MINGGU XVI SETELAH TRINITAS TGL 11 SEPTEMBER 2016, EVANGELIUM: 1 TIMOTIUS 1:12-17
1 TIMOTIUS
1:12 Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan
aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan
mempercayakan pelayanan ini kepadaku --
1:13
aku yang tadinya seorang penghujat dan
seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya, karena
semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman.
1:14
Malah kasih karunia Tuhan kita itu
telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam
Kristus Yesus.
1:15
Perkataan ini benar dan patut diterima
sepenuhnya: "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang
berdosa," dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.
1:16
Tetapi justru karena itu aku dikasihani,
agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus
menunjukkan seluruh kesabaran-Nya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi
mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal.
1:17 Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya
bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tak nampak, yang esa! Amin.
MENJADI PENGIKUT YESUS YANG MENJADI CONTOH
BAGI UMAT HURIA KRISTEN
1. Memberitakan Injil berarti (1) menyampaikan
kabar keselamatan dan pengampunan dosa dari TUHAN kepada seluruh umat berdosa
dan seruan untuk bertobat. (2) membawa sebanyak mungkin orang percaya kepada
Yesus Kristus dan menjadi pengikut Yesus Kristus; orang yang mengakui Yesus
sebagai Anak Allah, Tuhan, Juruselamat, Hakim di hari Penghakiman, dan yang mengirim
RohNya menghinggapi setiap orang percaya. (3) Menjadi teladan bagi umat percaya
(pengikut Yesus Kristus), baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah;
teladan dalam kata dan perbuatan; konsistensi dan integritas. (4) Manjadi
sumber pengajaran yang benar dalam
membimbing jemaat-jemaat menjadi garam dan terang dan pengubah kehidupan dan
buadaya masyarakat menjadi sesuai dengan ajaran Tuhan Yesus Kristus. (5)
Mempersiapkan kader-kader untuk
meneruskan pekerjaan Pekabaran Injil dan Pengurusan hidup Jemaat (rohani dan
fisik), apabila oleh karena satu dan lain hal si Pemberita Injil harus tidak
bisa lagi bersama umat. Lima pekerjaan ini dapat dilihat dalam pekerjaan
mengabarkan/memberitakan Injil yang
dilakukan oleh Paulus.
2. Paulus (yang sebelumnya bernama Saulus) adalah
seorang terdidik, terpelajar, dan paham betul tentang isi Perjanjian Lama,
tentang penghayatan dan pengamalan
ajaran-ajaran Perjanjian Lama dan teologi (ilmu ketuhanan) yang dianut
oleh Yahudi pada zamannya. Sewaktu dia masih anti-pengikut Yesus, dia
menggunakan seluruh ilmu dan penghayatan serta pengamalan agama Yahudinya untuk
“memburu” pengikut Yesus dan menghambat semaximal mungkin pemberitaan Injil
Yesus Kristus. Setelah dia menjadi pengikut Yesus, akibat dari pengalaman rohani
yang berdampak pada pengalaman jasmani di jalan memasuki kota Damaskus, dan
menyadari bahwa dia berada dalam kegiatan yang melawan Rencana Jahowa, lalu
bertobat dan bersedia dibaptis, Saulus, yang menjadi bernama Paulus, menggunakan semua ilmu pengetahuannya tentang
isi Perjanjian Lama, penghayatan dan pengamalannya akan ajaran Perjanjian Lama
dan teologi yang dipelajarinya dari sekolah teologi rabbinis yang dialaminya,
untuk menjelaskan apa dan siapa Tuhan Yesus Kristus, apa yang menjadi karya
yang dianugerahkanYahowa dalam Yesus Kristus kepada seluruh umat manusia, dan
berjuang habis-habisan untuk mendirikan jemaat-jemaat umat pangikut Yesus
Kristus di seantero Asia Kecil hingga ke Eropah dan di pusat kekaisaran Romawi
di ibukotanya Roma. Kalu dulu dia
pemburu pengikut Yesus untuk dibunuh, sekarang dia menjadi pengajak manusia
menjadi pengikut Yesus. Kalau dulu dia hidup demi agama Yahudi, sekarang dia
hidup demi Tuhan Yesus Kristus. Kalau dulu dia bermaksud membunuh pengikut
Yesus, sekarang dia rela dibunuh karena menjadi pengikut Yesus Kristus. Inilah
perpindahan dari sisi nol derajat ke posisi seratus delapanpuluh derajat dalam
suatu lingkaran. Kalau dulu dia menggunakan ilmu tologia Yahudinya untuk
membenci Yesus dan pengikutnya, sekarang dia menggunakannya untuk mengasihi
Yesus Kristus dan pengikutNya. Itulah Paulus, yang sering dicaci oleh para
lawannya (dulu sampai sekarang) sebagai pendiri agama Kristen, tetapi dia tidak
pernah memperlakukan diri seperti itu, dan tidak pernah mengajak orang mengkultuskan
dirinya, apalagi menganggap dirinya lebih hebat dari Tuhan Yesus Kristus. Dia
tetap memperlakukan dirinya sebagai hamba Tuhan Yesus Kristus yang rela
menderita, mengikuti jejak Tuhannya.
