MINGGU IX SETELAH TRINITAS TGL. 24 JULI 2016, EVANGELIUM: KEJADIAN 18:20-32
KEJADIAN
18:20 Sesudah itu berfirmanlah
TUHAN: "Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Gomora dan
sesungguhnya sangat berat dosanya.
18:21 Baiklah Aku turun untuk melihat,
apakah benar-benar mereka telah berkelakuan seperti keluh kesah orang yang
telah sampai kepada-Ku atau tidak; Aku hendak mengetahuinya."
18:22 Lalu berpalinglah
orang-orang itu dari situ dan berjalan ke Sodom, tetapi Abraham masih tetap
berdiri di hadapan TUHAN.
18:23 Abraham datang mendekat dan
berkata: "Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan
orang fasik?
18:24 Bagaimana sekiranya ada
lima puluh orang benar dalam kota itu? Apakah Engkau akan melenyapkan tempat
itu dan tidakkah Engkau mengampuninya karena kelima puluh orang benar yang ada
di dalamnya itu?
18:25 Jauhlah kiranya dari
pada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang
fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah
kiranya yang demikian dari pada-Mu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum
dengan adil?"
18:26 TUHAN berfirman: "Jika
Kudapati lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh
tempat itu karena mereka."
18:27 Abraham menyahut:
"Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan, walaupun
aku debu dan abu.
18:28 Sekiranya kurang lima orang
dari kelima puluh orang benar itu, apakah Engkau akan memusnahkan seluruh kota
itu karena yang lima itu?" Firman-Nya: "Aku tidak memusnahkannya,
jika Kudapati empat puluh lima di sana."
18:29 Lagi Abraham melanjutkan
perkataannya kepada-Nya: "Sekiranya empat puluh didapati di sana?"
Firman-Nya: "Aku tidak akan berbuat demikian karena yang empat puluh
itu."
18:30 Katanya: "Janganlah
kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata sekali lagi. Sekiranya tiga puluh
didapati di sana?" Firman-Nya: "Aku tidak akan berbuat demikian, jika
Kudapati tiga puluh di sana."
18:31 Katanya: "Sesungguhnya
aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan. Sekiranya dua puluh didapati
di sana?" Firman-Nya: "Aku tidak akan memusnahkannya karena yang dua
puluh itu."
18:32
Katanya: "Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata lagi sekali ini
saja. Sekiranya sepuluh di dapati di sana?" Firman-Nya: "Aku tidak akan
memusnahkannya karena yang sepuluh itu."
ADANYA 10 ORANG SAJA ORANG BENAR DI SATU KOTA,
PENDUDUK
KOTA ITU TIDAK AKAN DIMUSNAHKAN
1.
Umat
manusia perlu tahu, dosa atau kesalahan atau melencengnya kehidupan penduduk
suatu kota dari rancangan kemanusiaan yang baik yang direncanakan oleh penduduk
kota itu sendiri atau melencengnya kehidupan mereka dari kebaikan kemanusiaan yang
dirancang oleh mereka bersama-sama dengan Tuhanmereka, dapat mengundang bencana
yang memusnahkan penduduk kota tersebut.
