya dihapus dari muka bumi. Api nuklir bisa dibuat menjadi pisau tertajam yang dapat digunakan untuk mengoperasi penyakit manusia, maka api nuklir diperlukan untuk medis. TUHAN sendiri tidak menggunakan api bom nuklir untuk membasmi lawan-lawan-Nya.  Pemazmur hendak mengatakan bahwa TUHAN mampu membuat api menjadi pengawal-Nya terhadap lawan-lawan-Nya.
(4)    Kilat-kilat Yahowa menerangi dunia.
Kilat biasanya terjadi menyertai hujan lebat. Penerangan yang dibuatnya hanya sekejab-sekejab. Petir yang disertai kilat yang bisa menyambar dan mematikan, membuat manusia ketakutan. Tetapi baraq (ligtening, glitter of a sword,  AHCL, p.117) (LAI: kilat-kilat) bukan hanya kilat yang menyertai petir/halilintar, melainkan juga cahaya-cahaya yang tampak sewaktu sore/malam di horizon dan menerangi bumi.  (Orang Batak Toba menyebutnya: pane). Munculnya “cahaya-cahaya” (pane) seperti itu dipahami sebagai pertanda akan adanya bahaya yang mengancam bumi. Bila demikian halnya, peringatan dini yang dibuat oleh TUHAN tersebut bisa membuat penghuni bumi gemetar, apabila sudah melihatnya. Yahowa sebagai Raja juga memperingatkan secara dini hal-hal yang bisa mengancam kehidupan penghuni bumi. Masalahnya, manusia sebagai salah satu yang terpandai di kalangan penghuni bumi, sering tidak tahu “membaca” dan “memahami” hal-hal seperti itu.
(5)    Gunung-gunung luluh (mencair) seperti lilin di hadapan Yahowa.
TUHAN yang sering disebut orang percaya sebagai “gunung batu keselamatan”, juga berkuasa atas gunung-gunung. Dalam PL banyak kesaksian yang mengatakan bahwa melihat TUHAN gunung-gunung gemetar (Hak.3:10; bd. Mazmur  18:8). Tangan TUHAN teracung, gunung-gunung gemetar (Yes.5:25).  Gunung-gunung gemetar terhadap Dia, dan bukit-bukit mencair (Nahum  1:5). Sebab oleh kehangatan murka TUHAN tercurah seperti api, dan gunung-gunung batu menjadi roboh di hadapan-Nya (Nahum 1:6). Gunung-gunung akan runtuh, lereng-lereng gunung akan longsor (Yeh.38:20). Di bawah kali TUHAN gunung-gunung luluh (Mika 1:4). Sekiranya TUHAN turun ke bumi, gunung-gunung goyang di hadapan-Nya (Yesaya  64:1). TUHAN melihat saja gunung dan bukit, gunung-gunung itu goyang dan bukit itu goyah (Yer.4:24). TUHAN bisa mengubah gunung menjadi kolam air (Mzm.114:8) (seperti Gunung Toba menjadi Danau Toba). TUHAN lah yang memindahkan gunung-gunung dengan tidak diketahui orang, yang membongkar-bangkirkannya dalam murka-Nya (Ayub  9:5). TUHAN bisa membuat “gunung runtuh berantakan, dan gunung batu bergeser dari tempatnya” (Ayub 14:18). TUHAN mampu memusnahkan gunung (bd. Yeh.35:7).  Ia memukul gunung batu, sehingga terpancar air dan membanjir sungai-sungai (Mzm.78:20). Sebab puncak gunung kepunyaan TUHAN (Mazmur  95:4). Kalau TUHAN menyentuh gunung-gunung, maka gunung-gunung itu berasap (Mzm.144:4). Gunung Sinai ditutupi seluruhnya dengan asap, karena TUHAN turun ke atasnya dalam api; asapnya membubung seperti asap dari dapur, dan seluruh gunung itu gemetar sangat (Keluaran  19:18; bd. Hak.5:5). Memang sebelum gunung-gunung dilahirkan, TUHAN sudah ada. TUHAN lah yang menjadikan gunung-gunung (bd. Mzm.90:2). Oleh karena itu, DIA berkuasa penuh atas gunung-gunung. DIA mampu membuat  gunung-gunung luluh (mencair) seperti lilin yang terbakar, bahkan lebih dari itu. Tetapi bagi orang percaya, TUHAN mampu meratakan gunung menjadi jalan raya bagi umat-Nya (Yesaya 49:11; bd. Yesaya 40:4). Dan kepada umat yang DIA kasihi, TUHAN menegaskan: “Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setia-Ku tidak akan beranjak dari padamu dan perjanjian damai-Ku tidak akan bergoyang, firman TUHAN, yang mengasihani engkau” (Yesaya 54:10).
