MINGGU XXIV SETELAH TRINITAS TGL. 6 NOPEMBER 2016, EVANGELIUM: LUKAS 20: 27-38

05.52.00 0 Comments A+ a-

LUKAS


20:27 Maka datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang tidak mengakui adanya kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya:
20:28 "Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati sedang isterinya masih ada, tetapi ia tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu.
20:29 Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan lalu mati dengan tidak meninggalkan anak.
20:30 Lalu perempuan itu dikawini oleh yang kedua,
20:31 dan oleh yang ketiga dan demikianlah berturut-turut oleh ketujuh saudara itu, mereka semuanya mati dengan tidak meninggalkan anak.
20:32 Akhirnya perempuan itu pun mati.
20:33 Bagaimana sekarang dengan perempuan itu, siapakah di antara orang-orang itu yang menjadi suaminya pada hari kebangkitan? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia."
20:34 Jawab Yesus kepada mereka: "Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan,
20:35 tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan.
20:36 Sebab mereka tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan.
20:37 Tentang bangkitnya orang-orang mati, Musa telah memberitahukannya dalam nas tentang semak duri, di mana Tuhan disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.
20:38 Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup."
JADILAH ORANG HIDUP DI HADAPAN TUHAN ALLAH YANG HIDUP

1.        Dalam berita ini dikatakan bahwa orang Saduki, yang datang bertanya kepada Yesus, tidak mengakui adanya kebangkitan, yaitu peristiwa di saat mana orang yang sudah mati  hidup kembali. Entah dari mana mereka belajar dan siapa guru mereka tidak perlu  diterangkan di sini. Hal manusia yang mati bisa hidup kembali atau dihidupkan kembali dapat diketahui dari pemberitaan dalam Perjanjian Lama. Waktu itu putera janda di Zarfat, yang di rumahnya nabi Elia menumpang, mati. Lalu anak itu diserahkan kepada Elia, dan Elia berdoa kepada Yahowa agar anak itu dihidupkan kembali. “TUHAN mendengarkan permintaan Elia itu, dan nyawa (nepeÅ¡) anak itu pulang ke dalam tubuhnya, sehingga ia hidup kembali” (1 Raj.17:22). Nyawa (nepeÅ¡) yang sempat hilang, kembali lagi, sehingga anak itu hidup kembali. Cerita yang mirip juga diceritakan terjadi di Sunem, sewaktu putera janda kaya di Sunem mati, dan kemudian oleh usaha dan doa Elisa, anak itu hidup kembali. (Baca 2 Raj.4:8-37). Tetapi dalam cerita ini tidak diberitahu apakah nyawa anak itu sempat hilang sesudah dia mati lalu dikembalikan. Yang diceritakan adalah bahwa anak itu sudah mati, lalu Elisa mengusahakan agar badan anak itu hangat kembali, dan membuat bantuan pernafasan terhadap anak itu, kemudian anak itu bersin tujuh kali dan membuka matanya, lalu anak itu hidup kembali. Peristiwa-peristiwa ini bisa dikategorikan bukan sebagai peristiwa kebangkitan orang mati, tetapi jelas menunjukkan bahwa orang yang sudah mati dapat dihidupkan kembali. Mudah-mudahan keahlian/kemampuan para dokter (ahli medis) dapat melakukan hal sedemikian, yakni membuat hidup kembali tubuh orang yang sudah kaku (Batak Toba: jogal) karena sudah mati beberapa jam sebelumnya.

2.    Dalam Perjanjian Lama juga dapat ditemukan berita tentang  tindakan Yahowa Elohim menghidupkan kembali orang yang sudah mati. Dalam kitab Yehezkiel diceritakan bahwa nabi Yehezkiel melihat adanya tulang-tulang kering yang berserakan di lembah, lalu TUHAN menyuruh Yehezkiel bernubuat, bahwa TUHAN akan memberi nafas hidup kepada tulang-tulang itu supaya hidup kembali. Setelah itu dinubuatkan oleh Yehezkiel, lalu tulang-tulang kering yang berserakan itu bertemu satu sama lain, masing-masing dengan pasangannya, dan kemudian daging tumbuh menutupi tulang-tulang itu, dan ke dalam tubuh yang sudah terbentuk itu nafas hidup disuruh masuk, sehingga mereka semua menjadi hidup kembali, dan mereka sangat banyak, bahkan dikatakan bahwa mereka adalah bangsa Israel. Walaupun penglihatan ini merupakan gambaran untuk bangsa Israel yang “sudah menjadi kering dan pengharapan mereka sudah lenyap” yang akan dihidupkan kembali,  di sana ada pengakuan bahwa kebangkitan ada, dan suatu waktu ada peristiwa di saat mana kubur-kubur orang mati terbuka, lalu orang mati yang dikubur di sana akan hidup kembali dan mereka bangkit dari dari kubur-kubur itu. (Baca Yeh.37:1-14). Apakah nubuat Yehezkiel ini bersesuaian dengan pemahaman yang ada dalam Perjanjian Lama tentang orang mati, sehingga dimungkinkan hidup kembali seperti dilihat oleh Yehezkiel?