Beberapa contoh: (1) penduduk suatu kota merancang kebaikan kemanusiaan
dengan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir, kemudian meningkat menjadi
pembuatan senjata nuklir. Tetapi kalau “pengamanan” nuklir tersebut melenceng dari
prosedur dan pemeliharaan yang telah diaturkan, maka penduduk kota itu bisa
saja tiba-tiba dimusnahkan oleh nuklir itu sendiri, karena nuklir itu meledak
di kota itu, bukan di tempat sasaran senjata nuklir tersebut. Secanggih apapun
komputer pengendali senjata nuklir, komputer itu bisa macet, sehingga nuklir
itu meledak di kota tempat penyimpanan senjata nuklir tersebut. Lalu penduduk
kota itu musnah. (2) Karena manusia menikmati kebaikan – kebaikan, banyak juga sampah
yang dihasilkan. Kalau penduduk suatu kota salah dalam mengelola sampah-sampah
yang dihasilkannya (misalnya membuang begitu saja sampah-sampah di depan
rumahnya atau di selokan-selokan yang ada di kota itu), maka suatu saat hujan
deras mengguyur kota itu berhari-hari, lalu banjir memusnahkan penduduk kota
tersebut. Karena sampah-sampah telah menyumbat semua saluran air. (3) Alam juga
bisa menjadi sumber bencana, yang disebut bencana alam, yang dapat memusnahkan
penduduk suatu kota. Longsor, banjir kiriman seperti rob atau tsunami, gempa
bumi, gunung meletus menyiramkan hujan belerang atau menghembuskan debu
panas/gas beracun ke suatu kota; terpaan meteor yang jatuh dari langit,
merupakan beberapa contoh. Bencana alam itu memusnahkan penduduk suatu kota
karena penduduknya salah dalam melindungi diri mereka dari bencana yang mungkin
timbul. Misalnya: membangun kota di daerah rawan longsor, di atas pasir.
Membangun kota di pantai rawan rob /tsunami. Membangun kota dengan
bangunan-bangunan dan infrastruktur tidak tahan gempa 15 skala richter.
Membangun kota tanpa menyediakan alarm tsunami atau banjir rob. Membangun kota
tanpa menyediakan bunker perlindungan tahan debu super-panas / debu beracun.
Penduduk kota tidak melengkapi diri dengan masker pencegah terhirupnya gas
beracun. Penduduk kota tidak membangun senjata yang pelurunya mampu
menghancurkan meteor sebelum memasuki atmosfer bumi. Itu merupakan
kesalahan-kesalahan yang dapat mengundang (atau memberi kesempatan kepada) bencana
dapat memusnahkan penduduk suatu kota. Kedatangan bencana pemusnah selalu tiba-tiba,
tanpa peringatan terlebih dahulu. Oleh karena itu, agar penduduk kota tidak
dimusnahkan bencana yang tiba-tiba, penduduk kota harus melakukan pencegahan
yang berkelanjutan, yang terus menerus sepanjang waktu. Penduduk kota itu harus
setia hidup sesuai dengan aturan-aturan mencegah terjadinya pemusnahan mereka.
Kalau tidak bisa semua penduduk kota itu terus menerus waspada (setia dalam
aturan untuk kebaikan bersama), harus ada sedikitnya “kelompok” atau “pasukan inti”
yang benar-benar setia mengemban tugas dan hidup sesuai dengan etika dan moral
kemanusiaan; dan karena kesetiaan “kelompok” atau “pasukan inti” itu pemusnahan
menjadi tercegah menimpa semua penduduk kota tersebut. Kelompok / Pasukan inti yang setia itu
sedikitnya “sepuluh” unit. Dalam
Perjanjian Baru diberitakan bahwa “seorang saja pun” dapat dan mampu mencegah
pemusnahan umat manusia yang diakibatkan dosa-dosa umat manusia. Orang itu
bernama Yesus Kristus. Dia satu-satunya, Anak Tunggal Allah Yang Mahatinggi.
Dia orang yang tertinggi martabatnya di sorga dan di bumi. Dari PB umat manusia
dapat belajar, bahwa seorang saja setia menjalankan “aturan untuk kebaikan
kemanusiaan” di satu kota/daerah/negara, dia dapat mencegah pemusnahan penduduk
kota/daerah atau negara tersebut. Orang seperti itu tidak orang sembarangan,
tetapi dia itu harus kepala negara (misalnya: (Presiden) atau kepala daerah
(misalnya: gubernur atau bupati) atau pimpinan kota (misalnya: walikota) itu.
Manusia seperti itu, yang setia bekerja untuk keselamatan kemanusiaan di mana
dia memerintah, dapat dan wajib melakukan dan memerintah seluruh penduduknya
agar mengerjakan segala sesuatu demi kebaikan seluruh penduduk, dan tidak
seorangpun dari penduduk itu menjadi musnah (menuju kemusnahan), tetapi menuju
dan menikmati kesejahteraan.