(6)    Langit memberitakan keadilan Yahowa.
Di atas telah dibicarakan tentang keadilan TUHAN. Kalau tidak ada lagi manusia yang memberitakan keadilan TUHAN, karena seluruh manusia penghuni bumi telah anti Yahowa, anti Yesus Kristus, dan batu-batu juga tidak bicara lagi tentang keadilan TUHAN, maka langit  akan memberitakan keadilan Yahowa. Caranya? Salah satu contoh, Alkitab sudah menceritakan bagaimana hujan dan pelangi berperan untuk menceritakan keadilan TUHAN di waktu peristiwa Air Bah. Sampai sekarang, kalau manusia (yang percaya dan yang tidak percaya pada TUHAN) membaca apa yang ada di langit, manusia itu akan dapat mendengar cerita keadilan TUHAN, bukan hanya keadilan alam semesta. Lihatlah sinar matahari, yang kalau tidak disaring dengan lapisan ozon sebelum tiba di bumi, pasti radiasinya sudah menghancurkan seluruh umat manusia di bumi. Lihat juga, kalau tidak datang hujan, kebakaran hutan di Indonesia, yang sudah mengasap seluruh Asia Tenggara, pasti tidak akan padam. Perhatikan juga terjadinya gerhana matahari yang  dilihat banyak manusia di Indonesia 9 Maret  2016, justru menceritakan keadilan TUHAN. Karena kalau jutaan wisatawan datang ke Indonesia datang hanya untuk menyaksikan peristiwa yang singkat itu, Indonesia yang miskin akan mendapat tambahan kekayaan, sehingga adil sedikit kekayaan negara-negara di dunia. Sampai masa sekarang, setiap fenomena alam yang terjadi di langit, masih mendorong manusia berkesimpulan: Sungguh luar biasa perbuatan TUHAN. Pengakuan-pengakuan seperti itu membuat adil di antara kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia dan ilmu pengetahuan dan teknologi  TUHAN.
(7)    Segala bangsa melihat kemuliaan Yahowa.
Apa lah arti suatu kemuliaan? Adakah memang sesuatu yang mulia? Ada? Yang Mulia Raja. Anggota Dewan Yang mulia.  Pimpinan Agama Yang Muktabir (=mulia, terhormat). TUHAN Yang Mahamulia.  Lalu ada logam mulia. Perbuatan mulia, nama yang mulia. Teofilus yang mulia ( = kratistes theofilus; optime theofilus).  Mulia (Ibrani: kabod; Yunani: doxe/doxa; kratistes), berbobot, berguna. KBBI Ed.3 memberi arti “mulia” (1) tinggi( tt kedudukan, pangkat, martabat), tertinggi, terhormat; (2) luhur (budi dsb), baik budi (hati dsb);  (3) bermutu tinggi, berharga (tt logam, msl emas, perak, dsb) (h. 761). Kemuliaan = hal (keadaan) mulia; keluhuran; keagungan; kehormatan. (Ibid).  Karena sampah tidak berguna, tidak berharga, maka sampah tidak mulia. Setiap benda atau oknum dikatakan mulia kalau benda atau oknum itu berguna, bermanfaat, berbobot, berharga, sehingga pantas dihargai, dihormati. Tinggi rendahnya kemuliaan benda atau oknum tergantung kepada tinggi rendahnya manfaat, kegunaan, bobot  atau harga benda atau oknum tersebut. Raja atau Presiden tidak mulia kalau beliau tidak berguna, berharga. Adakah manfaat, kegunaan, harga dan bobot TUHAN bagi segala bangsa, diakui atau tidak diakui DIA sebagai TUHAN? Semakin keras seseorang menyangkal adanya TUHAN, semakin jelas dia mengatakan secara terbalik, bahwa TUHAN yang menciptakan dirinya.  Tidak bisa sesuatu disangkal, kalau sesuatu itu tidak ada. Segala bangsa masih bisa melihat kemuliaan TUHAN, kalau mereka jujur terhadap diri mereka sendiri. TUHAN yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya, yang memberi udara bersih gratis kepada semua makhluk, yang memberi sinar matahari gratis kepada semua ciptaan; yang memberi pengampunan dosa dan keselamatan secara gratis kepada umat manusia. “Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya TUHAN; siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusan-Mu, menakutkan karena perbuatan-Mu yang masyhur, Engkau pembuat keajaiban?” (Keluaran  15:11).