3.        Kata “mati” (maweth > tamut (Kej.2:17) = engkau mati; mengalami maut) yang digunakan dalam PL (Perjanjian Lama) memiliki pengertian yang harus dipahami berdasarkan penggunaan kata itu dalam kalimat atau dalam cerita dan konteksnya. Pertama dipahami bahwa mati berarti menghembuskan nafas terakhir, atau kehilangan nafas hidup. (Kej.7:21-22: “Lalu mati binasalah segala yang hidup, yang bergerak di bumi, burung-burung, ternak dan binatang liar dan segala binatang merayap, yang berkeriapan di bumi, serta semua manusia. Matilah segala yang ada nafas hidup (niÅ¡mat ruaḥ hayyîm) dalam hidungnya, segala yang ada di darat”). Mereka semua mati, karena tidak bisa lagi bernafas disebabkan oleh air bah yang melanda.  Pemahaman yang kedua adalah mati yang dialami Hawa dan Adam setelah mereka memakan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat yang ada di taman di Eden, sesuai dengan sabda TUHAN yang mengatakan bahwa “pada hari (saat) engkau (=Adam) memakannya, pastilah engkau mati”. Adam yang menjadi nefeÅ¡ hayah (makhluk hidup) setelah niÅ¡mat hayyah (LAI.TB: nafas hidup) dihembuskan ke lubang hidungnya, sejak memakan buah itu dikatakan mati (tamut), karena diri atau kemakhlukannya tidak lagi dikuasai oleh niÅ¡mat hayyah, tetapi telah dikuasai oleh niÅ¡mat hamaweth (nafsu maut/kematian) atau seperti dalam bahasa Paulus, manusia menjadi memiliki “tubuh maut” (Ibrani: gup hammaweth; Yunani: tou somatos tou thanatou) (Roma  7:24), dan eksekusi kematiannya adalah saat roh (ruaḥ) yang ada pada dirinya kembali kepada TUHAN dan tubuhnya yang dibuat dari debu tanah kembali kepada tanah. (Kej.3:19: “dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu").   Pemahaman yang ketiga tentang mati adalah keadaan yang terjadi terhadap apa yang ada dalam diri manusia itu: yang dari debu tanah kembali kepada debu tanah, dan yang dari TUHAN kembali kepada TUHAN. Tubuh yang dibuat dari debu tanah (Kej.2:7) kembali kepada tanah; dan roh yang diciptakan TUHAN dalam diri manusia itu (Zak.12:1) kembali kepada TUHAN Penciptanya. Mazmur 104:29b: “apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan kembali menjadi debu”). Kitab Ayub mencatat: “Roh Allah telah membuat aku, dan nafas Yang Mahakuasa membuat aku hidup.”(Ayub 33:4). “Jikalau Ia (= TUHAN) menarik kembali roh-Nya, dan mengembalikan nafas-Nya pada-Nya, maka binasalah bersama-sama segala yang hidup, dan kembalilah manusia kepada debu" (Ayub  34:14-15). Dan dalam Pengkhotbah 12:7 dikatakan: “dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya”. Itulah artinya mati. Dalam keadaan begitu apa yang disebut manusia itu benar-benar mati: tubuhnya mati dan rohnya pun mati. Tubuhnya kembali menjadi tanah, dan tidak digunakan lagi pada waktu kebangkitan. Rohnya itu tetap roh, tetapi mati dalam arti tidak “menyala” (seperti baterai yang masih punya energi berada dalam keadaan mati atau tidak menyala, sewaktu disimpan di lemari) dan roh itu tidak terpaut ke tubuh untuk menunjukkan bahwa roh itu hidup. Roh itu dapat dibayangkan sebagai sesuatu yang mengandung energi yang siap digunakan TUHAN dalam peristiwa kebangkitan atau apabila TUHAN membuat manusia itu hidup kembali. Pemahaman ini bersesuaian dengan berita pembangkitan orang mati yang dilihat oleh Yehezkiel, di mana ada roh yang disuruh untuk masuk ke tubuh yang sudah terbentuk atas perintah TUHAN. (“Dan nafas hidup (haruaḥ) itu masuk di dalam mereka, sehingga mereka hidup kembali”, Yeh.37:10b). [Di sini dikatakan yang masuk itu bukan niÅ¡mat hayyîm melainkan roh (ruaḥ), yaitu yang kembali kepada TUHAN sewaktu manusia mati].  Dalam konteks pemahaman Perjanjian Baru, setiap manusia punya nama, yang dalam pemahaman kristiani nama itu diberikan sewaktu manusia itu dibaptis dalan nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh dan nama itu berada di “tangan”  TUHAN hingga tiba hari kebangkitan orang mati terjadi. Nama baptis itu tertulis dalam Buku Kehidupan. Sebenarnya kaum Saduki harus memahami adanya kebangkitan itu, karena hal itu bagian dari kesaksian iman dalam Perjanjian Lama. Kaum Saduki tahu bahwa kaum Farisi dan umat Yahudi lainnya, termasuk Yesus Kristus percaya tentang adanya kebangkitan atau peristiwa orang mati hidup kembali. Saduki menguji kebenaran iman itu, dan Yesus menjawabnya dengan baik (Luk.20:39: LAI. TB: tepat sekali). Tetapi pengikut Yesus harus memahami jawaban Yesus itu juga dengan tepat, dalam konteks keimanan yang diwariskan dari mulai zaman PL hingga sekarang. Dari pemahaman itu akan semakin dimengerti betapa pentingnya berada sebagai orang yang hidup di hadapan TUHAN yang hidup.