2.
Salah
seorang dari tamu Abraham yang datang berkunjung dan yang telah dijamu oleh
keluarga oleh Abraham bersama “tim”-nya, di Kej.18:3 disapa dengan ’adonay (tuan), tetapi bagi pencerita
dia disebut YHWH (Yahowa), Kyrios,
yang terjemahan Indonesianya “TUHAN”. Dari
itu Huria Kristen dapat mengetahui, bahwa Yahowa (TUHAN) (= Allah Pencipta
Langit dan bumi atau Bapanya Tuhan Yesus Kristus) yang datang melawat manusia
dalam wujud manusia dapat dipanggil ’adonay
/ kyrios / tuan / Tuhan. Huria Kristen, yang mengenal Yesus Kristus sebagai
Yahowa yang datang ke dunia dan mengerjakan keselamatan bagi seluruh umat
manusia (dunia dan segala isinya), tidak berlebihan tetapi tepat, apabila Huria
Kristen memanggil Yesus Kristus itu Tuhan (Kyrios). Yahowa, yang datang menjumpai Abraham,
disertai dua orang. Penafsir sering mengatakan bahwa tiga oknum yang
menampakkan diri kepada Abraham di Mamre itu adalah penampakan dari Allah
Tritunggal. Itu bisa saja. Tetapi yang jelas, ada dua oknum (orang) menyertai
TUHAN, dan dua orang itu diutus memasuki “dunia manusia yang penuh dosa”, yaitu
Sodom dan Gomora. Itu juga dapat
dianalogikan dengan dua penampakan TUHAN (Yahowa) yang diutus datang ke “dunia
umat manusia yang penuh dosa”, yaitu Anak Yahowa Allah Yang Mahatinggi dan Roh
Kudus Yahowa. Yahowa dan dua yang
menyertai-Nya turun ke dunia ternyata bukan hanya untuk memberi berkat bagi
orang yang menyambut dan menjamu-Nya dengan sungguh dan dengan iman yang kuat
(dalam cerita ini Abraham dan keluarganya), tetapi juga untuk menginspeksi
(melihat dan merasakan secara langsung) tentang laporan-laporan yang sampai
kepada TUHAN (Yahowa), bahwa "sesungguhnya banyak keluh kesah orang
tentang Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya. Baiklah Aku
turun untuk melihat, apakah benar-benar mereka telah berkelakuan seperti keluh
kesah orang yang telah sampai kepada-Ku atau tidak; Aku hendak mengetahuinya"
(Kej.18:20-21). Yahowa mengutus Anak-Nya yang Tunggal (Yesus Kristus) yang
disertai Roh Kudus Yahowa ke dunia untuk menginspeksi dan mengalami sudah
bagaimana berat dosa umat manusia. Kedatangan TUHAN melalui utusan-Nya yang dua
orang ke Sodom dan Gomora, menunjukkan betapa TUHAN sangat menginginkan
objektivitas, keakuratan dan kebenaran yang sebenar-benarnya tentang
laporan-laporan (keluh-kesah) yang sampai kepada TUHAN Yahowa. Yahowa blusukan, untuk memastikan situasi,
agar Yahowa dapat menentukan tindakan apa yang harus dilakukan terhadap manusia
yang diinspeksi. Cobalah dibayangkan, bahwa TUHAN yang mahatahu itu butuh
akurasi laporan dan ingin melihat dan mengalami langsung bagaimana berada
bersama kaum berdosa. Puncak tindakan
TUHAN seperti ini adalah dalam Yesus Kristus. Kalau TUHAN butuh yang begitu,
tentu saja semua jajarannya di bumi pasti harus memperhatikan aspek akurasi, on the spot, langsung berada di tengah
manusia/umat untuk melihat keberadaan manusia berdosa dan merasakan
sendiri dampak keberdosaan manusia itu
terhadap TUHAN yang maha pengasih itu.