(8)    Yahowa mempermalukan penyembah patung dan berhala.
Penyembah patung dan berhala sering membela diri mereka dengan mengatakan bahwa bukan patung itu yang disembah, melainkan oknum yang direpresentasi oleh patung itu.  Dan para penyembah berhala mengatakan bahwa jawaban permohonan datang lebih cepat dari berhala dibanding dari TUHAN.  Benarkah demikian? Apakah umat Kristen yang juga mengisi rumah ibadah mereka dengan patung berkata demikian? Apakah umat Kristen juga tidak memberhala-kan TUHAN mereka? Dalam setiap penyembahan patung, harus diperiksa, siapa yang dikatakan direpresentasi oleh patung itu. Apakah dewa Baal? Atau Zeus? Atau pangulubalang, roh jahat yang bisa disuruh-suruh melakukan pembunuhan?  Kalau ada yang mengatakan bahwa yang direpresentasikan patung itu adalah TUHAN (Yesus Kristus), maka yang mengatakan itu masih kurang memahami perintah Yahowa yang tertulis dalam Kel.20:4 (dan sejajarnya di Ul.5:8), yang mengatakan: “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya....” Dalam hal ini, termasuk dilarang membuat patung TUHAN atau patung Tuhan Yesus Kristus untuk disembah. Sebab patung yang bagaimanapun indahnya, tidak cukup merepresentasikan TUHAN (Tuhan Yesus Kristus). Kalau penyembah patung menyadari bahwa patung yang disembahnya selalu tidak mencukupi untuk ditemani/dijadikan alamat ibadah/penyembahan, pastilah penyembah itu akan malu sendiri, sebelum dipermalukan. Patung sembahan adalah kata sinonim untuk berhala. Bedanya, patung bisa “tidak berisi”, berhala selalu dianggap “berisi”, entah apa isinya. Yang jelas berhala tidak berisikan ROH TUHAN. Karena Roh Tuhan tidak pernah mengikatkan diri  kepada benda mati, melainkan kepada benda/makhluk hidup. Makhluk hidupnya pun harus berupa manusia. Perjanjian Lama sangat banyak bicara tentang kesia-siaan menyembah berhala, yang membangkitkan murka/cemburu TUHAN itu. “Sebab segala allah bangsa-bangsa adalah berhala, tetapi TUHANlah yang menjadikan langit”(I Tawarikh 16:26). ”Engkau benci kepada orang-orang yang memuja berhala yang sia-sia, tetapi aku percaya kepada TUHAN.” (Mazmur  31:7). “Berhala itu sama seperti orang-orangan di kebun mentimun, tidak dapat berbicara; orang harus mengangkatnya, sebab tidak dapat melangkah. Janganlah takut kepadanya, sebab berhala itu tidak dapat berbuat jahat, dan berbuat baik pun tidak dapat” (Yeremia  10:5).
(9)    Yahowa disembah sujud oleh para allah.
Mengapa TUHAN dalam PL melarang umat-Nya menyembah para allah (ilah-ilah/’elohim)? Karena ilah-ilah itu pada akhirnya tidak memberi solusi untuk masalah manusia. Karena para ilah, juga bertanya kepada TUHAN (Allah) kalau mereka ingin memberi suatu ketetapan, pengaturan. Tetapi walaupun aturan seperti itu bukan dari diri mereka sendiri, mereka mengatakan pengaturan itu dari mereka. Mereka membohongi manusia. Lihatlah perbuatan Iblis kepada Ayub. Kalau toh para ilah sujud menyembah TUHAN, untuk apa manusia menyembah ilah-ilah. Sama halnya dengan yang di bumi ini: Untuk apa seseorang menghadap kepala desa, kalau ketentuan kepala desa berasal dari bupati, lebih baik langsung saja menghadap bupati. Dan Kades yang jujur, kalau dia dihadap dan permintaan orang yang menghadapnya hanya dapat dikabulkan bupati, akan mengatakan: “Untuk hal yang  saudara minta ini, lebih baik langsung saja kepada bapak Bupati.” Tetapi kepala desa yang sombong dan sok, akan berkata: “Tunggu kupikir-pikir dua hari ini!” Setelah dua hari, dia sampaikan pengaturan dari bupati yang dikarang-karang olehnya sendiri. Tentu saja pengaturan yang dikarang-karang kepala desa itu tetap sebagai omong kosong. Dan kalau orang yang meminta kepada kepala desa menceritakan kepada orang lain tentang pengalamannya dari kepala desanya, akan ada komentar: Mengapa anda tidak langsung saja kepada bapak bupati, karena tentang hal yang anda mintakan, kepala desa pun bertanya kepada bupati. TUHAN sebagai Raja adalah sumber ketentuan dan pengaturan untuk hidup manusia yang lebih baik. Untuk apa mencari nasihat kepada para ilah, sebab ketentuan dan pengaturan mereka harus mereka cari juga dari TUHAN, dan kalau tidak, maka pengaturan dan ketentuan mereka akan terbukti omong kosong.  Pemazmur ingin mengajak umat manusia agar jangan merepotkan diri dengan penyembahan kepada ilah-ilah, dan lebih baik umat manusia datang menyembah kepada TUHAN bersama dengan para ilah, yang juga sujud menyembah TUHAN.
