MINGGU VI SETELAH TRINITAS TGL. 3 JULI 2016, EVANGELIUM: GALATIA 6:7-16

17.12.00 0 Comments A+ a-

GALATIA

6:7 Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.
6:8 Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.
6:9 Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.
6:10 Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.
6:11 Lihatlah, bagaimana besarnya huruf-huruf yang kutulis kepadamu dengan tanganku sendiri.
6:12 Mereka yang secara lahiriah suka menonjolkan diri, merekalah yang berusaha memaksa kamu untuk bersunat, hanya dengan maksud, supaya mereka tidak dianiaya karena salib Kristus.
6:13 Sebab mereka yang menyunatkan dirinya pun, tidak memelihara hukum Taurat. Tetapi mereka menghendaki, supaya kamu menyunatkan diri, agar mereka dapat bermegah atas keadaanmu yang lahiriah.
6:14 Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.
6:15 Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya.
6:16 Dan semua orang, yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan ini, turunlah kiranya damai sejahtera dan rahmat atas mereka dan atas Israel milik Allah.

JADILAH MENJADI ORANG YANG ADA ARTINYA,
DAN LAKUKANLAH YANG ADA ARTINYA

1.   Waktu menafsirkan Gal.2:15-21 (Epistel 12 Juni 2016) sudah diterangkan sedikit tentang surat Galatia. Dalam mengakhiri suratnya ke jemaat Galatia, Paulus memberi nasihatnya yang tidak kalah pentingnya dari nasihat sebelumnya. Semua nasihat itu (termasuk yang di sini) sangat berkaitan erat dengan kepercayaan kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan, Juruselamat dan yang telah memenuhi segala tuntutan hukum Taurat, serta memperbaharui paradigma beragama umat TUHAN sepanjang masa.

2.   Di pasal 6 itu Paulus mengajak jemaat agar kalau ada yang terjatuh ke dalam dosa (atau melakukan pelanggaran), yakni pelanggaran terhadap hukum kasih yang dari Kristus, maka dia yang rohani tampil dan harus bekerja segiat mungkin untuk menuntun orang yang  berdosa itu agar kembali ke jalan yang benar, sambil menjaga dirinya agar jangan menjadi turut terjatuh ke dalam dosa. Untuk itu dalam memimpin orang berdosa kembali ke jalan benar, pemimpin itu  sangat perlu dan diwajibkan melakukan  metode “lemah lembut”. Itu sesuai ajaran Yesus, yang mengatakan: “Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi!” (Mat.5:5). Kelemah-lembutan selalu berhasil memenangkan manusia bagi Yesus Kristus. Pemimpin yang menggembala, akan jatuh ke dalam dosa apabila metodenya salah. Misalnya dia melakukan metode kasar, dan “menghakimi”.  Metode “kasar” dan “menghakimi” akan membuat seorang pedosa menjadi semakin dalam masuk ke jurang dosa. Setiap gembala harus meniru Tuhan Yesus seperti disaksikan dalam nyanyian: “Sungguh lembut Tuhan Yesus memanggil....”  Dalam kelembutannya, pemimpin yang menggembala (melakukan pastoral) harus bersedia bertolong-tolongan menanggung beban bersama orang yang dituntunnya kembali ke jalan benar. Langkah ini merupakan pemenuhan hukum kasih Kristus. Kalau yang melakukan pastoral tidak mau merasakan beban orang yang digembalainya, maka si gembala sudah melangkah mau jatuh ke dalam dosa. Yang terbaik, apabila si gembala dapat mengambil alih beban orang yang digembalainya. Kalau gembala datang kepada yang digembalai sebagai seorang hakim yang memvonniskan  hukuman berat bagi yang digembalainya (atau bagi orang berdosa yang akan dituntun kembali ke jalan yang benar), mungkin si gembala merasa sudah mewakili Tuhan Yesus melakukan tugasnya, dan merasa dirinya sudah sangat berarti. Tetapi sebenarnya perbuatan dan persangkaan diri sedemikian  menunjukkan diri si gembala sangat tidak berarti, bahkan menjadi faktor penambah kerusakan dalam diri orang yang digembalai tersebut. Makanya agar jangan jatuh ke dalam praktek ‘penghakiman’ dan ‘penghukuman’ terhadap orang lain (yang berdosa),  gembala dan yang digembalai sebaiknya mengevaluasi perbuatan-perbuatan masing-masing. Karena masing-masing yang bertanggungjawab atas perbuatannya. Kalau si gembala berdosa karena melakukan metode yang salah dalam menggembalai, hukuman terhadap dia dari TUHAN akan menjadi lebih berat dibanding hukuman terhadap orang yang digembalainya (apalagi si pedosa itu kembali ke jalan TUHAN, walau metode penggembalaan yang dia alami sangat bertentangan dengan ajaran Yesus Krisus). Seorang gembala (pelaku pastoral) menjadi pengajar bagi yang dipastoralinya. Ilmunya diterapkan di sana. Tetapi si gembala jangan lupa kepada orang yang menjadi gurunya, dalam segala hal. Maka setiap gembala harus berusaha menyampaikan pengajaran Gembala Agung kepada orang lain (yang digembalainya) tetapi dia tidak boleh lupa bersyukur kepada Gembala Agung yang menjadi Guru Agung bagi si gembala. Dalam menghormati Yesus Kristus pelaku pastoral itu juga akan sekaligus menghormati para rekan-rekannya gembala umat (Gal.6:1-6).