4.        Percakapan mengenai kebangkitan orang mati berhubungan dengan masa depan manusia setelah kehidupannnya di dunia ini dan setelah dia melewati masa kematian. Bukan hanya iman kristen dan ajaran kitab suci umat Kristen yang berbicara tentang kebangkitan orang mati atau dihidupkannya kembali orang-orang yang telah mati. Banyak agama (seperti Islam, Hindu, Buddha, Zoroaster, Bahai, Parmalim, Pemena, bahkan filsafat juga) berbicara tentang hidup dibalik (setelah) kehidupan manusia di dunia. Hidup di dunia ternyata lebih singkat daripada hidup setelah selesai kehidupan di dunia ini. Hidup setelah hidup di dunia ini sedikitnya ada dua macam, yakni hidup tersiksa/menderita di neraka, atau hidup senang di Firdaus/sorga tempat TUHAN berada dan bersama TUHAN. Tetapi bagaimana hidup di sorga (Firdaus) dan bagaimana hidup setelah kebangkitan dari kematian, para beriman dari berbagai agama itu menguraikan/ mengutarakan teologia dan pemahaman masing-masing, sejauh masing-masing dapat menggambarkannya. Dari semua uraian yang ada itu, yang paling dapat dipercayai dan dipegang sebagai kebenaran adalah apabila TUHAN atau Pemilik Sorga dan Yang Turun dari Sorga ke dunia menguraikannya kepada manusia.

