MINGGU XVII SETELAH TRINITAS TGL. 18 SEPTEMBER 2016 EVANGELIUM: AMOS 8: 4-7
AMOS
8:4 Dengarlah ini, kamu yang menginjak-injak
orang miskin, dan yang membinasakan orang sengsara di negeri ini
8:5 dan berpikir: "Bilakah bulan baru berlalu, supaya kita boleh menjual gandum dan bilakah hari Sabat berlalu, supaya kita boleh menawarkan terigu dengan mengecilkan efa, membesarkan syikal, berbuat curang dengan neraca palsu,
8:5 dan berpikir: "Bilakah bulan baru berlalu, supaya kita boleh menjual gandum dan bilakah hari Sabat berlalu, supaya kita boleh menawarkan terigu dengan mengecilkan efa, membesarkan syikal, berbuat curang dengan neraca palsu,
8:6 supaya kita membeli orang lemah karena uang dan orang yang
miskin karena sepasang kasut; dan menjual terigu rosokan?"
8:7 TUHAN telah bersumpah
demi kebanggaan Yakub: "Bahwasanya Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuatan mereka!
HATI-HATILAH PERBUATAN JAHATMU YANG TIDAK KAU DISESALI TIDAK AKAN DILUPAKAN
TUHAN UNTUK MENGHUKUM BERATMU
1. Nabi
amos berasal dari Tekoa, satu kampung keci di daeraj Kerajaan Yehuda, dekat
perbatasan. Dia seorang gembala kambing domba, dan pengumpul buah pohon ara,
yang dalam bahasa Batak Tona disebut galagala
ni si Zakkeus. Buah pohon ini enak dimakan kalau sudah matang, dan dapat
dikeringkan hingga 0,5 persen air di dalamnya, dan dibungkus di plastik lalu
dijual di pekan atau di swalayan. Buah ara kering itu sering menjadi oleh-oleh
dibawa dari Yeriko atau Israel kalau pergi ke sana. Sekarang pohon ini kembali
dibudidayakan oleh pemerintah Israel. Pohon ini bisa ditanam seperti menanam
singkong (distek), tetapi potongan stek yang jantan dan yang betina harus ditanam
bersama-sama di satu tempat, agar nanti berbuah. Pohon ini sudah ditanam di
Indonesia (di Sumatera Utara) dan berbuah lebat. Pohon ini disebut galagala, karena letak buahnya sama
dengan buah pohon galagala yang ada
di Toba, yakni melekat di batang daunnya, bukan di pucuk rantingnya. Pada waktu Amos masih hidup, pohon ini masih
banyak di sekeliling Tekoa, karena cocok iklimnya dan tanahnya. Mari menanam
pohon Ara (galagala ni si Zakkeus) di
pekarangan masing-masing. Pohonnya bisa besar sebesar pohon Juhar (Jior). Daerah
sekitar Tekoa adalah tempat penggembalaan kambing-domba. Kalau satu gembala menjaga
sedikitnya duaribu kawanan kambing-domba, barulah disebut gembala. Amos
menggembalakan kambing dombanya mulai dari Tekoa hingga ke daerah Samaria.
Tekoa berjarak 16 km di selatan Yerusalem, dan Samaria berada sejauh 44 km dari
Yerusalem ke Utara. Jadi Amos menggembala di 60 km panjang dan kurang lebih 20
km lebarnya. Dia dari Tekoa ke Utara melewati dataran Efrata di Betlehem,
melewati bukit-bukit di sekitar Sion di Yerusalem, naik lagi ke dataran Efraim
hingga ke daerah padang steppe dekat Samaria (ibukota Negara Israel Utara). Dia
masuk ke ibukota itu, dan menyampaikan nubuatnya. Dia gembala kambing domba,
tetapi tidak luput perhatiannya kepada pekembangan pemerintahan dan kehidupan
masyarakat di negara Israel Utara (Samaria) dan Yehuda. Gembala kambing domba
berperan menjadi gembala negara umat bangsa Israel yang beribukota di Samaria
dan Yerusalem). Tampilnya Amos menjadi nabi dan bernubuat di ibukota Samaria,
menyadarkan umat Kristen, agar perhatian warga negara biasa, yang bukan
rohaniawan dan yang rohaniawan, harus sama-sama memperhatikan perjalanan
negara, pelayanan aparatur negara terhadap rakyatnya dan mengkritisinya demi
perbaikan-perbaikan demi kemaslahatan rakyat para umumnya. Amos memberikan
contoh bagi huria sepanjang masa.