3.
“Lalu
berpalinglah orang-orang itu dari situ dan berjalan ke Sodom, tetapi Abraham
masih tetap berdiri di hadapan TUHAN” (ay.22). Abraham sudah dijadikan tamunya
sebagai “teman serahasia”, dan oleh karena itu, kepadanya diberitahukan oleh
tamunya, tentang apa yang akan ditimpakan kepada penduduk Sodom dan Gomora kalau
dosa penduduk Sodom/Gomora semakin memuncak, dan mereka tidak mau menyesali
keberdosaan mereka dan tidak mau kembali ke jalan yang benar (menurut hukum
kemanusiaan dan menurut hukum TUHAN). Tamu “sorgawi” Abraham tidak segera
menghilang dari hadapan Abraham. Mereka, memperlakukan diri sebagai manusia
biasa, berpaling menuju Sodom dan mulai berjalan. Mereka menunggu reaksi
Abraham, dan memang reaksi terhadap rencana yang diberitahu TUHAN kepadanya,
akhirnya dilontarkan oleh Abraham. Kalau ada hamba TUHAN yang kepadanya diberitahu
tentang apa yang akan terjadi terhadap penduduk suatu kota, dia harus
memberikan reaksi, yang dalam bahasa Toba dikatakan “marroha pangoluhon” (berniat memungkinkan kehidupan mereka
berkelanjutan), “mangodihon”
(melindungi agar hukuman tidak ditimpakan). Sikap seperti ini harus
diperhatikan oleh umat dan hamba TUHAN
yang ada di zaman sekarang, apalagi oleh umat/hamba yang sudah “serahasia”
dengan TUHAN.
4.
Di
zaman sekarang sangat dibutuhkan orang-orang yang peka melihat dan mengetahui
ancaman-ancaman pemusnahan yang sedang akan terjadi menimpa kemanusiaan. Dan
apabila ada orang seperti itu, di harus mau berdiri di hadapan TUHAN untuk
membujuk TUHAN agar TUHAN tidak memusnahkan umat manusia, atau agar TUHAN turut
mencegah pemusnahan umat manusia. Abraham masih tetap berdiri di hadapan TUHAN,
yang hendak pergi ke Sodom menghukum penduduk Sodom. Abraham menghadang dan
menghalangi TUHAN melakukan niat-Nya. Dia berani melakukan itu, karena dia
tahu, bahwa TUHAN itu maha pengampun dan maha penyayang. Dia tahu, bahwa TUHAN
tidak akan memusnahkan Abraham, kalau dia menghalangi TUHAN menghukum Sodom.
Abraham tahu, bahwa biarlah dirinya sendiri dihukum oleh TUHAN, sebagai ganti
Sodom, kalau TUHAN tersinggung dan marah, karena Abraham menghalangi TUHAN
melakukan niat-Nya itu. Abraham rela menanggung risiko, asalkan penduduk Sodom
dan Gomora diampuni oleh TUHAN. Sikap-sikap dan keberanian ini, ditunjukkan
oleh Tuhan Yesus Kristus di hadapan Bapa-Nya, Yahowa Allah, agar umat manusia
terbebas dari murka Yahowa Allah yang akan memusnahkan umat manusia karena
dosa-dosa mereka. Kalau Abraham tidak berhasil mencegah TUHAN menghukum Sodom
dan Gomora, Tuhan Yesus berhasil mencegah Yahowa Allah
menghukum/memusnahkan umat manusia, dan
berhasil membuat Yahowa Allah menimpakan hukuman itu kepada Tuhan Yesus
Kristus. Sodom dan Gomora beserta penduduknya musnah. Tetapi umat manusia
selamat, oleh karena kesediaanYesus Kristus menerima hukuman yang aturan
ditimpakan kepada umat manusia. Masih adakah dari kalangan Huria Kristen yang
benar-benar rela memberi dirinya (bahkan nyawanya bila perlu) untuk menghalangi
terjadinya pemusnahan penduduk suatu kota atau suatu daerah atau suatu negara,
dalam era persaingan ekonomi dunia dan perlombaan pembuatan senjata yang
semakin sengit, dan era perusakan bumi yang semakin menggila ini? Tampillah
Huria Kristen untuk itu.
