MINGGU XXIV SETELAH TRINITAS TGL. 6 NOPEMBER 2016, EVANGELIUM: LUKAS 20: 27-38
LUKAS
20:27 Maka
datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang tidak mengakui adanya
kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya:
20:28 "Guru,
Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara
laki-laki, mati sedang isterinya masih ada, tetapi ia tidak meninggalkan anak,
saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi
saudaranya itu.
20:29 Adalah tujuh
orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan lalu mati dengan
tidak meninggalkan anak.
20:30 Lalu
perempuan itu dikawini oleh yang kedua,
20:31 dan oleh yang
ketiga dan demikianlah berturut-turut oleh ketujuh saudara itu, mereka semuanya
mati dengan tidak meninggalkan anak.
20:32 Akhirnya
perempuan itu pun mati.
20:33 Bagaimana
sekarang dengan perempuan itu, siapakah di antara orang-orang itu yang menjadi
suaminya pada hari kebangkitan? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia."
20:34 Jawab Yesus
kepada mereka: "Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan,
20:35 tetapi mereka
yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam
kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan.
20:36 Sebab mereka
tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah
anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan.
20:37 Tentang
bangkitnya orang-orang mati, Musa telah memberitahukannya dalam nas tentang
semak duri, di mana Tuhan disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.
20:38 Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup."
20:38 Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup."
JADILAH ORANG HIDUP DI HADAPAN TUHAN ALLAH YANG HIDUP
1.
Dalam berita ini dikatakan bahwa orang Saduki,
yang datang bertanya kepada Yesus, tidak mengakui adanya kebangkitan, yaitu
peristiwa di saat mana orang yang sudah mati
hidup kembali. Entah dari mana mereka belajar dan siapa guru mereka
tidak perlu diterangkan di sini. Hal
manusia yang mati bisa hidup kembali atau dihidupkan kembali dapat diketahui
dari pemberitaan dalam Perjanjian Lama. Waktu itu putera janda di Zarfat, yang
di rumahnya nabi Elia menumpang, mati. Lalu anak itu diserahkan kepada Elia,
dan Elia berdoa kepada Yahowa agar anak itu dihidupkan kembali. “TUHAN
mendengarkan permintaan Elia itu, dan nyawa (nepeÅ¡) anak itu pulang ke dalam tubuhnya, sehingga ia hidup kembali”
(1 Raj.17:22). Nyawa (nepeš) yang
sempat hilang, kembali lagi, sehingga anak itu hidup kembali. Cerita yang mirip
juga diceritakan terjadi di Sunem, sewaktu putera janda kaya di Sunem mati, dan
kemudian oleh usaha dan doa Elisa, anak itu hidup kembali. (Baca 2 Raj.4:8-37).
Tetapi dalam cerita ini tidak diberitahu apakah nyawa anak itu sempat hilang
sesudah dia mati lalu dikembalikan. Yang diceritakan adalah bahwa anak itu
sudah mati, lalu Elisa mengusahakan agar badan anak itu hangat kembali, dan membuat
bantuan pernafasan terhadap anak itu, kemudian anak itu bersin tujuh kali dan
membuka matanya, lalu anak itu hidup kembali. Peristiwa-peristiwa ini bisa
dikategorikan bukan sebagai peristiwa kebangkitan orang mati, tetapi jelas
menunjukkan bahwa orang yang sudah mati dapat dihidupkan kembali. Mudah-mudahan
keahlian/kemampuan para dokter (ahli medis) dapat melakukan hal sedemikian,
yakni membuat hidup kembali tubuh orang yang sudah kaku (Batak Toba: jogal) karena sudah mati beberapa jam
sebelumnya.