2. Amos melihat kehidupan penduduk (pejabat dan
rakyat) di kota Samaria dan pembangunan-pembangunan yang dilakukan di sana. Kota
Samaria mulai dibangun raja Omri (yang memindahkan ibukota Kerajaan Israel
Utara dari Tirza ke Samaria), karena tempatnya yang strategis. Omri membangun
tembok pertama, kemudian anaknya (penggantinya), raja Ahab, membangun tembok
sekeliling dengan berlapis seperti lapisan keju. Tembok itu berrongga di tengah
dengan luas lima meter. Istana dibangun, kota itu pun dibangun. Pengganti-pengganti
Ahab (yakni Ahasia, Joram, Jehu, Joahas, Joas hingga Hosea) terus
mempertahankan kota tersebut sebagai ibukota dan menjadi nama kerajaan Israel
Utara, yakni Kerajaan Samaria. Raja Jehu (yang memutus dinasti Omri) harus
membayar upeti kepada raja Assyur (Salmanasser III) agar kota itu tidak
dihancurkan. Anaknya Yoahas yang menggantikan Yehu tidak dapat melawan Hazael,
raja Aram, dan harus membayar upeti kepada Aram. Anaknya Yoas menggantikan
Yoahas, dan dia mau mengadukan nasib bangsa Israel kepada nabi Elisa, sehingga
dia berhasil membebaskan Israel dari penjajahan Aram, bertepatan dengan
kematian Hazael, raja Aram. Yoas digantikan anaknya Yerobeam (yang lebih
dikenal sebagai Yerobeam II) menjadi raja di Samaria. Empat puluh tahun Jerobeam
menjadi Raja Israel Utara (Samaria) dan berjaya selagi negara tetangganya
Assyur dan Aram di Utara dan Mesir di Selatan sedang lemah). Yerobeam II giat
kembali membangun kota-kota di daerah Samaria dan juga di ibukota Samaria.
Tembok kota itu diperluas lagi. “Ia (Yerobeam II) mengembalikan daerah Israel,
dari jalan masuk ke Hamat sampai ke Laut Araba sesuai dengan firman TUHAN,
Allah Israel, yang telah diucapkan-Nya dengan perantaraan hamba-Nya, nabi Yunus
bin Amitai dari Gat-Hefer” (2Raj.14:25). Penulis kitab 2 Raja-raja
mengkategorikan Yerobeam II sebagai penolong Israel (2 Ra.14:27), walaupun dia
dituduh tidak menjauh dari dosa Yerobeam bin Nebat (Yerobeam I, pendiri negara
Israel Utara/Samaria), yakni membuat ibadah tersendiri di Betel dan Gilgal,
agar umat Israel tidak beribadah ke Yerusalem. Yerobeam II dibelaskasihani
TUHAN, tetapi Yerobeam II tidak mengenal belaskasihan TUHAN tersebut. Amos
membeberkan dalam bukunya hasil-hasil pembangunan yang diraih Yerobeam II dan
penduduk Samaria. Penduduk Samaria banyak yang semakin kaya. Pembangunan
gedung-gedung perumahan yang terbuat dari batu pahat dapat dilakukan (Am.5:11).
Dibangun balai musim dingin dan balai musim panas; rumah-rumah gading dan
rumah-rumah gedang (Am.3:15). Rumah dengan tempat tidur dari gading (Am.6:4). Pertanian
kebun anggur mengalami kemajuan (Am.5:11). Peribadahan-peribadahan (walaupun
itu meniru peribadahan yang dilakukan Yerobeam I) juga mengalami kemajuan.
Pusat peribadahan di Betel dan Gilgal sangat dihidupkan kembali (Am.4:4).