3. Sebelum Paulus menjadi pengikut Yesus, pekerjaan
mengajarkan hukum Taurat secara hurufiah dan melakukannya, merupakan pekerjaan
yang benar dan wajib, tetapi setelah Paulus menjadi pengikut Yesus, pekerjaan
seperti ini dipandangnya sebagai “pengajar hukum Taurat tanpa mengerti
perkataan mereka sendiri dan pokok-pokok yang secara mutlak mereka kemukakan”
(1 Tim.1:7). Menurut Paulus Hukum Taurat itu baik, kalau tepat digunakan, yakni
dengan keinsafan bahwa hukum Taurat itu bukanlah bagi orang benar, melainkan
bagi “orang tak benar” atau “yang tidak melakukan ajaran sehat” (Paulus
menyebut 15 jenis orang tidak benar/yang
tidak melakukan ajaran sehat: 1 Tim.1:9b-10). Agar Hukum Taurat digunakan
dengan tepat, maka pelayanan Pekabaran Injil dipercayakan kepada Paulus.
Mengabarkan Injil berarti berusaha membuat manusia menjadi orang benar dan
hidup sesuai dengan ajaran sehat. (Di kalangan Huria Kristen, Hukum Taurat
diterapkan, dan Injil diberitakan, dihayati dan diamalkan; karena manusia yang
menjadi anggota Huria Kristen mengenal dirinya sebagai “manusia tidak benar” dan
sekali gus sebagai orang benar dan pelaku ajaran sehat (Injil). Reformator
mengajarkan bahwa berdasarkan ajaran dalam Alkitab, orang Kristen itu simul iustus et peccator, bersamaan
sebagai orang benar dan sebagai orang berdosa). Menggunakan
hukum Taurat dengan tepat, pengikut Yesus tidak perlu sibuk dengan dongeng, dan
tidak membuat ajaran keselamatan dalam Yesus Kristus menjadi suatu dongeng,
melainkan merupakan suatu real history (sejarah nyata), yang juga
dapat dialami, dihayati dan diamalkan secara nyata (the reality of salvation / realitas keselamatan dan salvation in reality/keselamatan dalam
realitas). Kebenaran keselamatan yang dibawa oleh Yesus Kristus tidak perlu
dibuktikan dengan “silsilah yang tiada putus-putusnya”, yang pada dasarnya
menghasilkan persoalan belaka. Para lawan Yesus selalu mempertanyakan:
Mungkinlah/adakah nabi datang dari Nazaret? Tidak ada hubungan Nazaret/Galilea
dengan tradisi kenabian. Siapakah kakek-moyang Yesus, sehingga para pengikutnya
berani mengklaim bahwa dia adalah pemenuhan janji TUHAN Yahowa dalam Perjanjian
Lama? Pencarian silsilah Yesus Kristus menjadi persoalan besar bagi umat
Kristen, karena digunakan untuk menggugat kebenaran ajaran Yesus Kristus. (Perhatikan
apa yang dijawab oleh Silsilah Yesus yang ada dalam Injil Lukas dan Matius). Paulus menasihati jemaat Kristen agar tidak
jatuh ke dalam persoalan-persoalan yang tak berguna seperti itu. (Catatan: di
Islam, pembuktian keabsahan (sahihnya) suatu tradisi (hadis) harus dibuktikan
dengan matarantai yang menurunkan hadis itu tanpa terputus mulai dari nabi
Muhammbad hingga kepada yang terakhir menyampaikan hadis tersebut (ada kalanya
sampai 300 orang, dari generasi ke generasi). Di Kristen, teks Kritik dilakukan
dengan menguji teks-teks Alkitab apakah berasal dari naskah yang paling tua dan
diteruskan dalam matarantai salinan naskah kuno tertua itu hingga ke naskah terakhir yang dipakai
sebagai kitab kanon dalam Alkitab. Kalau tidak tepat menggunakannya, pekerjaan
teks kritik menghasilkan persoalan belaka, dan bukan tertib hidup keselamatan
yang diberikan Allah dalam Iman). Dalam pemberitaan Injil, yang perlu diwujudkan
adalah “tertib hidup keselamatan yang diberikan Allah dalam Iman” (1 Tim.1:4c)
dan “Kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan
dari iman yang tulus ikhlas” (1 Tim.1:5). Menyampaikan “ajaran sehat yang
berdasarkan Injil dari Allah yang mulia dan yang maha bahagia, seperti telah
dipercayakan kepadaku” (1 Tim.1:11), demikian Paulus, sehingga dia sangat
bersyukur, walaupun untuk itu nyawanya taruhannya.