(10)Yahowa, TUHAN yang Mahatinggi di atas seluruh bumi.
Di suatu Kerajaan, sang Raja lah yang tertinggi jabatan dan kedudukannya. Tidak boleh ada dua raja di suatu kerajaan. Anak raja pun tidak boleh dipanggil raja; paling-paling “pangeran”. Kedudukan itu terbatas hanya di negaranya. Kedudukan TUHAN adalah yang tertinggi (yang mahatinggi) di atas seluruh bumi. Konsekwensinya, tidak boleh “menduakan” TUHAN di seluruh bumi. Kalau kehadiran berbagai agama di dunia ini merupakan legitimasi dari pada “menduakan” TUHAN, maka itu menjadi dosa besar dari semua agama-agama itu.  Kalau setiap agama sudah berusaha untuk membuktikan bahwa para pengikutnya menyembah Tuhan Yang Mahaesa, maka semua agama itu harus berusaha untuk membuktikan bahwa mereka semua menyembah “TUHAN Yang Esa”, walaupun itu diterangkan dan dijabarkan atau diteologiakan dengan cara dan penjelasan yang beraneka  warna, berbeda-beda, bahkan sering “bertolak belakang”. Teologi-teologi yang bertolak belakang adalah teologi-teologi yang paling dekat bersatu, tetapi bersatunya di “punggung”, atau di “belakang”. Hal-hal yang bertolak belakang masih belum menjadi alasan untuk tidak mengenal yang Satu, dan bukan alasan untuk “bercerai”, melainkan menjadi alasan untuk semakin “merapat”. Dalam hal itulah tampak ke-Mahatinggi-an TUHAN Yang Esa itu. Yang paling menyusahkan adalah, kalau satu atau dua agama sudah mengenal TUHAN Yang mahatinggi itu, tetapi untuk meninggikan Yang Mahatinggi itu, agama yang satu menginjak-injak agama yang lainnya. Perilaku “saling menginjak” lebih berbahaya dari pada perilaku “bertolak-belakang”.  TUHAN, Sang Raja adalah Yang Mahatinggi. Mari meninggikan DIA tanpa merugikan pihak (ciptaan) lain.
(11)Yahowa dimuliakan di atas segala allah.
Yahowa adalah Mahapencipta dan Mahatinggi. Para ilah, dewa-dewi (kalau memang ada) termasuk dalam daftar ciptaan-Nya. Para ilah dan dewa-dewi sering memperlakukan diri sebagai saingan Yahowa. Tetapi bagaimanapun taktik para ilah atau dewa-dewi meninggikan diri mereka, mereka tetap merupakan ciptaan, dan bukan Pencipta. Pencipta selalu lebih tinggi dari ciptaan. Itu hukum alam dan hukum sorgawi. Oleh karena itu, Yahowa mutlak harus dimuliakan di atas segala allah (para ilah). Adalah kebodohan, kalau ada kelompok umat manusia masih terus bercokol memuliakan  ilah atau sejenisnya lebih tinggi dari Yahowa. Di atas sudah dikatakan bahwa YAHOWA itu Yahowa ’Elohim, Yahowa yang menciptakan para ilah, Yahowa yang di atas segala ilah yang pernah dikenal oleh manusia. Para penyembah ilah (termasuk para penyembah dewa-dewi), kiranya segera bertobat dan sujud menyembah TUHAN yang lebih tinggi dari sesembahan (ilah/dewa-dewi) mereka.
(12)Yahowa memelihara  dan melepaskan orang yang dikasihi-Nya.