Ibadah diisi dengan pemberian berbagai kurban persembahan (Am.5:21), dimeriahkan
dengan perayaan-perayaan, penuh keramaian dan nyanyian-nyanyian dan lagu gambus
(Am.5:23). Negara dalam keadaan aman, tenteram, tidak ada ancaman dari Aram
(Syria) maupun dari Mesir. Dalam pesta pora, orang-orang kaya dapat duduk
berjuntai di ranjang (Am.6:4), menikmati daging anak kambing domba (lomoklomok ni lombu, hambing dohot birubiru)
menikmati minuman anggur terbaik (Am.6:6; Am.4:1); bernyanyi-nyanyi mendengar
gambus (Am.6:5). Dari sisi prestasi itu, Yerobeam II pantas mendapat isapan
jempol. Tetapi Amos melirik sampai ke dalam, makanya dia datang ke Betel
menyampaikan teguran/kritikannya yang keras. Dia datang ke pusat keagamaan
negeri Samaria, karena kemajuan pembangunan keagamaan (rumah ibadah dan
peribadahan) tidak mendorong adanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat dan bagi
penghuni negeri dan kota Samaria. Adanya kesenjangan sosial yang sangat luar
biasa, sikap tidak adil yang dilakukan pemerintah dan orang kaya terhadap
rakyat miskin, menjadi alasan utama bagi Amos untuk menyampaikan nubuat hukuman
yang sangat keras dan nubuatnya itu dia dokumenkan/bukukan dalam kitab Amos
ini.
Selain daripada yang dikatakan dalam perikop ini, beberapa
perilaku yang dikritik Amos antara lain: (1) di negara itu dibiarkan human trafficking meraja lela. (mereka
menjual orang benar karena uang dan orang miskin karena sepasang sepatu,
Am.2:6b). (2) penindasan terhadap orang lemah (mereka menginjak-injak kepada
orang lemah ke dalam debu dan membelokkan jalan orang sengsasa, Am.2:7a). (3)
Perzinahan dibiarkan dan perzinahan suci dianggap baik (anak dan ayah pergi
menjamah seorang perempuan muda; mereka merebahkan diri di samping setiap
mezbah, di atas pakaian gadaian orang, dan minum anggur orang-orang yang kena
denda di rumah Allah mereka, Am.2:8). (4) Orang Israel memberi para nazir minum
angggur (tuak) (walau itu pantang
bagi mereka; dan melarang para nabi mereka bernubuat (Am.2:12). (5) mereka
menimbun kekerasan dan aniaya di dalam purinya (Am.3:10b). (6) Mereka memeras
orang lemah, menginjak orang miskin (Am.4:1). (7) Ibadah-ibadah yang mereka
lakukan di Betel dan Gilgal (bagaimanapun semaraknya itu) justru menambah
kejahatan mereka (karena dibuat meniadakan ibadah ke Yerusalem; ibadah itu
dikomersilkan dan dipolitisasi) (Am.4:4-5). (8) Para pejabat dan orang kaya
Samaria mengubah keadilan menjadi ipuh
dan mengempaskan kebenaran ke tanah (Am.5:7). (9) Mereka menginjak-injak orang
lemah, dan mengambil pajak gandum daripada mereka (Am.5:11). (10) Mereka
menjadikan orang benar terjepit; mereka menerima suap, dan mengesampingkan
orang miskin di pintu gerbang. (11) Pemerintah mempraktekkan pemerintahan
kekerasan (Am.6:3b). Mereka mengubah keadilan menjadi racun dan hasil kebenaran
menjadi ipuh. Dan yang ke (12-18) adalah yang disebutkan dalam Am.8:4-6): (12)
Mereka menginjak-injak orang miskin; (13) membinasakan orang sengsara di negeri;
(14) mereka mengecilkan efa waktu berjualan, (15) membesarkan syikal, (16) berbuat
curang dengan neraca palsu; (17) dan mempraktekkan human traficking (membeli
orang lemah karena uang dan orang miskin karena sepasang kasut; (18) menjual
terigu rosokan (Am.8:4-6). Dosa yang dikatakan dalam Am.8:4-6 ada yang
merupakan pengulangan dari apa yang sudah dikatakan dalam pasal-pasal
sebelumnya. Misalnya Dosa human
traficking telah disebut dalam Am.2:6b dan Am.8:6, tetapi bedanya, di 2:bb
disebut “menjual”, sedangkan dalam Am.8:6 disebut “membeli”. Hal
“menginjak-injak” itu dikatakan dalam Am.4:1; 8:4; 5:11. Yang diinjak-injak itu
kadang disebut orang miskin (4:1; 8:4), kadang orang yang lemah (5:11).