3.     Setelah nasihat itu Paulus tegas mengatakan agar jemaat Galatia tetap berjalan di jalan yang benar, dengan mengatakan: Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya! Jalan sesat yang sering ditempuh banyak pengerja huria adalah: mempermainkan (muktÄ“rizô) TUHAN. Mempermainkan TUHAN berarti melakukan perbuatan yang sebenarnya demi kepentingan pribadi orang yang melakukannya, tetapi mengatakan apa yang dilakukannya itu demi kepentingan TUHAN. Perhatikanlah yang dilakukan oleh Hofni dan Pinehas, anak-anak Imam Eli, yang mengambil yang terenak dari kurban persembahan kepada TUHAN untuk mereka santap, tetapi mereka katakan itu adalah untuk TUHAN. Akhirnya mereka dihukum oleh TUHAN. (baca: 1Sam.2:11-36). Sering orang mempermainkan TUHAN dalam hal kemauan/kesediaan “merayakan dan menguduskan” hari ketujuh. Juga termasuk perbuatan “mempermainkan TUHAN” apabila seorang leaki-laki melegalisasi dirinya beristeridua (berpoligami) dengan alasan bahwa si laki-laki tersebut kasihan melihat perempuan janda yang punya  anak, yang dijadikannya isteri kedua/ketiga. Mereka memerlukan ayah, katanya. Itu dibuat seolah-olah tindakan yang disetujui TUHAN, padahal tidak. Tanpa menikahi perempuan janda punya anak, seorang laki-laki yang telah beristeri dapat mengayomi  janda tersebut dan anak-anaknya. Kaum LGBT (Lesbian, Gay, Bisekxual, Transgender) menuntut agar Huria melegalkan pernikahan manusia sama jenis kelamin, dan apabila Huria meng-ya-kan tuntutan mereka, baik Huria maupun LGBT itu terhitung sebagai “mempermainkan TUHAN”. LGBT adalah manusia biasa, tidak bercacat, tanpa dosa, tetapi kalau nikah sama jenis kelamin, itu berarti mempermainkan TUHAN, dan dengan demikian yang nikah sama jenis kelamin itu  jatuh ke dalam dosa. Terkutuklah gereja-gereja yang sudah merestui perkawinan/pernikahan manusia yang sama jenis kelaminnya. Kalau LGBT mengatakan bahwa “nikah sama jenis kelamin” merupakan hak azasi, itu berarti bahwa hak azasi mereka lebih rendah dari hak azasi babi yang ada di desa-desa. Mungkin hak azasi babi lebih tinggi lagi dari hak azasi mereka, sebab babi jantan atau babi betina atau babi sining tahu babi mana yang seharusnya dia kawini.  Orang yang memproduksi, mengedarkan narkoba untuk mencari uang, yang katanya demi kepedulian terhadap orang-orang miskin, anak-anak terlantar, orang itu terhitung sebagai manusia yang mempermainkan TUHAN.
Imam-imam (pengerja Huria) yang menyelewengkan persembahan berarti menabur benih korupsi di tengah masyarakat. Dengan demikian, Huria akan menuai buah dari korupsi itu, yakni akan begitu banyak warganya yang melakukan korupsi, dengan alasan: Sedangkan para pengerja Huria saja sudah korupsi, apalagi kami –kami ini.  Kemudian akan semakin banyak anggota Huria itu yang ditangkap dan dipenjarakan karena korupsi. Persembahan pun menjadi hasil korupsi.  LGBT yang melakukan perkawinan (pernikahan) manusia sama jenis kelamin, akan menaburkan anak-anak yang ayah dan ibunya tidak ada, dan kebohongan demi kebohongan akan terus menerus bertambah. Karena anak yang diasuh atau diadopsi sepasang suami-isteri yang sama jenis kelaminnya, selalu akan berdusta apabila ditanya: Siapa nama ayahnu. Jawabnya: Mrs. Sillak boru Deak Paujar. Atau  kalau ditanya : Siapa ibunya, dia akan menjawab: Tuan Poltong Pardagaldagal. Masya ayah seorang boru (perempuan), dan ibu seorang tuan (laki-laki)? Maka agar jangan  menuai kebohongan-kebohongan di tengah masyarakat, sebaiknya LGBT selaku manusia yang melihat dirinya manusia normal, tidak mencari pasangan manusia yang sama jenis kelaminnya dengannya. Lesbian bisa nikah dengan Gay dan sebaliknya. Bisexual bisa nikah dengan laki-laki normal atau Gay. Pasangan Lesbian dan Gay menjadi satu keluarga berhak mengadopsi anak, dan anak itu nantinya tidak bohong lagi apabila menerangkan siapa ayahnya dan siapa ibunya. Ayahnya pasti laki-laki yang gay, dan ibunya pasti perempuan yang lesbian. Status Gay (bagi seorang laki-laki) dan status Lesbian bagi seorang perempuan bukan seorang yang memalukan lagi di masa depan. Tetapi status itu dapat menabur hal-hal yang baik, dan janganlah menaburkan hal-hal yang buruk (buah daging semata-mata). Kalau demikian, setiap LGBT berhasil bebas dari perbudakan seksual, dan berhasil merajai nafsu seksualnya, yang mungkin menurut dia sendiri sebagai “normal” atau “tidak normal”. Yang hypersex saja disuruh berjuang mengendalikan nafsu sexualnya, dan agar tidak mau diperbudak nafsu sexualnya. Tidak ada ubahnya terhadap manusia-manusia yang mengatakan dirinya “manusia normal dalam nafsu sexual dan kelamin”, diaturkan agar mengendalikan nafsu seksualnya, dan tidak diperbudak nafsu seksualnya. Mereka kebanyakan berhasil. Produsen narkoba dan pengedar narkoba menaburkan bibit penyakit saraf, yang membuat pengguna narkoba itu rusak mental, rusak badan, dan rusak dalam segala hal, dan sangat sulit dipulihkan kembali. Maka apabila narkoba terus menerus “ditaburkan”, yang akan dituai oleh produsen narkoba dan pengedar narkoba bukan lagi uang, melainkan para pecandu narkoba yang juga akan membunuh para produsen dan pengedar narkoba itu. Suatu saat nanti, bukan polisi lagi yang menindak para produsen narkoba dan pengedar narkoba, tetapi para korban-korban narkoba itu sendiri, yang berubah menjadi barisan berani mati untuk melawan para produsen dan pengedar narkoba yang merusak mereka. Sedangkan yang menabur asap rokok (yang sekaligus benih kanker paru-paru) ke dalam paru-parunya, akan menuai kematian karena kanker paru-paru. Inilah beberapa contoh dari orang yang menabur dalam dagingnya dan ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya. Banyak lagi contoh kecil-kecilan: Siapa yang selalu mengasah pedang terhadap orang lain (membunuh) akan dimakan pedang. Siapa yang mengasah senjata nuklir, akan menuai ledakan nuklir juga. Siapa yang menabur Hosom, Teal, Elat, Late, maka dia akan menuai Hosom Teal, Elat, Late juga. Siapa yang menabur “penipuan” akan menuai “penipuan” juga. Siapa yang menabur “harta illegal” akan dimiskinkan juga secara illegal bahkan secara legal. Dalam Gal.5:19-20 Paulus menyebut sedikitnya 15  perbuatan daging, yang kalau itu ditaburkan, maka yang dituai akan itu juga. Dan kalau itu yang terjadi, maka umat manusia  akan lebih jahat lagi dari manusia di zaman Sodom dan Gomora. Mereka yang demikian tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah, tetapi mendapat bagian dalam bencana kemanusiaan.