2. Dalam Perjanjian Lama juga dapat ditemukan
berita tentang tindakan Yahowa Elohim
menghidupkan kembali orang yang sudah mati. Dalam kitab Yehezkiel diceritakan
bahwa nabi Yehezkiel melihat adanya tulang-tulang kering yang berserakan di
lembah, lalu TUHAN menyuruh Yehezkiel bernubuat, bahwa TUHAN akan memberi nafas
hidup kepada tulang-tulang itu supaya hidup kembali. Setelah itu dinubuatkan oleh
Yehezkiel, lalu tulang-tulang kering yang berserakan itu bertemu satu sama
lain, masing-masing dengan pasangannya, dan kemudian daging tumbuh menutupi
tulang-tulang itu, dan ke dalam tubuh yang sudah terbentuk itu nafas hidup
disuruh masuk, sehingga mereka semua menjadi hidup kembali, dan mereka sangat
banyak, bahkan dikatakan bahwa mereka adalah bangsa Israel. Walaupun
penglihatan ini merupakan gambaran untuk bangsa Israel yang “sudah menjadi
kering dan pengharapan mereka sudah lenyap” yang akan dihidupkan kembali, di sana ada pengakuan bahwa kebangkitan ada,
dan suatu waktu ada peristiwa di saat mana kubur-kubur orang mati terbuka, lalu
orang mati yang dikubur di sana akan hidup kembali dan mereka bangkit dari dari
kubur-kubur itu. (Baca Yeh.37:1-14). Apakah nubuat Yehezkiel ini bersesuaian
dengan pemahaman yang ada dalam Perjanjian Lama tentang orang mati, sehingga
dimungkinkan hidup kembali seperti dilihat oleh Yehezkiel?
3.
Kata “mati” (maweth > tamut (Kej.2:17) =
engkau mati; mengalami maut) yang digunakan dalam PL (Perjanjian Lama) memiliki
pengertian yang harus dipahami berdasarkan penggunaan kata itu dalam kalimat
atau dalam cerita dan konteksnya. Pertama dipahami bahwa mati berarti
menghembuskan nafas terakhir, atau kehilangan nafas hidup. (Kej.7:21-22: “Lalu
mati binasalah segala yang hidup, yang bergerak di bumi, burung-burung, ternak
dan binatang liar dan segala binatang merayap, yang berkeriapan di bumi, serta
semua manusia. Matilah segala yang ada nafas
hidup (nišmat ruaḥ hayyîm) dalam
hidungnya, segala yang ada di darat”). Mereka semua mati, karena tidak bisa
lagi bernafas disebabkan oleh air bah yang melanda. Pemahaman yang kedua adalah mati yang dialami
Hawa dan Adam setelah mereka memakan buah pohon pengetahuan tentang yang baik
dan yang jahat yang ada di taman di Eden, sesuai dengan sabda TUHAN yang
mengatakan bahwa “pada hari (saat) engkau (=Adam) memakannya, pastilah engkau
mati”. Adam yang menjadi nefeÅ¡ hayah
(makhluk hidup) setelah nišmat hayyah
(LAI.TB: nafas hidup) dihembuskan ke lubang hidungnya, sejak memakan buah itu
dikatakan mati (tamut), karena diri
atau kemakhlukannya tidak lagi dikuasai oleh nišmat hayyah, tetapi telah dikuasai oleh nišmat hamaweth (nafsu maut/kematian) atau seperti dalam bahasa
Paulus, manusia menjadi memiliki “tubuh maut” (Ibrani: gup hammaweth; Yunani: tou somatos
tou thanatou) (Roma 7:24), dan
eksekusi kematiannya adalah saat roh (ruaḥ)
yang ada pada dirinya kembali kepada TUHAN dan tubuhnya yang dibuat dari debu
tanah kembali kepada tanah. (Kej.3:19: “dengan berpeluh engkau akan mencari
makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau
diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu"). Pemahaman yang ketiga tentang mati adalah keadaan
yang terjadi terhadap apa yang ada dalam diri manusia itu: yang dari debu tanah
kembali kepada debu tanah, dan yang dari TUHAN kembali kepada TUHAN. Tubuh yang
dibuat dari debu tanah (Kej.2:7) kembali kepada tanah; dan roh yang diciptakan
TUHAN dalam diri manusia itu (Zak.12:1) kembali kepada TUHAN Penciptanya. Mazmur
104:29b: “apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan kembali
menjadi debu”). Kitab Ayub mencatat: “Roh Allah telah membuat aku, dan nafas
Yang Mahakuasa membuat aku hidup.”(Ayub 33:4). “Jikalau Ia (= TUHAN) menarik
kembali roh-Nya, dan mengembalikan nafas-Nya pada-Nya, maka binasalah
bersama-sama segala yang hidup, dan kembalilah manusia kepada debu"
(Ayub 34:14-15). Dan dalam Pengkhotbah
12:7 dikatakan: “dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali
kepada Allah yang mengaruniakannya”. Itulah artinya mati. Dalam keadaan begitu
apa yang disebut manusia itu benar-benar mati: tubuhnya mati dan rohnya pun
mati. Tubuhnya kembali menjadi tanah, dan tidak digunakan lagi pada waktu
kebangkitan. Rohnya itu tetap roh, tetapi mati dalam arti tidak “menyala”
(seperti baterai yang masih punya energi berada dalam keadaan mati atau tidak
menyala, sewaktu disimpan di lemari) dan roh itu tidak terpaut ke tubuh untuk
menunjukkan bahwa roh itu hidup. Roh itu dapat dibayangkan sebagai sesuatu yang
mengandung energi yang siap digunakan TUHAN dalam peristiwa kebangkitan atau
apabila TUHAN membuat manusia itu hidup kembali. Pemahaman ini bersesuaian
dengan berita pembangkitan orang mati yang dilihat oleh Yehezkiel, di mana ada
roh yang disuruh untuk masuk ke tubuh yang sudah terbentuk atas perintah TUHAN.
(“Dan nafas hidup (haruaḥ) itu masuk di dalam mereka,
sehingga mereka hidup kembali”, Yeh.37:10b). [Di sini dikatakan yang masuk itu
bukan nišmat hayyîm melainkan roh (ruaḥ), yaitu yang kembali kepada TUHAN
sewaktu manusia mati]. Dalam konteks
pemahaman Perjanjian Baru, setiap manusia punya nama, yang dalam pemahaman
kristiani nama itu diberikan sewaktu manusia itu dibaptis dalan nama Allah
Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh dan nama itu berada di “tangan” TUHAN hingga tiba hari kebangkitan orang mati
terjadi. Nama baptis itu tertulis dalam Buku Kehidupan. Sebenarnya kaum Saduki
harus memahami adanya kebangkitan itu, karena hal itu bagian dari kesaksian
iman dalam Perjanjian Lama. Kaum Saduki tahu bahwa kaum Farisi dan umat Yahudi
lainnya, termasuk Yesus Kristus percaya tentang adanya kebangkitan atau
peristiwa orang mati hidup kembali. Saduki menguji kebenaran iman itu, dan
Yesus menjawabnya dengan baik (Luk.20:39: LAI. TB: tepat sekali). Tetapi
pengikut Yesus harus memahami jawaban Yesus itu juga dengan tepat, dalam
konteks keimanan yang diwariskan dari mulai zaman PL hingga sekarang. Dari
pemahaman itu akan semakin dimengerti betapa pentingnya berada sebagai orang
yang hidup di hadapan TUHAN yang hidup.
4.