4. Apostel Paulus bersyukur kepada TUHAN (Yesus
Kristus), Tuhan kita, yang dia akui sebagai: (a) yang menguatkan diri Paulus;
(b) yang menganggap Paulus setia; dan (3) yang mempercayakan pelayanan ini
kepada Paulus. Namanya dulu Saulus (= dimohon dari TUHAN/dipinjamkan TUHAN
untuk Tugas-Dinas) tapi setelah menjadi pengikut Yesus bernama “Paulus” (yang
artinya “si Kecil”, “si Metmet”, “si Pendek”). Postur tubuhnya kecil, berkaki
bengkok, botak, alis mata tebal menyatu, hidung lengkung. Dari postur tubuhnya dan
kalau dia hitung-hitung pada kekuatannya sendiri, sebenarnya Paulus sendiri
tidak menyangka dia bisa mengadakan perjalanan-perjalanan pemberitaan Injil
(yang pertama, kedua, ketiga dan lalu ke penjara di Roma). Tetapi berdasar pada
keyakinan bahwa TUHAN (Yesus Kristus) menyertainya, dia tetap semangat, dia
dapat bersaksi kepada jemaat, bahwa hanya karena TUHAN (Yesus Kristus)
menguatkan dia, sehingga mampu mengerjakan pekerjaan maha berat ini.
Bagi penganut agama Yahudi, Paulus dicap sebagai penghianat, yang murtad,
yang pantas dibunuh atau sedikitnya dibungkam, sehingga dia tidak berkicau lagi
tentang Yesus orang Nazaret yang disalibkan para tokoh agama Yahudi
berkolaborasi dengan pemerintahan Romawi. Berdasarkan evaluasinya terhadap
pengalamannya sejak dia menjadi pengikut Yesus hingga ditulisnya surat kepada
Timotius ini, dia berkesimpulan bahwa Tuhan Yesus menganggapnya setia untuk
tugas panggilannya: memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa yang bukan Yahudi.
Bukan diri Paulus yang mengatakan dirinya setia dalam tugas itu, karena dia
sudah mengalami begitu banyak penderitaan dan sangat berlelah demi Injil Yesus
Kristus. Justru Yesus yang menganggapnya setia (yakni patuh tanpa ada
cengkuneng menjalankan tugas yang maha berat dan penuh tantangan itu). Paulus benar-benar yakin bahwa Tuhan Yesus
sungguh mempercayakan kepada dirinya pelayanan pemberitaan injil kepada orang
bukan Yahudi. Karena pemercayaan pelayanan itu, Paulus mengatakan bahwa oleh
kemurahan Allah, dia (dkk) telah menerima pelayanan itu. Dan dia tidak pernah
tawar hati (bd. 2 Kor.4:1). Pemercayaan pelayanan dan penerimaan pelayanan itu,
yang memang gayung bersambut, membuat semangat Paulus tidak pernah pudar atau
kendor sedikitpun menjalankan tugas tersebut.