5.
Abraham
datang mendekat kepada tamunya, yang semakin dikenalnya sebagai yang
berkekuatan untuk menghukum/memusnahkan Sodom dan Gomora. Dengan penuh
kesopanan dan hormat, Abraham mempertanyakan keadilan TUHAN kepada TUHAN dan membujuk
TUHAN memberlakukan keadilan dan belas
kasihan-Nya. “Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan
orang fasik?”, demikian argumen Abraham. Prinsip/hukum/aturan bagi orang Batak
Toba dalam pergaulan mereka sehari-hari, mengatakan: “Unang baen masapsap na so magulang!” (hurufiah: “Jangan bikin
terluka orang yang tidak terjatuh”).
Artinya, jangan hukum orang-orang yang tidak turut melakukan kejahatan. Prinsip
“tidak mengikutkan orang yang tidak turut melakukan kejahatan terhukum” atau
“tidak menghukum orang benar bersama-sama dengan orang-orang salah”, sudah dari sejak Abraham dikenal, dan prinsip
itu berlaku di sorga dan di bumi, sampai sekarang. TUHAN dan siapapun yang
punya kuasa menghukum, harus diperingatkan agar dia tidak menghukum siapapun
yang tidak turut melakukan kejahatan, sewaktu dia menghukum para pelaku
kejahatan. Itulah gunanya ada pengadilan yang seadil-adilnya. Dosa dan
kesalahan seseorang tidak boleh direkayasa oleh orang lain, agar seseorang itu
turut terhukum. Perbuatan mengikutkan orang benar turut terhukum sewaktu
menghukum orang-orang jahat (yang dianggap musuh) merupakan dosa yang dilakukan
para pembuat perang antar bangsa,
seperti Hitler, Kaisar Hirohito, Mussolini, Napoleon Bonaparte, Sultan
Sulaiman, para teroris, pembom bunuh diri. TUHAN juga tidak perlu jatuh ke dalam dosa
sedemikian. TUHAN bisa jatuh ke dalam dosa sedemikian, kalau tidak diperingatkan
oleh para hamba-hamba-Nya, walaupun TUHAN itu mahatahu dan maha bijaksana. Abraham,
selaku sahabat TUHAN, memperingatkan TUHAN agar tidak melakukan dosa seperti
itu (yakni mengkenakan hukuman kepada orang benar sebagaimana hukuman yang
dikenakan kepada orang jahat, hanya karena mereka tinggal sekampung, sekota
atau senegara). Memang TUHAN mau berargumentasi dengan para sahabat-Nya, menguji
apakah DIA akan jatuh ke dalam dosa sedemikian, apabila DIA yang melakukan
penghukuman terhadap penduduk suatu kota atau kepada penghuni dunia? Di zaman
sekarang, TUHAN sering dituduh “memusnahkan” orang benar/orang baik-baik
bersama-sama dengan orang-orang jahat sewaktu terjadi tsunami, gempa bumi yang
meluluh-lantakkan umat manusia yang menjadi korbannya. Sewaktu hamba-hamba
TUHAN menuduh TUHAN sebagai penyebab tsunami dan gempa bumi yang memusnahkan
itu, TUHAN dengan lembut menjelaskan, dan mengatakan: “Bukan saya yang membuat
terjadinya tsunami atau gempa bumi itu!” “Alam itu sendiri yang membuat
terjadinya tsunami dan gempa bumi yang memusnahkan itu!”, demikian TUHAN. Memang
di zaman modern ini, tsunami dan gempa bumi, tidak pernah lagi disebut sebagai
“bencana TUHAN”, tetapi selalu disebut “bencana alam”. Karena alam sendiri yang
menimbulkan bencana-bencana yang telah terjadi. Alam diberi kuasa oleh TUHAN
untuk menumbuhkan yang baik, dan juga menghancurkan yang ada di dalamnya. Kalau
manusia tahu dan paham akan hal itu, manusia tidak lagi menyalahkan TUHAN,
tetapi mempersiapkan diri agar tidak ikut musnah oleh karena tsunami dan gempa
bumi yang bisa saja tiba-tiba terjadi. Siapa yang tidak mempersiapkan diri agar
terhindar dari pemusnahan oleh bencana alam, terhitung sebagai orang-orang
bersalah. Kebaikan orang-orang benar yang turut tertimpa dan musnah karena
tsunami atau gempa bumi, tidak hilang begitu saja dari dirinya dan dari ingatan
TUHAN.