4.      Tetapi barangsiapa  menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu. Dalam Gal.5:22 Paulus menyebutkan beberapa dari buah-buah Roh, yakni: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Di bagian lain dari kesaksian Alkitab, banyak lagi hal-hal yang dapat digolongkan sebagai buah Roh. Misalnya: penghiburan, perlindungan, hikmat, keberanian, penguatan, dll.  Buah-buah Roh ini dapat ditaburkan, tetapi Paulus meminta agar itu ditaburkan dalam Roh. Jadi yang dari Roh harus ditaburkan dalam (Yunani: eis) Roh. Mengapa harus dalam Roh? Karena banyak hal-hal yang seperti buah-buah Roh itu di peradaban dunia, dan agama –agama yang lain. Dan buah-buah Roh ini bisa juga ditabur dalam ideologi, dalam adat istiadat, dalam kebudayaan, dalam politik, dan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, tanpa menaburnya dalam Roh. Tetapi Paulus menasihatkan agar “ladang” penaburan  buah-buah Roh itu lengkap dan sempurna, buah-buah Roh itu harus juga ditabur dalam Roh, yakni dalam Roh Kudus, Roh Tuhan Yesus, yang telah menyediakan hidup yang kekal bagi setiap manusia yang bersedia menerimanya melalui iman kepada Yahowa dalam Yesus Kristus. Jadi orang yang menaburkan buah Roh dalam ideologi mengatakan: “Saya taburkan buah-buah Roh ini dalam ideologi Pancasila (adat-istiadat, kebudayaan, politik, pengembangan iptek) di dalam Roh Kudus, Roh Tuhan Yesus Kristus!” Bila demikian halnya, maka buah-buah Roh itu akan tumbuh subur dalam ideologi Pancasila (adat-istiadat bangsa Indonesia, kebudayaan bangsa Indonesia, dan dalam politik Indonesia maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia). Apa hasilnya? Selain ideologi, politik, budaya, adat dan ip-tek Indonesia sangat maju dan sangat baik, ada satu lagi yang sangat penting akan dituai, yakni “hidup yang kekal”. Indonesia bisa “kekal”, dan warganya menjadi “pewaris hidup yang kekal”.   Orang yang menabur buah Roh dalam Roh – dikatakan – akan menuai “hidup yang kekal” dari Roh itu. Hasil-panen dari buah Roh yang ditabur dalam Roh di musim panen (tuaian) adalah “hidup yang kekal”. Jadi menabur buah Roh adalah ibarat membuat “kopi susu”: tersedia air mendidih, gula, kopi dan susu, lalu semua ditaruh (ditabur) dalam gelas dan dikocok, dan hasilnya yang dituai adalah kopi susu, bukan lagi kopi, gula, susu dan air mendidih; bukan seperti: ubi ditanam, maka hasilnya yang dituai adalah ubi juga. Tuaian dari buah Roh yang ditabur dalam Roh berbeda proses dan hasil tuaian dari perbuatan daging yang ditabur.  Hidup yang kekal telah disediakan oleh TUHAN Yahowa dalam Yesus Kristus bagi setiap manusia. Tetapi siapa yang berhasil mendapatkannya adalah yang menabur buah-buah Roh tersebut. Sama seperti seorang tuan rumah telah menyediakan “kopi susu” bagi tamunya dengan meletakkan air mendidih, gula, kopi, susu di atas meja tamu. Tamu yang datang berhasil mendapat dan menikmati kopi susu, kalau tamu itu segera menyatukan (menabur) bahan-bahan itu dalam gelas  untuk menjadikan kopi susu yang ada itu. Lalu si tamu dapat menikmati kopi susu.