Para ilah, dewa-dewi juga sangat mengasihi para pemuja mereka, dan berusaha melepaskan para pemuja mereka dari tangan-tangan orang fasik.  Bahkan mereka lebih pamer dari Yahowa dalam melakukan kasih dan pelepasan itu. Kalau tidak demikian halnya, mereka tidak memperlakukan diri sebagai “saingan” Yahowa di kalangan umat manusia. Jadi jangan heran, kalau para penyembah ilah atau dewa-dewi sangat kaya-raya, sangat gesit mengakali dalam berdagang, dalam merebut jabatan, dan dalam melenyapkan lawan-lawan mereka, kalau dibandingkan kepada penyembah/pemuja Yahowa, terutama pemuja Yahowa dalam Yesus Kristus. Tetapi, lihatlah, kejayaan mereka hanya bertahan seratus tahun, bahkan banyak yang tidak sampai seratus tahun sudah hancur. (Baca sejarah Komunisme di Uni Sovyet; baca sejarah kerajaan-kerajaan pemuja ilah di Asia Tengah, di Afrika).  Kekristenan pun bisa saja akan lenyap apabila mereka memuja TUHAN seperti memuja ilah-ilah, atau memberhalakan TUHAN Allah, yaitu membuat TUHAN Allah sebagai Allah yang dapat dikendalikan (seperti kuda dires) oleh manusia (pemuja-Nya); atau kalau  the man had made God to be dog, and the dog to be god
TUHAN, yang tidak mau diperlakukan sebagai “anjing gembala”, benar-benar memelihara nyawa orang yang dikasihinya, dan melepaskan mereka dari tangan orang-orang fasik. Cara-Nya melakukan hal itu berbeda dengan cara yang dilakukan para ilah (dewa-dewi) terhadap pemuja mereka. TUHAN (Yahowa) bekerja kontekstual, kondisional, situasional, lokal – global, dan demi masa depan. Dari Alkitab dapat diketahui tindakan-tindakan TUHAN memelihara nyawa orang yang dikasihi-Nya dan melepaskan mereka dari tangan orang fasik. Ingatlah pengalaman Abraham, Lot, Yakub, Yusuf bin Yakub, Musa, bangsa Israel di padang gurun, Yosua, Daud, umat Israel di pembuangan, di zaman Yesus, pengalaman Yesus Kristus, pengalaman para rasul Yesus Kristus, pengalaman Paulus, dan pengalaman Huria Kristen, serta pengalaman para pengikut Tuhan Yesus Kristus, pribadi lepas pribadi. Ada beberapa ayat Alkitab yang perlu dikutip: “Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya” (Ibrani 12:5).  “Karena TUHAN memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi” (Amsal 3:12).  “Maka Aku akan menolong domba-domba-Ku, supaya mereka jangan lagi menjadi mangsa dan Aku akan menjadi hakim di antara domba dengan domba” (Yehezkiel 34:22).  “Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan. Sebab Aku ini, TUHAN, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: "Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau." Janganlah takut, hai si cacing Yakub, hai si ulat Israel! Akulah yang menolong engkau, demikianlah firman TUHAN, dan yang menebus engkau ialah Yang Mahakudus, Allah Israel.” (Yesaya  41:10.13. 14). Jika bukan TUHAN yang menolong aku, nyaris aku diam di tempat sunyi” (Mazmur  94:17).  “TUHAN menolong mereka dan meluputkan mereka, Ia meluputkan mereka dari tangan orang-orang fasik dan menyelamatkan mereka, sebab mereka berlindung pada-Nya” (Mazmur  37:40). Pertolongan  TUHAN adalah cara TUHAN memelihara yang dikasihi-Nya.
6.       Respons (Jawaban) dan sikap terbaik manusia terhadap Yahowa, Sang Raja
(a)    Mendengar, bersukacita dan bersorak-sorai
Pemazmur mengatakan bahwa orang yang setia menyembah TUHAN (yaitu Sion) gembira dan bersorak seta bersukacita karena mendengar bahwa para penyembah patung dan yang memegahkan berhala akan mendapat malu (ay.8). Mereka perhitungkan itu sebagau hukuman dari TUHAN kepada mereka. Sebenarnya justru penyembahan mereka dan pemegahan mereka yang membuat mereka malu. Tentu saja kalau perbuatan itu sampai di hadapan TUHAN, mereka akan dipermalukan. Dan karena TUHAN mereka juga bersukacita (ay.12). TUHAN itu bagaimana rupanya? Ya, seperti yang diterangkan dalam 12 butir di atas, sebagai penjabaran dari pada “TUHAN adalah Raja”, yang dipaparkan pemazmur dalam mazmur ini.  Memang sudah selayaknya seluruh umat manusia bersukacita dan bersorak-sorai karena masih ada Yahowa, Allah yang benar-benar peduli atas kemaslahatan umat manusia, dan menginginkan agar kejahatan atas nama apapun dihapus dari muka bumi. Manusia sudah sepantasnya bersukacita, bahwa masih ada Yahowa, sebagai Allah yang benar-benar “penentu dalam segala hal”, sehingga kelompok-kelompok manusia (yang bagaimanapun latarbelakangnya, agamanya, budayanya, rasnya, ideologinya) tidak perlu berkelahi atau bermusuhan gara-gara latar-belakang yang beraneka ragam itu. Semua umat manusia sudah sepantasnya bersukacita dan bersorak sorai, karena  masih ada Yahowa, yang berkuasa atas segalanya dan yang berotoritas memberikan berkat bagi semuanya tanpa diskriminasi. Umat manusia pantar bersukacita dan bersorak-sorak karena masih ada Yahowa satu-satunya penentu keadilan dan hukum yang menghidupkan seluruh umat manusia, dan yang membuat agama bukan lagi beban bagi umat manusia. Mengikut TUHAN tidakm ada beban, hanya tanggungjawab yang ada.