Dengan paparan dosa Samaria ini, Amos berhasil mengungkap dosa
di bidang keagamaan, di bidang keadilan-sosial dan di bidang pemerintahan. Keagamaan
dan pemerintahan yang tidak menggerakkan terwujudnya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat negeri tanpa kecuali, akan dihukum dari sudut keagamaan (agama
itu semakin ditinggalkan umatnya; atau agama itu akan dipenuhi
kelompok-kelompok radikalis-anarkis) dan dihukum dari sudut pemerintahan, yakni
dengan munculnya pemberotakan. Setelah Yerobeam II meningggal dan digantikan
anaknya Zakharia, bangkit lah Salum bin Jabesh mengadakan pemberontakan dan
menghapus dinasti Jehu dari raja-raja Israel. Zakharia memerintah hanya enam
bulan. Dengan demikian kemakmuran yang diraih Yerobeam II dalam 40 tahun pemerintahannya
dihapus setelah enam bulan dia meninggal. Salum memerintah hanya satu bulan,
karena dibunuh oleh Menahem bin Gadi,
lalu Menahem memerintah 10 tahun. Pada masa pemerintahan
Menahem, raja Pul dari Asyur datang menaklukkan Samaria, dan mewajibkan Samaria
membayar upeti kepada Asyur. 50 syikal dari setiap penduduk Samaria harus
dibayar kepada Pul. Setelah Menahem meninggal, dia digantikan anaknya Pekahya
menjadi raja. Setelah dua tahun, perwiranya bernama Pekah memberontak terhadap
dia dan membunuh Pekahya, lalu menjadi raja. Pada waktu Pekah memerintah, raja
Tiglat-Pileser dari Asyur menaklukkan daerah dan kota-kota Israel Utara, dan
membuang penduduk setiap kota dan daerah yang direbutnya (Iyon,
Abel-Bet-Maakha; Yanoah; Kedesh dan Hazor; Gilead dan Galilea; seluruh tanah
Naftali, 2 Taj.15:29). Lalu Hosea bin Ela memberontak terhadap Pekah dan
menggantikannya menjadi raja. Sembilan tahun Hosea dapat memerintah di Samaria,
tetapi itu terjadi selama tunduk ke Asyur dan membayar upeti yang tinggi. Karena
tidak sabar dijajah Asyur, Hosea bin Ela bersekongkol dengan Firaun Mesir,
yaitu Firaun So, untuk mengalahkan Tiglat-Pileser, tetapi raja Asyur tersebut mencium persekongkolan tersebut,
lalu datang membumi-hanguskan Samaria, dan menghapus kerajaan Samaria dari muka
bumi tahun 722 seb.M. Penduduk Samaria dibuang ke Halah dan kota-kota orang
Madai di Mesopotamia. Amos mulai bernubuat tahun 760 seb.M. (2 tahun sebelum
gempa bumi, 762 seb.M.) untuk menasihati Yerobeam II dan penduduk Samaria
(terutama para pejabat dan konglomerat/orang-orang kaya) agar memperhatikan keadilan sosial, dan agar setia
kepada Yahowa (mencari TUHAN (Am. 5:4.6); mencari yang baik, jangan yang jahat;
membenci yang jahat, mencintai yang baik; menegakkan keadilan di pintu gerbang,
Am.5:14-15), tetapi nasihat Amos tidak didengar, maka 38 tahun berikutnya
hukuman yang dinubuatkan Amos (Am. 5:5; 5:27; 6:7; 7:11; 7:17 – Israel pasti
terbuang) menimpa penduduk kerajaan sepuluh marga keturunan Yakub itu. Memang
Amos menubuatkan pemulihan kembali pondok Daud yang roboh, pemulihan umat
Israel dan mereka akan membangun kota-kota yang licin tandas dan mendiaminya;
mereka akan menanami kebun-kebun anggur dan meminum anggurnya, dan membuat
kebun-kebun buah-buahan dan memakan buahnya. TUHAN akan menanam mereka di tanah
mereka dan mereka tidak akan dicabut lagi dari tanah yang telah diberikan TUHAN
kepada mereka, demikian TUHAN (Am.9:7-15). Duaribu limaratus (2500) tahun
lebih, setelah nubuat pemulihan itu disampaikan (760 asK), barulah tahun 1947 Masehi sampai sekarang, dalam keberadaan
Negara Republik Israel Raya yang ada sekarang,
nubuat Amos ini kelihatannya digenapi. TUHAN tidak melupakan perbuatan
dosa itu dan menjalankan hukuman; dan juga tidak melupakan janji keselamatan
yang dijanjikannya. Dalam perjalanan waktu, umat TUHAN harus bergumul dan
bergumul terus berjalan di jalan TUHAN.