5.   Dari apa yang diterangkan di atas, kiranya semakin jelas bagi Huria Kristen tentang hubungan perbuatan baik dengan penuaian kehidupan yang kekal. Air mendidih, kopi, susu dan gula merupakan ibarat untuk setiap perbuatan baik. Seorang beriman kepada Yahowa dalam Yesus Kristus (telah dan sedang) dianugerahi keselamatan dan pengampunan dosa, (secara sola gratia), yang menghantar dia untuk masuk ke dalam kehidupan yang kekal. Roh Kudus akan memelihara hidup orang beriman itu dalam proses menuju kehidupan yang kekal yang akan dinikmatinya. Dalam proses pemeliharaan itulah, orang beriman harus melakukan (menaburkan) buah-buah Roh dalam Roh, sehingga (sekarang dan nanti) dia benar-benar menuai kehidupan yang kekal yang dianugerahkan itu. Kalau ada tangan memberi, maka harus ada tangan yang menerima, sehingga pemberian sampai dengan baik. Sewaktu tangan TUHAN diulurkan menganugerahkan (memberikan) kehidupan yang kekal (dengan proses: pengampunan dosa, dan penyelamatan yang dilakukan TUHAN dalam salib,kematian dan kebangkitan Kristus), maka tangan manusia beriman akan menyambut dengan: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri, dan buah Roh lainnya. Menaburkan buah-buah Roh ini merupakan proses tangan manusia beriman mengulurkan tangan menerima hidup yang kekal yang diberikan TUHAN secara sola gratia; bukan untuk mempengaruhi TUHAN agar menganugerahkan kehidupan kekal itu kepada yang melakukannya. Dalam pemahaman seperti itu, tepat yang dianjurkan Paulus, agar setiap orang beriman tidak jemu-jemu berbuat baik (menaburkan dan memelihara buah-buah Roh), dan tidak menjadi lemah sampai akhir hidupnya.  Orang beriman harus berjuang sampai “menang” sebagai “pelaku firman” dan berhasil melakukan (menaburkan) buah-buah Roh itu sampai dia menghembuskan nafasnya yang terakhir. Bandingannya: Seorang petani yang sudah bekerja dari mulai membajak sawahnya, menabur benihnya, memelihara tanamannnya, memupuknya, dan tanamannya benar-benar  berbuah lebat. Tetapi petani itu akan gagal menuai tanamannya yang sudah berbuah lebat dan siap dipanen itu, kalau si petani menjadi lemah karena sakit  (misalnya lumpuh) atau karena mati  sebulan sebelum hari memanen/menuai tiba. Jadi seorang beriman harus mengurus dirinya agar sehat jasmani dan rohaninya, dan sehat pemeliharaannya terhadap buah Roh itu sampai masa/saat penuaian. Itulah yang disebut tidak jemu-jemu berbuat baik.  Kesempatan berbuat baik adalah pada masa hidup di dunia ini. Tidak seperti dikatakan para penganut agama Buddha di dataran Tiongkok, yang mengatakan: “Nanti saya akan membalas budi baik saudara di alam kehidupan berikutnya!”, sewaktu seseorang yang merasa tertolong hendak menghembuskan nafas terakhir.