5.        Salah satu pemahaman tentang hidup setelah kebangkitan dari mati adalah yang dipegang teguh oleh kaum Yahudi (kecuali Saduki) dan kaum Kristen (pengikut Yesus). Hidup setelah kebangkitan tidak masuk di nalar/pikiran kaum Saduki karena analogi logis yang dibuat mereka antara ajaran Musa dan hidup di dunia dan hidup setelah kebangkitan. Mereka tahu, bahwa hukum Musa mengaturkan, bahwa seorang janda yang tidak punya anak diwajibkan nikah kepada saudara suaminya, dan hal itu bisa terjadi kepada beberapa saudara suaminya sampai ada lahir keturunan bagi suami pertama dari janda itu (dalam nats ini janda itu nikah kepada tujuh bersaudara, setelah masing-masing mati tanpa memberi keturunan). Janda itupun mati tanpa keturunan. Kalau ada nanti kebangkitan orang mati, janda dan tujuh laki-laki bersaudara itu juga bangkit, bagi Saduki menjadi pertanyaan: Siapa dari tujuh laki-laki itu sebagai suami bagi janda tersebut, sebab kaum Jahudi di bumi atau di dunia manapun dilarang poliandri (punya banyak suami). Poligami (punya isteri lebih dari satu) tidak dilarang. Menurut analisa Saduki, kalau nanti di masa setelah kebangkitan orang mati, si janda itu punya tujuh suami, maka jelas dia melanggar hukum Musa. Menurut kaum Saduki,  karena hidup setelah kebangkitan orang mati yang sedemikian melanggar Firman TUHAN, maka lebih baik bagi mereka tidak percaya tentang adanya kebangkitan orang mati. Dengan demikian, logika manusia bisa saja menghambat manusia mempercayai adanya peristiwa oleh kemahakuasaan TUHAN. Hukum-hukum agama yang selalu didasarkan kepada pemikiran logis (kemasuk-akalan) dan penganalogian atau penyamaan hidup di dunia dengan hidup di sorga (dengan hidup sesudah kebangkitan orang mati), bisa membuat orang jatuh kedalam banyak pencobaan dan bertabiat mencobai. Perhatikanlah agama-agama atau paham-paham rasionalistis yang sedang berkembang di dunia sekarang ini. Iman adalah Yang Pasti, tetapi dalam hal-hal yang pasti ada yang masuk akal (terjangkau ratio manusia), dan ada juga yang tidak masuk akal (di luar jangkauan ratio manusia), yang didalamnya termasuk karya TUHAN. Agar hidup manusia di dunia dan di sorga baik, tentang dua hal itu perlu diimani.

6.        Jawaban yang diberikan Yesus kepada Saduki itu merupakan  pemahaman revolusioner, yang mengubah paradigma dan pemahaman manusia (bahkan seluruh umat beragama) tentang kehidupan manusia semasa hidup di dunia dan kehidupan manusia di masa sesudah orang-orang mati dihidupkan kembali. Yesus mengubah pemahaman tentang hidup di dunia orang yang dihidupkan kembali dari mati. Ada kemungkinan bahwa tidak semua orang yang ada di dunia ini layak mengalami kehidupan di dunia yang lain itu. Yang hidup di sana adalah “yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu”. Yang dianggap paling tidak layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu adalah orang yang tidak mengakui adanya kebangkitan (seperti Saduki) dan orang yang tidak mengikut kepada “penghulu kebangkitan” itu (yakni: Yesus). Dunia yang lain itu adalah dunia atau tempat orang yang dibangkitkan untuk kehidupan sorgawi. Yang tidak layak mendapat bagian di sana adalah  orang yang dibangkitkan untuk kehidupan neraka, sebagai akibat dari pada penyangkalannya terhadap adanya kebangkitan dan terhadap Yesus, “penghulu kebangkitan”.  Orang-orang di  dunia  ini kawin dan dikawinkan, sedangkan di dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. Kawin  = gamousin (Yunani) = ber-gami (ber-suami-isteri); dikawinkan = gamizontai (Yunani) = dibuat jadi ber-gami (ber-suami-isteri). Mengapa di dunia yang lain itu tidak ada lagi kawin dan dikawinkan? Karena manusia yang hidup kembali itu tidak perlu lagi melahirkan anak/keturunan, sebab mereka tidak dapat mati lagi. Kawin dan dikawinkan diperlukan di dunia, karena manusia itu akan mati, dan oleh karena itu manusia membutuhkan regenerasi atau keturunan. Perlu diperhatikan di sini, bahwa yang tidak ada di dunia yang lain itu “hanyalah” soal kawin dan dikawinkan, yang merupakan pembeda utama antara hidup di dunia ini dengan hidup di dunia yang lain itu. Hal-hal lainnya diyakini semuanya “sempurna” di dunia yang lain itu, karena manusia yang dibangkitkan itu berada bersama TUHAN yang sempurna. Menurut Yesus mereka yang dibangkitkan menjadi (1) sama seperti malaikat-malaikat; dan menjadi (2) anak-anak Allah. Walaupun tidak kawin dan tidak dikawinkan, mereka semua yang dibangkitkan dan tidak mati lagi dan berada di dunia yang lain itu (di sorga/Firdaus) menjadi satu “keluarga”, yakni keluarga “anak-anak Allah”. Sebutan bagi mereka sebagai “anak-anak Allah” membedakan mereka dari “malaikat-malaikat”, sebab para malaikat tidak pernah disebut sebagai “anak-anak Allah”, melainkan sebagai “bala tentara Allah”. Dan keberadaan mereka “sama seperti malaikat-malaikat” (Ibrani: ki sawîm hem lammal’akîm / Yunani: isaggeloi gar eisin)  menjelaskan bahwa mereka, walaupun punya wujud yang bisa dilihat, wujud mereka tidak seperti wujud manusia biasa (tidak bertubuh alamiah atau bertubuh duniawi), melainkan berwujud “roh”, yang merupakan wujud para manusia yang dibangkitkan dari kematian. Dalam bahasa Paulus: mereka mendapat wujud tubuh sorgawi (1 Kor.15:40) atau tubuh rohaniah (1 Kor.15:44). Wujud mereka menjadi menyerupai wujud Yesus yang bangkit dari mati dan hidup kembali. (baca: Luk.24:36-49; Yoh.20:11-29).  Penjelasan Yesus tentang kebangkitan orang dari kematian ini juga merupakan pengajaran mempersiapkan  para murid-Nya memahami peristiwa kebangkitan Yesus sebagaimana DIA telah beritakan kepada mereka.