Dalam Alkitab sedikitnya ada dua
cerita tentang pemusnahan manusia yang sudah terjadi, dan satu lagi pemusnahan
manusia yang masih akan terjadi, yang diyakini sebagai hal yang direncanakan
TUHAN. Yang pertama adalah peristiwa “Air Bah”, dan peristiwa “Sodom dan
Gomora”. Dalam dua peristiwa ini sangat ditekankan, bahwa TUHAN tidak
melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang jahat/fasik. Nuh, isteri,
para putranya dan para mantunya diselamatkan. Orang lainnya tidak selamat,
karena tidak percaya bahwa “bencana dari TUHAN” akan terjadi. Demikian juga Lot
dan putrinya diselamatkan, dan orang lainnya musnah karena terjebak dalam
“kekerasan hati dan perbuatan mereka”. Di peristiwa pemusnahan manusia di hari
penghakiman terakhir, yang akan terjadi, orang-orang benar akan
diselamatkan/selamat dan bahagia, tetapi orang-orang jahat (yakni yang lalai
melakukan kebaikan selama hidupnya di bumi) akan terhukum, dan dihukum dengan
membakar mereka hingga musnah. TUHAN
masih lolos dari tuduhan, bahwa DIA melenyapkan orang benar bersama-sama dengan
orang fasik, sebab tuduhan itu tidak benar. TUHAN melepaskan orang benar dari
hukuman pemusnahan yang akan
dilakukan-Nya terhadap orang-orang fasik. Dan keselamatan itu akan dinikmati
manusia yang setia mengikuti tuntunan TUHAN agar terus berjalan di jalan
keselamatan yang disediakan/ ditunjukkan TUHAN. Nuh dan keluarganya selamat
karena mau menuruti perintah membangun bahtera. Lot dan keluarganya selamat
karena mau menuruti perintah agar segera “lari” dari Sodom dan Gomora.
Terlambat sedikit saja mereka tidak lagi selamat. Selamat tersedia/teranugerah,
tetapi prestasi harus ada untuk membuatnya menjadi milik. Prestasi itu adalah
kebaikan untuk diri sendiri, bukan untuk Yahowa dalam Kristus. Selamat beprestasi,
agar selamat yang menjadi milikmu tidak hilang dari dari dirimu, dan agar
hidupmu tidak sia-sia dan agar anda tidak menjadi korban hukuman (bencana) yang
juga bisa datang tiba-tiba.
6.