6.      Kesempatan bagi pengikut Yesus untuk berbuat baik adalah setiap waktu yang diberikan TUHAN kepadanya. Jadi “jangan tunggu sampai besok melakukan apa yang baik yang bisa dikerjakan pada hari ini”, kata orang Inggris (Don’t wait till tomorrow, what you can do today). Itu sama artinya, apabila seseorang diajak melayani TUHAN, dengan mengatakan: ‘Jangan tunggu sampai pensiun dulu, baru mau menjadi pelayan TUHAN.’ ‘Jangan tunggu harus menjadi kaya dulu, baru mau berpartisipasi untuk pembangunan rumah TUHAN.’ ‘Jangan tunggu harus mati dulu, baru menikmati kehidupan sorgawi.’ ‘Jangan tunggu sampai setelah keliling dunia dulu, baru membangun rumah tangga.’ ‘Jangan tunggu sampai setelah matahari terbenam, barulah mengampuni dosa orang yang bersalah.’ Tetapi selesaikanlah pekerjaanmu yang baik hari ini, seolah-olah tidak ada lagi hari esok kesempatan untuk mengerjakannya.’  ‘Layanilah umat sebanyak mungkin hari ini, seolah-olah hari esok tidak ada lagi waktu bertemu dengan dia.’ Menurut  Paulus ada dua kelompok orang yang menjadi objek perbuatan baik dari pengikut Yesus, yaitu: (1) semua orang, dan (2) terutama kawan-kawan seiman. Pengutamaan kawan-kawan seiman tidak menjadi alasan untuk melupakan orang-orang yang tidak seiman dengan pengikut Yesus. Pengutamaan kawan-kawan seiman bertujuan agar kawan-kawan seiman itu segera dapat membantu untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik kepada semua orang. Hal itu sangat penting diperhatikan Huria Kristen Galatia, sehingga Paulus menulis kepada mereka dengan “huruf-huruf” yang besar dengan tangannya sendiri. “Besarnya huruf-huruf” berarti  ditulis “dengan sangat jelas dan terang, sehingga tidak mungkin salah baca dan salah mengerti."