Sebenarnya para pelayan huria yang ada sekarang pun adalah orang-orang yang dianggap oleh Tuhan Yesus
sebagai pelayan yang setia terhadap tugas panggilannya (entah menjadi pendeta,
guru jemaat, sintua, diakonos, diakones, penginjil perempuan (bibelvrouw) atau
menjadi praeses, majelis pusat, sekretaris jenderal ataupun menjadi bishop
Huria Kristen). Kiranya setiap pelayan tersebut tidak mengecewakan Tuhan Yesus
sehubungan dengan anggapan-Nya tersebut. Kesetiaan itu dapat ditunjukkan dalam
(1) menghabiskan waktu untuk Tuhan Yesus; (2) menggunakan uang untuk Tuhan
Yesus; (3) menambah kapabilitas (kemampuan) untuk Tuhan Yesus; (4) menjaga dan
memelihara integritas untuk Tuhan Yesus; (5) mengucapkan kata-kata untuk/demi
Tuhan Yesus.
Tuhan Yesus mempercayakan pelayanan keselamatan itu kepada setiap hamba
Yesus Kristus yang sedang melayani sekarang. Setiap hamba tersebut kiranya
dengan senang hati menerima pelayanan tersebut. Dengan demikian dia dapat (1)
menggunakan semua waktu kerja-profesinya dan kerja pelayanannya untuk Tuhan
Yesus; (2) menggunakan semua uang yang dimilikinya untuk pelayanan yang
diperintahkan Tuhan Yesus; (3) memperbuat setiap waktu dan setiap kerja dan
pelayanan dalam rangka menambah kapabilitas (kemampuan) melayani dalam Kerajaan
Tuhan Yesus yang ada di dunianya dan sekitarnya; (4) memperkokoh integritas
demi memenangkan semakin banyak orang untuk Tuhan Yesus; (5) semakin rajin
menggunakan kata-kata dan percakapan untuk pemberitaan Injil Tuhan Yesus. Artinya,
setiap hamba Kristus itu, semakin mantap dalam hal “sambil menyelam minum air”;
“sambil menjalankan kehidupan sehari-hari, semakin mantap melayankan pelayanan
keselamatan yang diperintahkan Yesus Kristus”.
5. Paulus sangat mengenal siapa dirinya sebelum dia
menjadi pengikut Yesus Kristus dan sesudah dia menjadi pengikut Yesus yang
setia. Dia tidak malu bersaksi tentang pengalaman-pengalamannya tersebut,
bahkan dia tempatkan semua pengalamannya itu sebagai cermin bagi semua pengikut
Yesus Kristus. “Aku yang tadinya seorang
penghujat dan seorang penganiaya dan
seorang ganas”, demikian pengakuan Paulus. Dari cerita tentang dia dalam
tulisan-tulisan lain, diketahui bahwa Paulus sebelum menjadi pengikut
Yesus benar-benar melakukan penghujatan
terhadap Yesus Kristus. Dia menggunakan segala ilmu yang dimilikinya untuk
menyatakan bahwa Yesus dari Nazaret itu adalah penyesat, orang gila, bukan nabi
dan bukan pula mesias, dan siapa yang menjadi pengikutnya adalah orang-orang
sesat, orang-orang gila, yang pantas dilenyapkan dari muka bumi. Setelah Sanhedrin
Agama Yahudi memutuskan agar semua pengikut Yesus dibasmi, di manapun mereka
dalam kekaisaran Romawi, Paulus (Saulus) bersama pasukannya menerima mandat
untuk mengejar, menangkap dan menganiaya orang yang menyatakan dirinya
“Pengikut Yesus” atau “Kristen”. Alasan-alasan mengapa harus Saulus: (1) Karena
Paulus adalah orang yang belajar di Tarsus, dan sedikit banyak mengenal
tempat-tempat atau kota di luar tanah Israel, di mana pengikut Yesus sudah
mulai banyak, Paulus dan pasukannya ditugaskan ke kota-kota di luar tanah Israel untuk
mengejar, menangkap dan menganiaya para pengikut Yesus. (2) Karena Paulus
adalah seorang terpelajar, lancar bahasa Yunani (yang masih merupakan bahasa
rakyat) dan bahasa Ibrani, dan warga negara kekaisaran Romawi, tugas itu dia
pandang sangat cocok baginya. (3) Sifat Paulus yang ganas semakin meyakinkan
Sanhedrin di Yerusalem, bahwa Paulus akan sangat sukses mengemban tugas yang
diberikan kepadanya. Sifat ganas Saulus (Paulus), sebelum menjadi pengikut
Yesus, dapat terbandingkan dengan keganasan panglima dan pasukan Daesh (Isis),