(b)   Membenci kejahatan
Kalau seseorang mengasihi TUHAN, pastilah seseorang itu membenci kejahatan. Karena mengikut TUHAN berarti berkomitmen melakukan sebanyak-banyaknya kebaikan, yakni kebaikan yang dinikmati oleh semua manusia, tanpa diskriminasi. Dalam benak pengikut (Pengasih) TUHAN sudah sangat jelas  apa-apa yang terhitung sebagai kejahatan menurut TUHAN, dan apa-apa saja yang terhitung sebagai kebaikan menurut TUHAN, bukan menurut agama, ideologi, paham dan aliran-aliran (isme-isme). Kalau kebaikan menurut agama, ideologi, paham dan aliran-aliran (isme-isme) berimpitan dengan kebaikan menurut TUHAN, maka itu dijalankan, tetapi kalau tidak, maka itu dideponer, dan tidak dilakukan bahkan dilarang dilakukan. Maka setiap pengasih TUHAN itu harus tetap kritis mengevaluasi setiap rencana, tindakan, perbuatan manusia, apakah masih sesuai dengan kebaikan yang dianjurkan TUHAN atau tidak. Kalau ternyata tidak sesuai, maka pengasih TUHAN tegas menolaknya.  Berbahagia dan diberkatilah orang yang : membenci kejahatan”. Beberapa jenis kejahatan: terror atas nama TUHAN atau atas nama agama, teror atas nama negara atau atas nama penguasa, menyalahgunakan narkoba, berjudi, mabuk-mabuk karena minumana keras, memukuli anak atau suami atau isteri (KDRT),  menelantarkan anak, korupsi, berdusta, membunuh, absen-absen di perkumpulan (STM, agama, koperasi), menyalah gunakan seks (berzinah/ selingkuh), berhutang-hutang,  dan lain-lain. Membenci semua kejahatan itu, tentu lebih panjang lagi diketahui pasti apa yang baik, yang harus dilakukan, dari hari ke hari.
(c)    Menyambut terang yang sudah terbit
Ada dua hal yang selalu disediakan TUHAN bagi orang-orang benar dan tulus hati, yaitu: terang dan sukacita. Dua-duanya saling berkaitan. Sangat sulit pengikut TUHAN bersukacita, kalau dalam hidupnya tidak ada “terang”. Hati terang, kepercayaan terang, di rumah terang, perkiraan terang, hutang terang, piutang terang, hidup sehari-hari terang, mata pencaharian terang, rencana terang, pelaksanaan program juga terang, dan lain-lain pun terang. Makanya orang yang sehat jasmani dan rohaninya selalu mendambakan terang datng di dalam hidupnya. TUHAN sendiri tidak akan dapat bersukacita menciptakan langit dan bumi serta isinya, apabila Dia tidak terlebih dahulu menciptakan terang. DIA tulus mengerjakan penciptaan itu. Demikian juga setiap pengikut TUHAN, pasti bersukacita dalam hidupnya apabila jalan hidupnya itu terang. Jadi kalau Yesus Kristus mengatakan kepada murid-murid-Nya:m “Kamulah terang dunia!” kiranya terang itu sampai ke seluruh sudut dunia, dan semua penghuni bumi yang tulus hati dapat bersukacita karena kehadiran terang itu.