3. “Dengarlah
ini, kamu,...” kata Amos. Yang tuli dan yang baik
pendengarannya, yang degil maupun yang lembek hatinya; yang bebal maupun yang
baik orangnya, yang kaya dan yang miskin, rakyat dan pemerintah, harus mendengar
apa yang disampaikan oleh Amos, si gembala domba. Mendengar (shema),
menggunakan telinga di kepala dan telinga di hati untuk menangkap apa yang
dikatakan orang lain, lalu memasukkannya ke dalam otak, kemudian memikirkannya,
dan sesudah itu menunjukkan reaksi atas apa yang dikatakan orang lain tersebut.
Orang yang tidak melakukan proses-proses seperti itu, tidak cukup disebut tuli (atau dalam bahasa Batak Toba: maingol), tetapi sudah sampe ke tingkat dungu (Batak Toba: jojop). Orang yang mau mendengar adalah orang yang masih
menempatkan atau memperlakukan dirinya sebagai manusia.
4. Yang paling utama dihardik agar mau mendengar
tegoran Amos adalah kamu yang
menginjak-injak orang miskin, dan yang membinasakan orang sengsara di negeri
ini. Kamu itu bukan hanya satu orang,
melainkan sekelompok orang. Siapa-siapa mereka dan dari lapisan masyarakat yang
mana mereka berasal, tidak diberitahu oleh nabi. Di antara mereka bisa saja
aparat pemerintah, bisa juga orang kaya, pengusaha, konglomerat, bisa juga
tentara, polisi, hakim, atau preman, jago-jago, rentenir atau tokke hapit. Tetapi kesamaan mereka,
siapapun itu, dari lapisan masyarakat manapun itu, mereka semua dituduh
sebagai penginjak-injak orang miskin dan
pembinasa orang sengsara. Benar yang dikatakan Tuhan Yesus Kristus, bahwa orang
miskin (termasuk orang sengsara) selalu ada di tengah-tengah suatu
negara/negeri (bd. Mrk.14:7//Mat.26:11//Yoh.12:8), mengulangi apa yang
dikatakan dalam Ulangan 15:11 (:”Sebab
orang-orang miskin tidak hentinya akan ada di dalam negeri itu; itulah sebabnya
aku memberi perintah kepadamu, demikian: Haruslah engkau membuka tangan
lebar-lebar bagi saudaramu, yang tertindas dan yang miskin di negerimu.").
Mengapa selalu ada? Karena yang kaya bisa menjadi miskin; yang senang bisa
menjadi sengsara. Orang miskin dan orang sengsara sudah menjadi salah satu
warna kemanusiaan yang merupakan buah dari diusirnya manusia dari taman yang
ada di Eden. Tetapi walaupun demikian, orang miskin tidak boleh diinjak-injak dan
orang sengsara tidak boleh dibinasakan. Sebaliknya, mereka wajib
dipedulikan oleh sesama mereka yang
lebih kaya. Kehadiran mereka menjadi batu uji kepada kaum beriman, sejauh mana
orang-orang percaya sanggup menjalankan panggilan keimanan mereka. Dalam
Perjanjian Lama berulang kali diserukan agar umat Israel peduli terhadap
kehidupan kaum miskin dan sengsara (baca: Kel.23:6.11; Im.19:10; 23:22). Umat
TUHAN (Israel) diwajibkan memberikan persembahan, yang sebagian dari
persembahkan itu harus disisihkan untuk kehidupan kaum miskin, orang asing,
para janda dan anak-anak yatim. Dengan demikian, umat Israel tahu, bahwa TUHAN
mereka (Yahowa) adalah Allah yang punya solidaritas tinggi terhadap kaum miskin
dan sengsara. Justru karena tangisan kaum Israel yang sengsara dan yang dimiskinkan
di Mesir, yang menggerakkan TUHAN untuk membebaskan mereka dari
perbudakan di Mesir di zaman Musa dan menuntun mereka ke tanah perjanjian,
tanah yang penuh kemakmuran. Kalau kedapatan bahwa di negeri Israel, kaum
miskin dibuat semakin menderita, maka Israel sudah terang-terangan membuat
TUHAN mereka menjadi TUHAN yang tidak peduli terhadap kaum miskin, dan yang
tidak berusaha untuk mengentaskan kemiskinan dari kehidupan berbangsa,
bermasyarakat dan bernegara.