yang sedang mengancam dunia sekarang ini. Dari perilaku, perbuatan, sifat dan
semangat seperti itu, Paulus diputar oleh Yesus Kristus seratus delapanpuluh
derajat. Dia tidak dihukum mati oleh Yesus di jalan ke Damaskus, walaupun sudah
pantas untuk itu. Dia hanya dihajar dengan kebutaan, dan ditegor dengan suara
yang dia tidak tahu asal muasalnya. Tetapi suara itu memberitahu bahwa Paulus
sedang berhadapan dengan Yesus Kristus, yang pengikut-Nya sedang dikejar,
ditangkapi dan dianiaya oleh Paulus. Karena Paulus diperkenankan kembali bisa
melihat dan mendapat perintah yang lebih hebat dari perintah yang dia peroleh
dari Sanhedrin, Paulus menilai perbuatan Tuhan Yesus itu sebagai belas kasihan
(eleison) Tuhan Yesus (“aku telah
dikasihani-Nya = alla ểleếthȇn = tetapi
aku dikasihani). Pengasihan Tuhan Yesus kepada Paulus bukan hanya
diperkenankannya Paulus hidup, tetapi juga dalam hal Paulus disuruh untuk
mengerjakan pekerjaan yang dirancangkan Tuhan Yesus baginya: “...orang ini (=Saulus/Paulus) adalah alat pilihan bagi-Ku
untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan
orang-orang Israel” (Kis.9:15). Tugas itu : (1) Membela habis-habisan Tuhan
Yesus Kristus dan para pengikut-Nya; untuk itu nyawanya dipertaruhkan. (2) Pergi ke kota-kota dan desa
di seantero Kekaisaran Romawi (dari Yerusalem hingga ke Roma) untuk
memberitakan Injil, dan memperbanyak pengikut Yesus Kristus. (3) menggunakan
segala kemampuannya (ilmu teologia, bahasa, dan ilmu sosiologinya,
kewarganegaraannya) dalam rangka melaksanakan pemberitaan nama Yesus kepada
bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel. (4) Sifat “ganas”
Paulus, diarahkan menjadi semangat yang berapi-api dalam rangka melawan semua
anti-Kristus, anti Kristen dan pengajar-pengajar sesat. Penugasan oleh Sanhedrin dan penugasan oleh
Tuhan Yesus kepada Saulus/Paulus berbeda dalam hal di posisi mana Paulus berada
dan siapa yang dipatuhinya. Penempatan dan penugasan manusia seperti dilakukan
Tuhan Yesus kepada Paulus, perlu juga diperhatikan/ditiru oleh Huria Kristen di
zaman sekarang. Dengan demikian potensi-potensi seseorang yang dulunya
diarahkan untuk melawan Tuhan Yesus dan
Huria Kristen, sekarang digunakan seseorang itu untuk mengikut dan mematuhi
Tuhan Yesus, serta melakukan tugas-tugas seberat apapun demi pemberitaan nama
Tuhan Yesus kepada segala bangsa, raja-raja dan orang Israel/umat Tuhan.
6. Paulus memahami alasan mengapa Yesus
membelas-kasihani Paulus: “karena semuanya itu telah kulakukan tanpa
pengetahuan yaitu di luar iman” (1 Tim.1:13b). Paulus memiliki pengetahuan,
tetapi dia menganggap pengetahuan yang dia miliki itu sama sekali “tidak ada”,
karena dulunya semuanya “di luar iman” kepada Tuhan Yesus Kristus. Pengetahuan
yang digunakan untuk melawan Tuhan Yesus Kristus – menurut Paulus – tidak dapat
diperhitungkan sebagai “pengetahuan”. Itu dapat dikatakan oleh Paulus,
berdasarkan pengalammnya, bahwa mengandalkan pengetahuan di luar iman kepada
Yesus Kristus, pada akhirnya tidak memberikan kepastian tentang masa depan
(kepastian tentang yang diharapkan), dan kepastian tentang apa yang tidak
terlihat. Setelah pembaptisannya dan
pengakuan imannya kepada Tuhan Yesus Kristus, semua pengetahuan yang dia miliki
dari dulu sampai saat dia menulis surat kepada Timoteus, menjadi pengetahuan di
dalam iman kepada Yesus Kristus. Lalu pemanfaatannya bukan lagi untuk menghujat
malainkan untuk menjungjung tinggi; bukan lagi untuk menganiaya melainkan untuk
mengayomi; bukan lagi membangkitkan keganasan untuk membunuh melainkan
membangkitkan semangat berapiapi untuk menebar keselamatan.