Abraham
mengajukan berkalikali pertanyaan kepada TUHAN, untuk mengetahui apa pendapat
dan tindakan TUHAN terhadap Sodom dan Gomora, sehubungan dengan bahaya “dosa”
menghukum / melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik. Abraham
perlu tahu, berapa jumlah orang benar yang harus ada di Sodom dan Gomora, agar
penduduk kota itu tidak dimusnahkan. Jumlah orang benar itu seolah-olah seperti
tameng yang dapat melindungi penduduk Sodom dan Gomora karena jumlah itu cukup
untuk menangkis “peluru pemusnah” yang akan tiba di Sodom dan Gomora. Seolah
terbandingkan dengan perhitungan tentara Israel sekarang ini dalam menghadapi
senjata pemusnah yang ditembakkan dari Gaza. Berapa senjata dan peluru Patriot yang harus ada,
menjadi tameng penangkis peluru kendali Scud yang ditembakkan dari seberang
tembok Gaza – Israel agar tidak jatuh di daerah Israel. Cukupkah 1000, atau 900
atau 800 atau 700 atau 600 peluru kendali Patriot atau berapa? Abraham bertanya
kepada TUHAN, bagaimana kalau ada 50, atau 45, atau 40, atau 35, atau 30 atau
25 atau 20 atau 15 atau 10 orang yang
benar di Sodom dan Gomora, apakah TUHAN melenyapkan mereka bersama penduduk
yang fasik di sana?, demikian pertanyaan Abraham berulang-ulang dengan sangat
sopan dan menjaga agar TUHAN tidak tersinggung karena dia bertanya dan membujuk
berulang-ulang. Kalau orang benar masih ada sebesar “quota” yang diharapkan di
Sodom dan Gomora, orang-orang fasik yang ada di sana pun menjadi tidak
dimusnahkan/dilenyapkan. Setiap kali
Abraham mengajukan pertanyaan: apakah mereka akan dilenyapkan?, TUHAN menjawab,
bahwa kalau ada orang benar sebanyak yang disebutkan Abraham, maka penduduk
kota itu seluruhnya tidak akan
dilenyapkan. Terakhir, batas jumlah orang benar yang diajukan Abraham hanya
sepuluh orang. Dan TUHAN mengatakan bahwa apabila ada 10 orang benar di Sodom,
maka penduduk Sodom tidak dilenyapkan. Rupanya jumlah 10 itulah batas minimal,
yang dibutuhkan untuk menyelamatkan kota itu. Begitu berharganya dan begitu
pentingnya ada sedikitnya sepuluh orang benar di suatu kota. Dengan adanya
sepuluh orang itu, penghuni kota itu pasti tidak dimusnahkan. Bagaimana bisa
itu terjadi? Itu lumrah terjadi.
Misalnya, satu dari sepuluh orang itu adalah Walikota tersebut, satu lagi wakil
walikota, satu lagi ketua DPRD, satu lagi wakil ketua DPRD, satu lagi kepala
Kejaksaan, satu lagi Ketua Pengadilan, satu lagi Komandan Kodim, satu lagi
Kapolresta kota itu, satu lagi Kepala Adat kota itu, dan yang kesepuluh orang
terkaya yang ada di kota itu. Kalau kesepuluh orang seperti ini di satu kota
benar-benar sebagai orang benar (dalam arti yang seluas-luasnya), pasti kota
itu tidak akan musnah/dimusnahkan. Karena kesepuluh orang tersebut dapat segera
bertindak untuk mengarahkan seluruh penduduk kota itu berhenti melakukan dosa,
dan kembali hidup sesuai dengan aturan
keagamaan, peradatan dan peraturan kota. Kalau penduduk kota itu segera sadar
akan bahaya yang mengancam, yakni datangnya hujan belerang, mereka dapat dengan
segera mengambil tindakan-tindakan untuk mencegah pemusnahan oleh hujan
belerang tersebut. Mereka dapat mengambil langkah-langkah pertobatan. Langkah
pertama misalnya: Dengan baik-baik datang menjumpai tamu yang masuk ke rumah
Lot, dan menanyakan apa gerangan yang akan disampaikan kedua orang tersebut
tentang penduduk kota tersebut. Langkah kedua, kalau kedua orang itu