7.  Jemaat Huria Kristen Galatia sedang dilanda ajaran pemberita Injil yang mengatakan bahwa menjadi pengikut Yesus harus juga disunat, agar kekristenannya sempurna, dan sebagai kelanjutan dari agama Yahudi yang diperbaharui. Paulus sangat menentang “penjahudian” umat Kristen, terutama pemaksaan mereka melakukan sunat. Paulus melihat, bahwa para pemberita Injil (yang menurut Paulus merupakan Injil yang lain) itu membuat jemaat Kristen demikian, agar ada alasan mereka bahwa mereka tidak bergeser dari agama Yahudi, lalu mereka tidak ikut diadukan para pemimpin agama Yahudi agar ditangkap oleh pemerintah Romawi. Waktu itu pemerintah Romawi dan tokoh-tokoh Yahudi sedang berkolusi untuk melenyapkan kelompok Kristen yang mulai tumbuh, dengan tuduhan bahwa umat Kristen melawan pemerintah Romawi dan selalu membuat kekacauan di tengah masyarakat.  Bagi yang takut disesah/disiksa oleh tentara Romawi, akan segera menuruti para penginjil yang menjahudikan huria Kristen. Paulus jelas mengetahui taktik mereka, dengan mengatakan: “Mereka yang secara lahiriah suka menonjolkan diri, merekalah yang berusaha memaksa kamu untuk bersunat, hanya dengan maksud, supaya mereka tidak dianiaya karena salib Kristus. Sebab mereka yang menyunatkan dirinya pun, tidak memelihara hukum Taurat. Tetapi mereka menghendaki, supaya kamu menyunatkan diri, agar mereka dapat bermegah atas keadaanmu yang lahiriah” (ay.12-13).  Penonjolan diri mereka lakukan dengan mengatakan bahwa mereka berusaha menegakkan kejahudian di tengah pengikut Yesus. Dan dengan usaha tersebut mereka menjadi sahabat para Yahudi yang anti Kristus. Lalu mereka tidak dianiaya, karena mereka tidak lagi membela arti dan fungsi salib Yesus Kristus dalam rencana keselamatan yang dilakukan TUHAN Yahowa.  Kalau para pemberita Injil “yang lain” ini berhasil menancapkan pengaruhnya di Huria Kristen Galatia (yakni berhasil membuat warga Huria Kristen Galatia menyunatkan diri, walaupun sudah dibaptis dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus), tentu saja mereka akan bermegah atas penyunatan mereka (keadaan lahiriah), dan tidak atas yang rohaniah (iamn kepada Kristus).
Di masa sekarang, dalam versi yang lain, masih ada kelompok Kristen yang tidak tulus mau diperbaharui oleh gerakan keselamatan oleh Kristus. Ada jemaat Kristen yang selalu merayakan hari Sabbat di hari Sabtu (Sabbat atau Sabtu artinya ketujuh), dan oleh karenanya mereka tidak setiap minggu merayakan hari TUHAN, yakni hari kebangkitan Yesus Kristus dan hari Pencurahan  Roh Kudus, yang menurut Huria Kristen, bahwa perayaan hari TUHAN di setiap hari Ahad (hari pertama setiap minggu, yakni di hari Minggu < Dominggus = Tuhan) adalah juga sekaligus merayakan hari Sabbat. Ada juga kelompok Kristen yang “parsubang” (yang berpantang memakan makanan tertentu) (misalnya tidak memakan namargota = yang dimasak bercampur mantan darah hewan tersebut), karena hal itu dilarang di Perjanjian Lama (atau ke-Yahudian),  dan mereka melupakan apa yang dikatakan TUHAN, bahwa bukan yang masuk dari mulut yang membuat orang itu najis, melainkan yang keluar dari mulutnya yang membuat orang itu najis. Dan suara TUHAN yang mengatakan: “Apa yang dikatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram.” (Kis.10:15b). Yesus datang untuk menghalalkan apa yang dikatakan Allah dulu haram, demikian pesan dalam kitab suci teman di seberang. Ada juga kelompok beragama yang menyebut dirinya Saksi Yehova, mengatakan bahwa harus nama Yahowa yang dipanggil, dan itu tidak boleh dihilangkan dari Kitab Suci, dan nama itu tidak boleh diterjemahkan.  Huria Kristen yang ada di dunia mengenal Yahowa berdasarkan Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Nama Yahowa tidak pernah disangkal, dan selalu ditonjolkan. Arti nama Yahowa yang menjadi arti semua kata pinjaman dari bahasa-bahasa lain yang menjadi terjemahan nama Yahowa (TUHAN, HERR, ALLAH, GOD/LORD, LOWALANGI, dan lain-lain). Huria Kristen berani menterjemahkan nama Yahowa ke bahasa setempat untuk menyaksikan bahwa Yahowa yang satu itu tanpa disadari oleh suku-suku bangsa, DIA telah memerintah suku-suku bangsa tersebut dengan memakai nama yang namanya menjadi terjemahan nama Yahowa. Penterjemahan nama Yahowa ke dalam bahasa-bahasa  setempat merupakan kesaksian, bahwa Yahowa adalah Pencipta Langit dan Bumi serta segala Isinya, dan yang menguasai seluruh umat manusia, campur tangan dengan kehidupan manusia di manapun dan dalam bahasa apapun. Bahwa agama setempat tidak otomatis menjadi agama Yahowa, sebelum Injil tiba di sana, adalah merupakan perkembangan keagamaan yang bisa membawa manusia ke arah yang lain dari arah yang ditunjuk oleh agama Yahowa. Oleh karena itu agama setempat tersebut harus dikoreksi melalui pemberitaan Injil, dan bukan harus dilenyapkan dari muka bumi. Kedatangan Injil ke suatu daerah yang penduduknya sudah menganut agama setempat tidak bertujuan mengadakan religiocide dan culturecide di tempat itu, melainkan menyelamatkan religio dan culture yang ada di daerah setempat itu, dengan membuang semua yang bertentangan dengan agama keselamatan dalam Yahowa yang dibawa oleh Yesus Kristus. Ini sangat berbeda dengan kedatangan suatu agama dari timur tengah, yang selalu hendak menghapus kekristenan dari muka bumi. Agar manusia berada dalam jalan keagamaan yang benar, manusia harus mengikuti apa yang dianjurkan Paulus, yakni “menjadi ciptaan baru, yakni status yang ada artinya”.  Beragama itu jangan kembali kepada paradigma lama, baik dalam ajaran maupun dalam perbuatan. Paulus mencela kaum Yahudi bersunat itu, yang tidak melakukan tuntutan perilaku karena disunat, yang tidak melakukan Hukum Taurat.  Demikian juga Kristen: Untuk apa menjadi pengikut Yesus Kristus yang selalu rajin mendengar Firman TUHAN, kalau tidak menjadi “pelaku Firman”? Untuk apa menjadi penganut agama, kalau hanya untuk menonjol-nonjolkan diri saja? Mungkin lebih baik dari penganut agama yang sombong dan menonjolkan diri tapi kosong dalam perbuatan kasih, apabila menjadi  pengikut iblis yang sangat rendah hati, sabar, suka menolong, sungguh – sungguh mengasihi sesama umat manusia, jujur, adil, dan akrab. Huria Kristen harus mengimbangi perilaku pengikut Iblis sedemikian.