Sebenarnya banyak sekali andil pengikut Yesus di zaman Paulus, membuat
Paulus bertobat dan menjadi pengikut Yesus yang setia dan terpercaya, yakni doa
huria itu kepada Tuhan agar Tuhan sendiri yang melawan Saulus/Paulus, dan
menghentikan dia melakukan penganiayaan terhadap pengikut Yesus. Di kalangan
pengikut Yesus, Saulus dan pasukannya sudah sangat terkenal sebagai pasukan
Sanhedrin yang sangat biadap dan kejam. Dalam ketidak berdayaan huria Kristen,
para pengikut Yesus hanya dapat berdoa kepada Tuhan Yesus agar Tuhan Yesus
sendiri yang menghentikan sepak terjang Saulus/Paulus. Doa itu ternyata
dikabulkan oleh Tuhan Yesus Kristus, Kepala Huria Kristen. Di zaman sekarang
pun, Huria Kristen harus membawa dalam doa, agar Tuhan Yesus menghentikan para
anti-Kristus, yang semakin luar biasa merencanakan dan melakukan religiocide terhadap pengikut-pengikut
Yesus di seluruh dunia.
7. Paulus tidak hanya dibelas-kasihani, tetapi lebih
lagi, yakni dilimpahi kasih karunia (anugerah; asi ni roha; Yunani: kharis;
Ibrani: ḥesed) dengan iman dan kasih
dalam Kristus Yesus. Dengan dilimpahkannya kharis kepada Paulus, dia menemukan begitu banyak kharisma
dalam dirinya untuk melakukan pelayanan yang dipercayakan Yesus
kepada dirinya. Kharisma-kharisma itu digunakan untuk memperkuat iman Paulus
dan menumbuhkan iman dalam diri orang lain. Kharisma-kharisma itu disalurkan
dalam rangka menunjukkan betapa besarnya kasih Yesus kepada diri Paulus dan
kepada semua orang yang menjadi pengikut Yesus oleh karena pelayanan Paulus.
8. Pengalaman pemanggilan Paulus menjadi apostel
Kristus di jalan ke Damaskus, dan pelepasan dirinya dari hukuman yang sudah
sepantasnya ditimpakan kepadanya, bahkan digantikannya hukuman itu dengan kasih
karunia dan kasih dan iman, menuntun Paulus merumuskan suatu kebenaran yang
mutlak harus diterima sepenuhnya oleh umat manusia, apabila umat manusia ingin
selesai dengan segala dosa-dosamereka: “’Kristus Yesus datang ke dunia untuk
menyelamatkan orang berdosa’, dan di antara mereka akulah yang paling berdosa”,
demikian Paulus. Pengakuan ini benar-benar injili. “Karena begitu besar kasih
Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal,
supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh
hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk
menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia (Yoh.3:16-17; bg.
Yoh.12:47). "Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani,
melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi
banyak orang" (Matius 20:28).
"Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang"
(Lukas 19:10/Mat.18:11). “Kristus Yesus
datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa.” Kebenaran ini merupakan jawaban terhadap
kerinduan seluruh umat manusia (dari agama dan aliran dan manusia apapun)
mendapat pengampunan dosa-dosa mereka, sehingga dapat memulai hidup baru. Tak
dapat dipungkiri, bahwa manusia modern sekarang pun, merindukan keselamatan
dari dampak dosa-dosa mereka yang mereka lakukan. Orang mandi di Sungai Gangga
untuk menyucikan dosa; orang umroh dan sholat di Mekkah untuk memohon
penghapusan dosa, orang ibadah di candi Borobudur agar hidup mereka disucikan;
orang pergi menyampaikan sesajen ke kuil-kuil seraya memohon pengampunan dosa;
orang melarungkan sesuatu ke laut, sebagai simbol bahwa dosa serta kekotoran
hidup di bumi dihanyutkan, sehingga hidup dan bumi bersih. Itu masih terjadi di
zaman sekarang. Yesus bukan salah satu dari alternatif penyelamatan orang
berdosa; melainkan jalan paling tepat dan satu-satunya agar manusia berdosa mendapat keselamatan. Yesus bukan
sekedar teori keagamaan belaka, dan bukan ritus keagamaan semata-mata, tetapi
merupakan kedatangan TUHAN kepada manusia untuk mengatakan: “Dosamu telah
diampuni. Imanmu menyelamatkan engkau! Jangan lagi ulangi melakukan dosa!”