(d)   Menyanyikan syukur bagi nama TUHAN yang kudus
Ekspresi (penampakan) dari pada sukacita adalah nyanyian syukur bagi nama TUHAN yang kudus.  Makanya orang percaya sepanjang zaman menggubah begitu banyak nanyian syukur dalam berbagai bahasa, dan belum semua nyanyian syukur itu dapat disenandungkan dalam segala bahasa yag dikenal manusia. Pada hal itu menolong semua bangsa bisa bersyukur bersama. Dalam buku Kidung Jemaat dan buku Pelengkap Kidung Jemaat ada sedikitnya seratus delapan puluh lima (104 + 81) ayat nyanyian KJ dan PKJ,  yang di ayat itu terdapat kata “syukur”. Masih terbuka bagi umat percaya, menggubah yang baru lagi sebagai tambahannya. Tetapi ada juga “gaya’ yang lain untuk menyanyikan syukur, yakni: dengan nyanyian tanpa suara, yaitu: perilaku atau  perbuatan dan karya-karya yang memuji TUHAN.

RENUNGAN
1)      Di negeri Toba (yang kalau kata toba dipahami berasal dari bahasa Ibrani, sebagai bentuk feminin dari kata tob > toba, berarti “Cantik, indah, baik”), Toba berarti “negeri cantik nan indah” di Sumatera, sekitar Danau Toba “danau Cantik nan Indah”, dan yang dihuni bangso Batak), dalam sejarahnya  belum pernah ada yang berbentuk “Kerajaan”, tetapi semua lelaki Batak Toba adalah “raja” dan “harus” dihormati sebagai raja.  Raja yang menjadi pahlawan kemerdekaan dari daerah ini merupakan primus interpares  di antara semua raja yang merupakan penduduk Toba. Semua isteri adalah “soripada” (< sripada), yang mulia pendamping raja. Sebelum mereka menjadi Pengikut Yesus, Allah Yang Mahatinggi itu mereka kenal sebagai “Oppung Mulajadi Nabolon”(Kakek, Sang Pencipta Agung). Kepada mereka Injil memperkenalkan bahwa TUHAN adalah Raja. Dari itu semua raja (suami) di tengah bangso Batak mengakui bahwa ada lagi Raja di atas semua raja, di atas mereka. Dalam pembicaraan atau percakapan yang membutuhkan pendalaman yang lebih matang, kalau ada kebuntuan pemecahan masalah, para raja yang berkumpul itu bersepakat untuk menanyakan Raja di atas segala raja tersebut. Merdeka berdoa, dan kemudian mengingatkan apa Firman TUHAN tentang masalah yang harus diselesaikan. Biasanya setelah itu mereka dapat menyelesaikan. Injil berhasil memperkenalkan Yahowa sebagai Raja bagi seluruh bangso Batak, yang semua laki-lakinya yang sudah berkeluarga adalah raja. Setiap laki-laki Batak Toba tahu betul tentang tanggungjawab dirinya sebagai raja, yakni sama sekali tidak menempatkan dirinya dan perilakunya sebagai hatoban (budak).
2)      Huria Kristen dalam pelayanan-pelayanan dan pekabaran Injil yang dilakukannya di tengah bangso Batak, mengingatkan setiap keluarga bangso Batak sebagai keluarga raja, agar mereka menjunjung tinggi harkat dan martabat itu di setiap tempat dan setiap keadaan. Hanya satu atasan mereka yakni Yahowa, Raja dari segala raja. Para raja di kalangan bangso Batak Toba dianjurkan agar selalu berpedoman kepada kepribadian, ajaran, aturan dan budaya (adat) yang dianjurkan  oleh Raja segala raja, yaitu Yahowa, Bapa dari Tuhan Yesus Kristus.  Para datu yang menyembah roh kakek/nenek moyang mereka, dan yang menyembah begu (anima-anima), pangulubalang, sibiaksa, dan roh gentayangan lainnya, bersedia meninggalkan kepercayaan dan praktek mereka, setelah mereka disadarkan, bahwa dalam penyembahan roh  nenek moyang, penyembahan begu, pangulubalang atau sibiaksa, sebenarnya mereka diperbudak oleh sesembahan mereka itu, dan setiap sesembahan mereka itu tidak memperlakukan mereka (para datu) itu sebagai raja, melainkan sebagai budak. Karena setiap datu dipaksa oleh sesembahan-nya untuk menyediakan ulian (hal-hal yang menyenangkan sesembahan tersebut), dan kalau ulian itu tidak disediakan, maka keturunan-keturunan datu tersebut menjadi penggantinya (tumbalnya). Setelah mereka berhasil diyakinkan bahwa setiap datu (dukun) yang bertobat dan mengikut Yesus,   diperlakukan senantiasa sebagai raja, dan wibawanya tetap dijaga sebagai raja, barulah datu-datu itu rela meninggalkan dan menanggalkan segala praktek kedatuan dan penyembahannya kepada sesembahan mereka. Dari pemahaman kepribadian seperti itu, di tengah Huria Kristen sungguh sangat kental “kesetaraan” semua warga jemaat dengan para pelayan hurianya (sintua, gurujemaat dan pendeta, praeses, bishop). Kalau kesetaraan itu sirna, maka satu jemaat bisa saja dihuni atau dikunjungi hanya oleh kaum ibu, dan bisa saja jemaat itu menjadi tutup, karena semua warganya pindah ke jemaat yang lebih menghormati mereka sebagai raja.