7.        Menurut Yesus, tentang bangkitnya orang-orang mati, Musa telah memberitahukannya dalam nas tentang semak duri, di mana TUHAN disebut  Allah Abraham, Allah Ishak, Allah Yakub. Nas tentang semak duri diberitakan dalam Keluaran 3. Dalam berita Keluaran 3 tidak dikatakan dengan jelas tentang bangkitnya orang-orang mati, tetapi diberitakan tentang ke-TUHAN-an dan kuasa Allah, dan keberadaan Yahowa (TUHAN), dan namanya ’ehyeh ’aÅ¡er ’ehyeh yang dapat diterjemahkan dengan “AKU Ada yang AKU Ada” (LAI TB: AKU adalah AKU; atau AKULAH AKU) dan Nama ini yang dapat dimengerti juga dengan: “AKU membuat ada yang AKU buat ada” (= AKU MENCIPTA), serta eksistensi-Nya sebagai Allah yang hidup dan Allah orang hidup. Ini semua menuntun kepada pemahaman bahwa Yahowa adalah TUHAN yang kuasa-Nya mampu bukan hanya mencipta atau mendengar/melihat penderitaan umat Israel di Mesir, melainkan juga membuat orang mati hidup kembali atau membangkitkan manusia yang sudah mati dan dikuburkan. Kesimpulan seperti itu dapat ditemukan seseorang, kalau seseorang itu memahami kesaksian Kitab Suci. Ini yang - menurut Yesus - tidak dipahami dan ditemukan oleh Saduki. Mudah-mudahan juga pembaca berita “semak duri” dalam Kel.3 yang sekarang, juga dapat menemukan makna daripada berita tersebut.

        Yahowa yang memperkenalkan diri kepada Musa di Gunung Horeb/Sinai menyebut dirinya Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Ada dua hal yang hendak ditunjukkan penyebutan ini, yakni yang pertama, bahwa dia bisa menjadi Allah untuk tiga generasi itu, karena DIA adalah Allah yang hidup, bukan Allah yang mati. Penyataan diri-Nya sebagai Allah yang hidup berkelanjutan dari zaman Abraham kepada Abraham, lalu di zaman Ishak kepada Ishak, dan di zaman Yakub kepada Yakub. Yahowa Elohim itu adalah TUHAN Allah yang menyapa dan bergaul dengan tiga kakek-moyang Israel tersebut.  Yang kedua adalah, bahwa Abraham, Ishak dan Yakub, para kakek moyang Israel ini, berada bersama Yahowa Elohim di sorga. Walaupun mereka sudah mati dari dunia ini, dan roh mereka kembali kepada TUHAN Pencipta roh mereka masing-masing, hidup mereka berada di tangan TUHAN Yahowa, dan kehidupan mereka itu di dunia “sana”  tidak sama dengan kehidupan mereka sewaktu berada/hidup di dunia ini.  Pemahaman yang ketiga tentang mati yang diterangkan di atas berhubungan dengan keadaan Abraham, Ishak dan Yakub di sorga. Yang dikatakan manusia “mati” (karena roh manusia itu kembali kepada TUHAN), bisa saja dikatakan TUHAN “hidup” di hadapan-Nya. Dari itu dimungkinkan adanya cerita tentang Lazarus yang miskin dan orang kaya, di mana Lazarus diberitakan berada di pangkuan Abraham dan ada percakapan Abraham dengan orang kaya yang berada di tempat penderitaan (Lukas.16:19-31).