8.   Kemegahan Paulus satu-satunya hanya di dalam “Salib Tuhan kita Yesus Kristus”. Alasannya: sebab dalam salib Kristus dunia telah disalibkan bagi Paulus dan Paulus dalam salib Kristus telah disalibkan bagi dunia. Artinya dalam salib Kristus ada tiga yang sudah tersalib, yakni yang pertama: Yesus Kristus sendiri, yang kedua: Dunia ini dan yang ketiga: Paulus sendiri. Ketiga-tiganya sama-sama disalibkan, yakni sama-sama dihukum mati, dan  benar-benar mati. Yesus Kristus mati karena di kayu salib memikul dosa manusia. Dunia dan segala niat-niatnya mati karena terang Injil. Saulus  mati karena mengikut Tuhan Yesus Kristus. Tetapi kematian tidak membelenggu tiga yang disalibkan tersebut. Yesus Kristus hidup kembali di hari ketiga setelah penyalibannya untuk memberi kemenangan atas segala bentuk kematian. Dunia hidup kembali dengan paradigma barunya, menjadi dunia yang baru oleh karena kehidupan dari Yesus Kristus. Saulus kembali hidup menjadi Saulus oleh Yesus Kristus. Paulus (yang dulu Saulus) tidak lagi pengikut agama Yahudi, tetapi menjadi pengikut Yesus Kristus, yang tidak melepas keyahudian yang baik, tetapi melepaskan keyahudian yang mematikan seperti sunat yang sudah kadaluarsa itu. Kehidupan baru yang diterima Yesus Kristus, dan diterima oleh dunia, dan diterima oleh Paulus, itulah yang sangat berarti.