memberitahu bencana yang mengancam, mereka dapat segera bertindak, entah
mengungsi, atau membuat bungker
perlindungan. Hal seperti itu terjadi di kalangan penduduk kota Niniwe, sewaktu
Yunus datang memperingatkan, bahwa ada bahaya yang sedang mengancam, karena
dosa-dosa penduduk Niniwe. Tetapi waktu
itu penduduk Sodom dan Gomora justru
semakin memperdalam keterperosokan mereka di dalam dosa yang sudah
membuat bising telinga TUHAN. Hal itu tampak dari dialog mereka dengan Lot, yang dicatat dalam
Kej.19:5-7. Tinggal hanya empat orang
yang terhitung sebagai orang benar yang ada di kalangan penduduk Sodom dan
Gomora (yakni Lot, isterinya dan dua orang putrinya). Mereka terdiri dari
rakyat kecil, yang tidak punya pengaruh terhadap penduduk kota itu. Sehingga
kehadiran mereka di kota itu tidak mencukupi untuk mencegah pemusnahan yang
sedang diancamkan kepada Sodom dan Gomora. Kalau memang sudah terlalu sedikit
jumlah orang benar, mereka (walaupun mereka adalah nabi-nabi) tidak akan mampu
mencegah pemusnahan penduduk orang
berdosa. Yesus mampu seorang diri (jumlahnya kurang dari sepuluh) mencegah
pemusanahan umat manusia, karena memang DIA adalah pemegang kekuasaan di sorga
dan di bumi, dan mampu mengambil alih kepada dirinya pemusnahan itu dan segala
konsekwensi. Kemudian Yesus memilih 12
orang untuk dididik menjadi orang benar, tetapi seorang (Yudas Iskariot)
durhaka. Sebelas orang yang sisa menjadi jaminan agar penduduk bumi tidak
dimusnahkan, kalau penduduk bumi mau mendengar nasihat orang yang sebelas
(duabelas setelah Mattias digabung, dan menjadi 13 orang setelah Paulus
bergabung). Kehadiran Huria Kristen juga berfungsi sebagai dua orang yang
datang ke Sodom dan Gomora, sekaligus bekerja seperti Abraham atau 10 orang
yang diharapkan “mencegah” pemusnahan penduduk kota-kota mereka.
TUHAN meninggalkan Abraham
setelah memberi jaminan kepada Abraham, bahwa apabila ada sepuluh orang benar
di Sodom dan Gomora, maka kota-kota itu dan penduduknya tidak akan dimusnahkan.
Janji itu terus berlaku sampai sekarang. Kalau ada sedikitnya sepuluh orang
benar di DKI, di Medan, di setiap kota yang ada di bumi ini, atau di setiap
negara yang ada di dunia ini, di zaman sekarang, pasti penduduk kota itu/bumi
tidak akan mengalami pemusnahan. Tetapi kesepuluh orang itu haruslah “orang
kunci” (yang paling menentukan untuk kehidupan dan kelangsungan hidup manusia
di kota/negara itu). Misalnya di satu negara: Presiden, Wakil Presiden,
Panglima; Kepala Kepolisian, Ketua Mahkamah Agung, Ketua DPD, Ketua DPR, Ketua
Mahkamah Konstitusi, Jaksa Agung, Orang terkaya di negara itu. Bila sepuluh
orang ini benar-benar adalah orang benar, pasti negara itu selamat dari
keruntuhan.
Tugas Huria Kristen adalah
mengusahakan agar para petinggi-petinggi (orang-orang kunci) di suatu kota,
kabupaten, propinsi, dan di negara, harus
benar-benar adalah orang benar, bukan orang yang suka dibenar-benarkan
atau yang selalu membuat pembenaran terhadap/bagi dirinya sendiri. Jadilah menjadi seorang dari sepuluh “orang
kunci” di kota di mana kamu berada, dan usahakanlah sembilan orang lagi kawanmu
yang dapat menjadi orang kunci di kota tersebut. Dengan sepuluh orang baik,
satu kota atau satu negara dapat selamat dari bahaya kemusnahan.
Pematangsiantar, 30 Juni 2016. Pdt.
Langsung Maruli Sitorus (Pdt. LaMBaS).