8.        TUHAN Yesus Kristus (Yahweh Yeshua Hammasiah) bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan DIA semua orang hidup. Yesus pernah menegaskan kepada Maria dan Marta (saudari-saudari Lazarus), para murid-Nya dan orang banyak yang mengikuti-Nya: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya” (Yoh.11:25-26a). Siapakah yang dimaksud dengan semua orang  (Yunani: pantes), dalam kalimat sebab di hadapan DIA semua orang hidup? Tentu saja yang dimaksud dengan semua orang (pantes) adalah (a) semua manusia yang sudah mati di dunia ini tetapi masih hidup di hadapan TUHAN, dan (b) semua manusia yang masih hidup di dunia ini. Manusia yang hidup sesudah mati di dunia ini ada dua macam, yakni (a.1) manusia yang dihidupkan kembali lalu dimasukkan  di dunia orang mati (di neraka), karena tidak layak masuk di Sorga/Firdaus, dan (a.2) manusia yang dihidupkan kembali lalu dimasukkan di dunia kehidupan (Sorga/Firdaus), karena layak masuk Sorga/Firdaus.  Semua manusia inilah yang dihakimi oleh Tuhan Yesus Kristus, apabila kelak DIA akan datang kembali untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.

9.        Karena TUHAN Yahowa yang dikenal dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus adalah Allah orang hidup, diharapkan semua manusia, terutama manusia yang menjadi pengikut Yesus, harus menjadi orang-orang yang hidup, baik di dunia ini maupun di dunia yang lain itu (Sorga/Firdaus). Orang yang hidup di hadapan Allah, dan yang layak hidup di dunia yang lain itu (Sorga/Firdaus) adalah orang yang: (1) mengenal dan mengaku Yahowa yang dikenal dalam Yesus Kristus sebagai TUHAN, sebagaimana disaksikan di dalam Kitab Suci Alkitab (PL dan PB); (2) menyambut dan mengimani semua karya TUHAN yang dikerjakan-Nya bagi manusia yang disaksikan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru; (3) menjalankan kehidupannya di dunia ini sesuai dengan apa yang diaturkan oleh TUHAN Yesus Kristus (terutama menjalankan hukum kasih dan hukum emas). (4) kalau dia mati di dunia ini, rohnya kembali kepada TUHAN dan layak dihidupkan kembali dan ditempatkan oleh TUHAN di Sorga/Firdaus, karena namanya tertulis dalam Kitab Kehidupan; (5) di sorga/Firdaus dia akan menikmati kehidupan yang sempurna; tetapi ada dua hal yang tidak akan dinikmatinya di sorga/Firdaus yaitu kawin atau dikawinkan dan mati lagi. Sebagai anak-anak Allah yang berwujud malaikat-malaikat, yang hidup di sorga/Firdaus, mereka tidak diperbudak oleh nafsu seksual, dan hidup mereka kekal adanya, hidup yang sempurna  seperti hidup Bapanya yang sempurna. Jadi dapat dikatakan, bahwa adalah sangat berguna bagi pengikut Yesus apabila mereka hidup di dunia ini, untuk mempersiapkan mereka hidup di Sorga/Firdaus. Buah-buah pertobatan, yang berupa buah-buah Roh, harus dinampakkan dalam hidup para pengikut Yesus di dunia ini. Itu semua dikerjakan agar yang bersangkutan mengalami kesempurnaan hal-hal itu di sorga/Firdaus. Untuk itulah tugas Huria Kristen, yakni membimbing  para pengikut Yesus menjalankan hidup yang berkenan kepada TUHAN Yesus Kristus. Serukanlah kepada semua pengikut Yesus Kristus: Jadilah orang hidup di hadapan TUHAN ALLAH yang hidup. Amen!

Pematangsiantar, 24 Oktober 2016. Pdt. Langsung Maruli Basa Sitorus (Pdt. LaMBaS).