Percakapan mengenai kebangkitan orang mati
berhubungan dengan masa depan manusia setelah kehidupannnya di dunia ini dan
setelah dia melewati masa kematian. Bukan hanya iman kristen dan ajaran kitab
suci umat Kristen yang berbicara tentang kebangkitan orang mati atau
dihidupkannya kembali orang-orang yang telah mati. Banyak agama (seperti Islam,
Hindu, Buddha, Zoroaster, Bahai, Parmalim, Pemena, bahkan filsafat juga) berbicara
tentang hidup dibalik (setelah) kehidupan manusia di dunia. Hidup di dunia
ternyata lebih singkat daripada hidup setelah selesai kehidupan di dunia ini. Hidup
setelah hidup di dunia ini sedikitnya ada dua macam, yakni hidup tersiksa/menderita
di neraka, atau hidup senang di Firdaus/sorga tempat TUHAN berada dan bersama
TUHAN. Tetapi bagaimana hidup di sorga (Firdaus) dan bagaimana hidup setelah
kebangkitan dari kematian, para beriman dari berbagai agama itu menguraikan/ mengutarakan
teologia dan pemahaman masing-masing, sejauh masing-masing dapat
menggambarkannya. Dari semua uraian yang ada itu, yang paling dapat dipercayai
dan dipegang sebagai kebenaran adalah apabila TUHAN atau Pemilik Sorga dan Yang
Turun dari Sorga ke dunia menguraikannya kepada manusia.
5.
Salah satu pemahaman tentang hidup setelah
kebangkitan dari mati adalah yang dipegang teguh oleh kaum Yahudi (kecuali
Saduki) dan kaum Kristen (pengikut Yesus). Hidup setelah kebangkitan tidak
masuk di nalar/pikiran kaum Saduki karena analogi logis yang dibuat mereka
antara ajaran Musa dan hidup di dunia dan hidup setelah kebangkitan. Mereka
tahu, bahwa hukum Musa mengaturkan, bahwa seorang janda yang tidak punya anak
diwajibkan nikah kepada saudara suaminya, dan hal itu bisa terjadi kepada
beberapa saudara suaminya sampai ada lahir keturunan bagi suami pertama dari
janda itu (dalam nats ini janda itu nikah kepada tujuh bersaudara, setelah
masing-masing mati tanpa memberi keturunan). Janda itupun mati tanpa keturunan.
Kalau ada nanti kebangkitan orang mati, janda dan tujuh laki-laki bersaudara
itu juga bangkit, bagi Saduki menjadi pertanyaan: Siapa dari tujuh laki-laki
itu sebagai suami bagi janda tersebut, sebab kaum Jahudi di bumi atau di dunia
manapun dilarang poliandri (punya banyak suami). Poligami (punya isteri lebih
dari satu) tidak dilarang. Menurut analisa Saduki, kalau nanti di masa setelah
kebangkitan orang mati, si janda itu punya tujuh suami, maka jelas dia melanggar
hukum Musa. Menurut kaum Saduki, karena
hidup setelah kebangkitan orang mati yang sedemikian melanggar Firman TUHAN,
maka lebih baik bagi mereka tidak percaya tentang adanya kebangkitan orang
mati. Dengan demikian, logika manusia bisa saja menghambat manusia mempercayai
adanya peristiwa oleh kemahakuasaan TUHAN. Hukum-hukum agama yang selalu
didasarkan kepada pemikiran logis (kemasuk-akalan) dan penganalogian atau
penyamaan hidup di dunia dengan hidup di sorga (dengan hidup sesudah
kebangkitan orang mati), bisa membuat orang jatuh kedalam banyak pencobaan dan
bertabiat mencobai. Perhatikanlah agama-agama atau paham-paham rasionalistis
yang sedang berkembang di dunia sekarang ini. Iman adalah Yang Pasti, tetapi
dalam hal-hal yang pasti ada yang masuk akal (terjangkau ratio manusia), dan
ada juga yang tidak masuk akal (di luar jangkauan ratio manusia), yang
didalamnya termasuk karya TUHAN. Agar hidup manusia di dunia dan di sorga baik,
tentang dua hal itu perlu diimani.
6.