3)      Sinar terang Injil benar-benar memperbaharui seluruh kehidupan masyarakat Batak Toba. Mereka sangat bersukacita oleh karena hal itu. Tetapi terang Injil itu tidak boleh pudar di tengah kancah persaingan ekonomi global, dan dalam perlombaan promosi keagamaan di negara Indonesia yang berpilar empat ini.  Terang Injil, yang memberitakan Yahowa adalah raja, dan yang oleh Yesus Kristus semua kaum bapak di kalangan bangso Batak dibuat tetap eksis sebagai raja, tidak boleh dibiarkan redup. Injil harus menerangi semua bangso Batak, agar tetap bisa sebagai raja di negeri mereka, dan tidak ada yang jatuh menjadi hatoban, karena ekonomi atau karena perilaku. Semangat bangso Batak Toba sebagai raja atau keluarga raja, harus terus dipelihara secara positif agar tetap diperadapkan sewaktu negeri Toba dijadikan destinasi pariwisata, dan geopark dunia. Dua belas dampak status TUHAN sebagai Raja, dapat dikaji oleh kaum Bapak Batak Toba, agar tetap eksis sebagai raja, yang dengan segala falsafah indah yang dimilikinya, membuat seluruh bangsa-bangsa terkagum-kagum. Dua belas point di atas dapat disingkat sebagai berikut: Yahowa adalah Raja. Dalam hal ini: (1) Dia sumber berkat bagi sekitarnya. (2) Hukum dan Keadilan ditegakkannya. (3) Diusahakan tidak ada musuh-Nya. (4) Dia memberi tanda bahaya bagi umat-Nya. (5) Gunung-gunung ditundukkannya. (6) Keadilan dan kemuliaannya terkenal (7) Tidak berkompromi dengan berhala. (8) Ilah-ilah ditundukkan. (9)  Pendapatnya Yang adil sebagai ketentuan sebab Dia yang mahatinggi. (10) Kepribadiannya mulia di sorga dan di bumi. (11) Memelihara nyawa umat-Nya. (12) Tidak membiarkan orang fasik meraja lela.
Raja bagi orang Batak Toba adalah: sibahen silamlam urukuruk, silamlam aek Toba, nametmet dang marungutungut, na magodang sude marlas ni roha (Yang membuat air hanya beriak kecil, seperti riak air danau Toba, orang muda tidak bersungut-sungut, orang dewasa semua bersukacita). Parsangkalan so ra mahiang (tempat mencincang daging lauk di rumahnya tidak pernah kering) (Karena selalu ramah dan siap terima tamu). Parpustaha di tolonan (Yang pandai membaca situasi, hanya dengan melihat tangannya saja). Par-amak so ra balunon (Yang permadani tempat kumpul para tamu di rumahnya tak kunjung sempat digulung) (Karena tamu datang berkunjung ke rumah raja itu sambung menyambung). Panggalang patudu harajaon (Suka menolong karena dia raja). Parateate so ra mabakbak (Yang hatinya tidak mudah terluka). Siharhari na tartali, sisihorsihori namasuak, si tarui aek tu na arilogoon, sitambori urat na tarida (Yang melepaskan orang terbelenggu, Yang menyambung yang patah, Yang menyiramkan air kepada yang kekeringan, Yang menimbunkan tanah subur ke akar yang tampak di atas tanah). Dan parmahan do mantat sior (Gembala yang tidak menggunakan panah). Itulah raja di kalangan bangso Batak Toba. Terang Injil atau terang Huria Kristen untuk perangai raja seperti itu harus terus dipancarkan, sebab Tuhan Yesus berkata kepada para pengikut-Nya: ‘Kamu adalah terang dunia!’ Bersyukur lah kepada TUHAN sebab terang itu sudah datang, dan sukacita telah dianugerahkan.
Selamat mendengar Raja Yahowa yang dikenal dalam Yesus Kristus, dan yang selalu rela mendengarkan  semua raja yang di bumi, termasuk para raja di kalangan Kristen Batak.
Pematangsiantar, 4 Maret 2016
Pdt. LaMBaS.