Manusia cukup mengimaninya saja.
Paulus melihat dirinya sebagai orang paling berdosa, yang diselamatkan
Kristus Yesus yang datang ke dunia. Mengapa? Dia melihat dirinya sebagai orang yang ikut
menyalibkan Yesus Kristus, karena tidak mengerti rancangan TUHAN. Kemudian dia
menempatkan dirinya di barisan anti-Yesus dan anti-Pengikut Yesus. Dia salah
seorang penghujat Kristus yang luar biasa; penganiaya pengikut Kristus yang paling ganas. Ditinjau dari kebenaran ajaran Perjanjian Lama
pun, perbuatan-perbuatannya itu bukan perbuatan yang dapat dibenarkan, sudah
merupakan perbuatan dosa. Apalagi bila ditinjau dari ajaran Tuhan Yesus
Kristus, Paulus kedapatan sebagai orang yang paling berdosa. Yang menyadari
dirinya orang paling berdosa, tetapi ternyata
masih diperkenankan TUHAN untuk hidup, dan dosanya diampuni serta dirinya
masih digunakan oleh TUHAN untuk tugas-tugas mulia, akan mendapati dirinya
sebagai orang yang paling dianugerahi dan dikasihani oleh TUHAN (Yesus
Kristus). Perbuatan TUHAN itu sekali untuk hidup yang lalu, dan tidak akan
diulangi lagi apabila orang tersebut mengulangi berdosa dengan mengharap bahwa
dia akan diampuni. Maka Paulus tidak mengulangi dosa yang pernah membuat dia
menjadi orang paling berdosa, setelah dia menjadi pengikut Yesus.
9. Paulus dikasihani bukan karena dia merupakan
orang paling berdosa, tetapi karena Yesus Kristus datang ke dunia untuk
menyelamatkan orang berdosa. Dalam tindakan Tuhan Yesus Kristus menyelamatkan
Paulus (orang paling berdosa itu), sungguh nyata luar biasa kesabaran Tuhan Yesus terhadap Paulus. Paulus
juga mengakuinya. Tetapi kesabaran Tuhan terhadap Paulus bukan menjadi alasan bagi
orang lain untuk melakukan dosa yang sangat besar, agar dia merasakan kesabaran
TUHAN yang lebih besar lagi dari yang dirasakan Paulus. Bukan demikian yang
ingin Paulus tekankan. (Dalam surat Paulus ke jemaat di Roma, Paulus
mengatakan: “Bolehkah kita bertekum dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih
karunia itu? Sekali-kali tidak!” (Roma 6:1b-2a). Dengan memberitahu pengalamannya
ini, Paulus ingin mendorong para pedosa-pedosa berat dan ringan mempunyai keberanian percaya kepada Yesus yang sangat
berlapang dada dan bermurah hati menghapus dosa, dan menganugerahkan
keselamatan. Hanya dalam Yesus Kristus keselamatan sejati dan pengampunan yang
sejati terhadap dosa manusia dapat diperoleh manusia. Paulus memaparkan belas-kasihan,
anugrah dan iman serta kasih yang diperolehnya dari Tuhan Yesus, agar ada
contoh “bagi mereka yang kemudian percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan
mendapat hidup yang kekal”. Dalam kesempatan ini, Paulus menunjukkan ada dua
yang penting dari pengalamannya itu: (1) pemanggilannya menjadi apostel Tuhan
Yesus Kristus (perubahan dirinya dari yang melawan Tuhan Yesus menjadi pembela
dan hamba Tuhan Yesus); (2) Belas-kasih, anugerah, iman dan kasih dari Tuhan
Yesus Kristus, yang memungkinkan hidupnya lebih bermanfaat bagi kemanusiaan,
karena setelah dia menjadi pengikut Yesus, dia membawa umat manusia ke jalan
keselamatan dan penerimaan hidup yang kekal, bukan lagi kepada ancaman kematian
(penganiayaan), melainkan pengayoman dan kehidupan.