Jawaban yang diberikan Yesus kepada Saduki itu
merupakan pemahaman revolusioner, yang
mengubah paradigma dan pemahaman manusia (bahkan seluruh umat beragama) tentang
kehidupan manusia semasa hidup di dunia dan kehidupan manusia di masa sesudah
orang-orang mati dihidupkan kembali. Yesus mengubah pemahaman tentang hidup di
dunia orang yang dihidupkan kembali dari mati. Ada kemungkinan bahwa tidak
semua orang yang ada di dunia ini layak mengalami kehidupan di dunia yang lain
itu. Yang hidup di sana adalah “yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam
dunia yang lain itu”. Yang dianggap paling tidak layak untuk mendapat bagian
dalam dunia yang lain itu adalah orang yang tidak mengakui adanya kebangkitan
(seperti Saduki) dan orang yang tidak mengikut kepada “penghulu kebangkitan”
itu (yakni: Yesus). Dunia yang lain itu adalah dunia atau tempat orang yang
dibangkitkan untuk kehidupan sorgawi. Yang tidak layak mendapat bagian di sana
adalah orang yang dibangkitkan untuk
kehidupan neraka, sebagai akibat dari pada penyangkalannya terhadap adanya kebangkitan
dan terhadap Yesus, “penghulu kebangkitan”.
Orang-orang di dunia ini kawin dan dikawinkan, sedangkan di dunia
yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan
tidak dikawinkan. Kawin = gamousin
(Yunani) = ber-gami (ber-suami-isteri); dikawinkan = gamizontai (Yunani) =
dibuat jadi ber-gami (ber-suami-isteri). Mengapa di dunia yang lain itu tidak
ada lagi kawin dan dikawinkan? Karena manusia yang hidup kembali itu tidak
perlu lagi melahirkan anak/keturunan, sebab mereka tidak dapat mati lagi. Kawin
dan dikawinkan diperlukan di dunia, karena manusia itu akan mati, dan oleh
karena itu manusia membutuhkan regenerasi atau keturunan. Perlu diperhatikan di
sini, bahwa yang tidak ada di dunia yang lain itu “hanyalah” soal kawin dan
dikawinkan, yang merupakan pembeda utama antara hidup di dunia ini dengan hidup
di dunia yang lain itu. Hal-hal lainnya diyakini semuanya “sempurna” di dunia
yang lain itu, karena manusia yang dibangkitkan itu berada bersama TUHAN yang
sempurna. Menurut Yesus mereka yang dibangkitkan menjadi (1) sama seperti
malaikat-malaikat; dan menjadi (2) anak-anak Allah. Walaupun tidak kawin dan
tidak dikawinkan, mereka semua yang dibangkitkan dan tidak mati lagi dan berada
di dunia yang lain itu (di sorga/Firdaus) menjadi satu “keluarga”, yakni
keluarga “anak-anak Allah”. Sebutan bagi mereka sebagai “anak-anak Allah”
membedakan mereka dari “malaikat-malaikat”, sebab para malaikat tidak pernah
disebut sebagai “anak-anak Allah”, melainkan sebagai “bala tentara Allah”. Dan
keberadaan mereka “sama seperti malaikat-malaikat” (Ibrani: ki sawîm hem lammal’akîm / Yunani: isaggeloi gar eisin) menjelaskan bahwa mereka, walaupun punya
wujud yang bisa dilihat, wujud mereka tidak seperti wujud manusia biasa (tidak
bertubuh alamiah atau bertubuh duniawi), melainkan berwujud “roh”, yang
merupakan wujud para manusia yang dibangkitkan dari kematian. Dalam bahasa
Paulus: mereka mendapat wujud tubuh
sorgawi (1 Kor.15:40) atau tubuh
rohaniah (1 Kor.15:44). Wujud mereka menjadi menyerupai wujud Yesus yang
bangkit dari mati dan hidup kembali. (baca: Luk.24:36-49; Yoh.20:11-29). Penjelasan Yesus tentang kebangkitan orang
dari kematian ini juga merupakan pengajaran mempersiapkan para murid-Nya memahami peristiwa kebangkitan
Yesus sebagaimana DIA telah beritakan kepada mereka.