9.      Bersunat dan tidak bersunat tidak ada artinya, kata Paulus. Bagi Yahudi bersunat sangat punya arti. Tidak bersunat bagi huria Kristen sangat punya arti. Tetapi Paulus mengatakan hal-hal itu tidak ada artinya. Mengapa? Karena masih ada yang lebih berarti daripada bersunat atau tidak bersunat. Dan kalau yang lebih berarti itu dimiliki seseorang, maka bersunat dan tidak bersunat menjadi tidak berarti. Yang lebih berarti itu adalah “menjadi ciptaan baru”. Inilah yang ada artinya menurut Paulus.  Menjadi ciptaan baru tidak diukur dari hal bersunat atau tidak bersunat. Tetapi diukur dari Kristus. Maka Paulus mengatakan: “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (II Korintus 5:17). Itu merupakan kesimpulan dari proses kemenjadian. Ciptaan baru terdiri dari kumpulan orang yang tidak menanyakan latar belakang fisiknya (misalnya: bersunatkah) atau latar belakang agamanya (misalnya: mantan pelbegu kian kah atau mantan penganut agama Yahudikah). Mereka satu  menjadi tubuh Kristus. Mereka dipersatukan dalam satu Roh, satu Tuhan, satu baptisan, satu kasih, satu pengharapan dan satu iman.  Bukan dipersatukan dalam satu ritus ibadah, satu bahasa, satu budaya, satu nama, satu pertanda. Apalah artinya menjadi ciptaan baru dalam Kristus?  Ciptaan baru inilah yang tidak memegang prinsip rasialisme, melainkan menghapuskan rasialisme. Ciptaan baru ini yang benar-benar mampu menembus batas (border), sehingga setiap tembok pembatas di antara manusia benar-benar runtuh dan lenyap (termasuk batas tempat duduk antara laki-laki dan perempuan sewaktu mengikuti ibadah). Ciptaan baru inilah yang mampu hidup/bekerja memperbaiki kemanusiaan dalam medan situasi  kemanusiaan yang bagaimanapun, sebab seperti Paulus mereka bisa menjadi Yahudi di tengah-tengah orang Yahudi, dan bisa menjadi orang Yunani di tengah-tengah orang Yunani. (Bukan seperti penganut agama Yahudi di tengah-tengah kaum Yahudi; dan bukan seperti penganut agama pelbegu-Yunani di tengah-tengah kaum Yunani). Mereka bukan “bunglon”, tetapi yang mampu menempatkan diri, sehingga prestasi/karya dan kehadirannya menyenangkan penduduk setempat. Ciptaan baru yang benar-benar bisa melahirkan kreasi-kreasi baru, karya-karya baru, manusia-manusia baru, hidup baru, peradaban baru, bahkan dunia yang sama sekali baru. Banyak lagi arti daripada “menjadi ciptaan baru”.  Manusia masa kini harus mencari dan menemukan diri dan hidupnya yang penuh arti, dan sekaligus berusaha untuk mengerjakan hal-hal yang penuh arti juga. Manusia sekarang harus menghindarkan dirinya dari hal-hal yang percuma dan sia-sia, pekerjaan yang tidak punya arti. Misalnya wasting time only in video game (menghabiskan waktu hanya dalam video game), tetapi mengubahnya dengan membuat alat-alat komputer mencari untung yang sangat punya arti. TUHAN telah memberi contoh: DIA memberi keselamatan dengan cuma-cuma (gratis) tetapi Dia inginkan bahwa apa yang diberikan-Nya tidak menjadi percuma, tetapi menjadi berarti dan berguna, bagi diri dan bagi bangsa, umat dan negara.

10. Kalau semua orang dipimpin patokan ini (yakni menjadi ciptaan baru yang penuh arti), pasti damai sejahtera dan rahmat akan menjadi kenikmatan yang luar biasa bagi seluruh penduduk  di bumi, kota dan di desa. Dampak berikutnya adalah:  Israel dan Palestina akan menerima berkat dan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa, dan bukan lagi seperti sekarang menjadi kutuk dan yang dikutuki oleh bangsa-bangsa, karena kedua-duanya tidak mau berdamai walaupun sudah hampir seluruh negara anggota PBB sudah mengusulkan agar Israel berdamai dengan Palestina, dan Palestina berdamai dengan Israel. Damai sejahtera dan rahmat Allah  menjadi dambaan seluruh umat manusia. Makanya Islam mengatakan dirinya sebagai agama yang rahmatan lil alamin (yang menjadi rahmat bagi seluruh isi alam). Dan Kristen mengatakan bahwa agamanya adalah agama damai sejahtera bagi seluruh bangsa dan umat manusia (Å¡alôm lagoyim weha‘amyim ba’areÅŸ = damai sejahtera bagi bangsa-bangsa dan umat di bumi). Diharapkan bahwa pengikut kedua agama ini tidak menyangkal jati dirinya sewaktu bergaul di bumi; artinya tidak menjadi perusak yang satu terhadap yang lain; dan tidak saling menghambat dalam memajukan kesejahteraan kemanusiaan di manapun. Masih sangat mengherankan, apabila masih ada kelompok Islam atau kelompok Kristen yang berhasil diprovokasi oleh tokoh agama setempat untuk saling merusak, saling mengganggu ibadah dan lain-lain perbuatan negatif (seperti dilakukan ISIS). Pengganggu Kristen menjadi  lenyap  pahalanya. Pengganggu Islam menjadi kehilangan tempatnya di sorga. Kan gitu?  Maka anjuran Paulus itu benar, yang mengatakan: jadilah menjadi ciptaan baru, yang penuh arti bagi kerajaan TUHAN Allah di bumi atau bagi kemanusiaan tanpa kecuali. Tuhan memberkati. Amen.

Pematangsiantar, tgl. 9 Juni 2016. Pdt. Langsung Maruli Basa Sitorus (Pdt. LaMBaS).