10. Paulus, seorang yang mengenal betapa besarnya
kasih TUHAN terhadap dirinya, menyatakan : “Hormat dan kemuliaan sampai
selama-lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tak nampak, yang
esa! Amin!”. TUHAN itu, yang tidak nampak, adalah Raja segala zaman, Allah yang
esa. Dialah yang mengutus Yesus Kristus datang
ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa. Dia, yang dikenal sebagai
TUHAN yang cemburu, yang membalaskan dosa, sekarang (dalam Yesus Kristus) telah
menunjukkan kasih sayang-Nya, dan kemurahan hati-Nya mengampuni dosa dan
memberi keselamatan. Bagi-Nya pantas diberikan hormat dan kemuliaan sampai
selama-lamanya. Hormat (Yunani: timȇ;
Ibrani: kabod) berarti menunjukkan sikap dan perbuatan
menghargai, takzim terhadap yang dihormati, sehingga yang menghormati itu
selalu bersikap sopan, santun dan penuh hikmat di hadapan yang dihormatinya. Kemuliaan
(Yunani: doxa; Ibrani: hatip’eret) adalah
keluhuran dan keagungan. Paulus bertekad membuat Yahowa dalam Yesus Kristus
sebagai yang paling mulia/agung dan paling terhormat dalam kehidupannya. Dan
memang begitulah seharusnya, sikap setiap pengikut Yesus Kristus. Paulus
menutup kalimat doxologinya ini dengan “Amen”, untuk menunjukkan memang demikianlah kebenaran yang
sesungguh-sungguhnya. Paulus mengajak agar bukan hanya Timotius, tetapi semua
yang percaya kepada Yesus meng-amin-kan kebenaran yang disampaikan oleh Paulus.
11. Setiap orang Kristen zaman sekarang, terutama
para pelayan Tuhan Yesus dalam Huria Kristen, sudah sepantasnya bersyukur
kepada TUHAN (dalam Yesus Kristus) karena masih diperkenankan menjadi pengikut
Yesus, menjadi orang Kristen. Sebab sebenarnya menjadi orang Kristen, bukan karena
prestasi masing-masing Kristen semata-mata, tetapi karena Yesus Kristus
“menangkap” masing-masing Kristen itu
menjadi pemilik kasih karunia TUHAN, pemilik iman dan kasih, dan pemilik
keselamatan serta pemilik hidup yang kekal. TUHAN menginginkan, bahwa melalui umat Kristen
seluruh umat manusia di dunia (terutama orang yang kemudian percaya kepada
Yesus) dapat menikmati kasih karunia , iman, kasih, keselamatan dan hidup yang
kekal, yang dari Yesus Kristus. Untuk
itu Tuhan Yesus memanggil setiap pengikut-Nya tanpa melihat dan
mempertimbangkan latar belakang hidup masing-masing sebelum dia menjadi
pengikut Yesus. Kepada semua, tanpa kecuali, diberi pengampunan dosa, dan
dianugerahi hidup baru, dan dinilai sebagai orang-orang yang setia mengemban
tugas tersebut sampai akhir hayat masing-masing. Yesus mempercayakan tugas
pelayanan ini kepada para pengikut-Nya. Pemercayaan tugas itu juga berlaku bagi
orang Kristen dan hamba Kristus yang sekarang. Mereka diharapkan menerima tugas
pelayanan itu dan melakukannya dengan setia. Paulus telah memberikan contoh
kesetiaan itu, dan memberikan teladan bagi semua pengikut Yesus bagaimana hidup
sebagai pengikut Yesus yang setia dan dipercayai mengemban tugas mulia dari
Tuhan Yesus Kristus. Nasihat yang disampaikannnya kepada Timotius juga berlaku
untuk setiap pengikut Yesus yang sekarang: “Jadilah teladan bagi orang-orang
percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam
kesetiaanmu dan dalam kesucianmu” (1 Tim.4:12b). Dan tujuan utama yang harus
diraih adalah: supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit
dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku:
"Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Flp.2:10-11).
Semua isi bumi mengaku dan mengamalkan: “Hormat dan kemuliaan sampai
selama-lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tak nampak, yang
esa! Amin!”
Pematangsiantar, 25 Agustus 2016. Pdt. Langsung Maruli Basa Sitorus (Pdt.
LaMBaS).