7.
Menurut Yesus, tentang bangkitnya orang-orang
mati, Musa telah memberitahukannya dalam nas tentang semak duri, di mana TUHAN
disebut Allah Abraham, Allah Ishak,
Allah Yakub. Nas tentang semak duri diberitakan dalam Keluaran 3. Dalam berita
Keluaran 3 tidak dikatakan dengan jelas tentang bangkitnya orang-orang mati,
tetapi diberitakan tentang ke-TUHAN-an dan kuasa Allah, dan keberadaan Yahowa
(TUHAN), dan namanya ’ehyeh ’aÅ¡er ’ehyeh
yang dapat diterjemahkan dengan “AKU Ada yang AKU Ada” (LAI TB: AKU adalah AKU;
atau AKULAH AKU) dan Nama ini yang dapat dimengerti juga dengan: “AKU membuat
ada yang AKU buat ada” (= AKU MENCIPTA), serta eksistensi-Nya sebagai Allah
yang hidup dan Allah orang hidup. Ini semua menuntun kepada pemahaman bahwa
Yahowa adalah TUHAN yang kuasa-Nya mampu bukan hanya mencipta atau
mendengar/melihat penderitaan umat Israel di Mesir, melainkan juga membuat
orang mati hidup kembali atau membangkitkan manusia yang sudah mati dan
dikuburkan. Kesimpulan seperti itu dapat ditemukan seseorang, kalau seseorang
itu memahami kesaksian Kitab Suci. Ini yang - menurut Yesus - tidak dipahami
dan ditemukan oleh Saduki. Mudah-mudahan juga pembaca berita “semak duri” dalam
Kel.3 yang sekarang, juga dapat menemukan makna daripada berita tersebut.
Yahowa yang memperkenalkan diri kepada Musa di Gunung Horeb/Sinai
menyebut dirinya Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Ada dua hal yang
hendak ditunjukkan penyebutan ini, yakni yang pertama, bahwa dia bisa menjadi
Allah untuk tiga generasi itu, karena DIA adalah Allah yang hidup, bukan Allah
yang mati. Penyataan diri-Nya sebagai Allah yang hidup berkelanjutan dari zaman
Abraham kepada Abraham, lalu di zaman Ishak kepada Ishak, dan di zaman Yakub
kepada Yakub. Yahowa Elohim itu adalah TUHAN Allah yang menyapa dan bergaul
dengan tiga kakek-moyang Israel tersebut.
Yang kedua adalah, bahwa Abraham, Ishak dan Yakub, para kakek moyang
Israel ini, berada bersama Yahowa Elohim di sorga. Walaupun mereka sudah mati
dari dunia ini, dan roh mereka kembali kepada TUHAN Pencipta roh mereka
masing-masing, hidup mereka berada di tangan TUHAN Yahowa, dan kehidupan mereka
itu di dunia “sana” tidak sama dengan
kehidupan mereka sewaktu berada/hidup di dunia ini. Pemahaman yang ketiga tentang mati yang
diterangkan di atas berhubungan dengan keadaan Abraham, Ishak dan Yakub di
sorga. Yang dikatakan manusia “mati” (karena roh manusia itu kembali kepada
TUHAN), bisa saja dikatakan TUHAN “hidup” di hadapan-Nya. Dari itu dimungkinkan
adanya cerita tentang Lazarus yang miskin dan orang kaya, di mana Lazarus
diberitakan berada di pangkuan Abraham dan ada percakapan Abraham dengan orang
kaya yang berada di tempat penderitaan (Lukas.16:19-31).
8.
TUHAN Yesus Kristus (Yahweh Yeshua Hammasiah) bukan Allah orang mati, melainkan Allah
orang hidup, sebab di hadapan DIA semua orang hidup. Yesus pernah
menegaskan kepada Maria dan Marta (saudari-saudari Lazarus), para murid-Nya dan
orang banyak yang mengikuti-Nya: "Akulah kebangkitan dan hidup;
barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap
orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya”
(Yoh.11:25-26a). Siapakah yang dimaksud dengan semua orang (Yunani: pantes), dalam kalimat sebab di hadapan DIA semua orang hidup?
Tentu saja yang dimaksud dengan semua
orang (pantes) adalah (a) semua
manusia yang sudah mati di dunia ini tetapi masih hidup di hadapan TUHAN, dan (b)
semua manusia yang masih hidup di dunia ini. Manusia yang hidup sesudah mati di
dunia ini ada dua macam, yakni (a.1) manusia yang dihidupkan kembali lalu
dimasukkan di dunia orang mati (di
neraka), karena tidak layak masuk di Sorga/Firdaus, dan (a.2) manusia yang dihidupkan
kembali lalu dimasukkan di dunia kehidupan (Sorga/Firdaus), karena layak masuk
Sorga/Firdaus. Semua manusia inilah yang
dihakimi oleh Tuhan Yesus Kristus, apabila kelak DIA akan datang kembali untuk
menghakimi orang yang hidup dan yang mati.
9.
Karena TUHAN Yahowa yang dikenal dalam dan
melalui Tuhan Yesus Kristus adalah Allah orang hidup, diharapkan semua manusia,
terutama manusia yang menjadi pengikut Yesus, harus menjadi orang-orang yang hidup, baik di dunia ini
maupun di dunia yang lain itu (Sorga/Firdaus). Orang yang hidup di hadapan
Allah, dan yang layak hidup di dunia yang lain itu (Sorga/Firdaus) adalah orang
yang: (1) mengenal dan mengaku Yahowa yang dikenal dalam Yesus Kristus sebagai
TUHAN, sebagaimana disaksikan di dalam Kitab Suci Alkitab (PL dan PB); (2)
menyambut dan mengimani semua karya TUHAN yang dikerjakan-Nya bagi manusia yang
disaksikan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru; (3) menjalankan
kehidupannya di dunia ini sesuai dengan apa yang diaturkan oleh TUHAN Yesus
Kristus (terutama menjalankan hukum kasih dan hukum emas). (4) kalau dia mati
di dunia ini, rohnya kembali kepada TUHAN dan layak dihidupkan kembali dan
ditempatkan oleh TUHAN di Sorga/Firdaus, karena namanya tertulis dalam Kitab
Kehidupan; (5) di sorga/Firdaus dia akan menikmati kehidupan yang sempurna;
tetapi ada dua hal yang tidak akan dinikmatinya di sorga/Firdaus yaitu kawin
atau dikawinkan dan mati lagi. Sebagai anak-anak Allah yang berwujud
malaikat-malaikat, yang hidup di sorga/Firdaus, mereka tidak diperbudak oleh
nafsu seksual, dan hidup mereka kekal adanya, hidup yang sempurna seperti hidup Bapanya yang sempurna. Jadi
dapat dikatakan, bahwa adalah sangat berguna bagi pengikut Yesus apabila mereka
hidup di dunia ini, untuk mempersiapkan mereka hidup di Sorga/Firdaus. Buah-buah
pertobatan, yang berupa buah-buah Roh, harus dinampakkan dalam hidup para
pengikut Yesus di dunia ini. Itu semua dikerjakan agar yang bersangkutan
mengalami kesempurnaan hal-hal itu di sorga/Firdaus. Untuk itulah tugas Huria
Kristen, yakni membimbing para pengikut
Yesus menjalankan hidup yang berkenan kepada TUHAN Yesus Kristus. Serukanlah
kepada semua pengikut Yesus Kristus: Jadilah orang hidup di hadapan TUHAN ALLAH
yang hidup. Amen!
Pematangsiantar, 24 Oktober 2016. Pdt. Langsung Maruli Basa Sitorus
(Pdt. LaMBaS).