Tuhan Yesus Kristus juga sangat memperhatikan orang miskin, dan mengajarkan agar para
pengikutnya bersolidaritas tinggi
terhadap kaum miskin dan kaum sengsara. Dia mau miskin agar orang percaya
menjadi kaya. Dia mau mengalami sengsara, agar orang percaya selamat dan
mendapat kesenangan sorgawi di bumi dan di sorga. "Berbahagialah orang
yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga”
kata Yesus (Mat. 5:3). Kepada orang-orang miskin kabar baik harus disampaikan
(bd. Mat.11:5). Kalau orang kaya yang ingin hidupnya sempurna, dia harus
memberi kekayaannya juga untuk kesejahteraan orang miskin (bd. Mat.19:21).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa TUHAN sama sekali benci
terhadap orang-orang yang menginjak-injak orang miskin dan yang membinasakan
orang yang sengsara. Melakukan hal-hal seperti itu berarti melawan TUHAN dalam
rencananya mempedulikan kaum miskin dan kaum sengsara. Melawan TUHAN berarti
menangguk amarah TUHAN. Menginjak-injak orang miskin dan membinasakan orang
sengsara, pasti mengundang pemberontakan orang-orang yang merindukan keadilan
terjadi dalam negaranya. Adalah tugas wajib negara untuk memakmurkan orang
miskin, dan menekan jumlah orang miskin di negara itu menjadi sesedikit
mungkin. Berbahagialah bangsa Indonesia yang mempunyai Undang-Undang Dasar NKRI
tahun 1945, yang dalam pasal-pasalnya sangat menegaskan bahwa kaum miskin harus
dipelihara oleh negara sebaik-baiknya. “Fakir miskin dan anak-anak terlantar
dipelihara oleh negara” (UUD RI 1945 Pasal 34 ayat (1) hasil perubahan
keempat yang disahkan tgl. 10 Agustus
2002). Karena negara bukan hanya pemerintah, tetapi juga rakyat, maka sesuai
dengan undang-undang dasar ini, di bumi Indonesia lembaga-lembaga swasta
diperkenankan dan diizinkan oleh negara untuk mengurusi anak yatim piatu,
orang-orang gelandangan, para lansia terlantar, di dalam panti-panti asuhan
yang mereka dirikan, dan pemerintah memberikan subsidi ala kadarnya, sebagai
tanda bertanggungjawab untuk memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar.
Sekarang ini, di zaman Jokowi – JK telah diberikan apa yang dinamakan Kartu
Indonesia Sejahtera, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, sebagai
cara negara memelihara dan memakmurkan fakir miskin dan anak-anak terlantar.
Semua perbuatan negara ini harus disahuti semua pihak tanpa korupsi. Jangan lagi terjadi praktek di zaman
dulu: Pemerintah memberikan bantuan minyak lampu kepada setiap panti asuhan
Rp.20.000 per kepala anak asuhan di panti per bulan, tetapi pejabat yang
membagikannya memotong dua ribu rupiah dari perkepala untuk kantongnya sendiri.
Petugas panti harus menanda tangani kwitansi bahwa dia menerima bantuan
pemerintah duapuluh ribu perkepala anak asuhannya di panti, tetapi yang
diterimanya hanya delapan belas ribu rupiah perkepala. Si Pengurus Panti rela
menanda tanganinya, dengan mengatakan: “Dari pada tidak mendapat apa-apa!”,
karena dia tahu tidak pernah ada penindakan terhadap oknum koruptor seperti
itu. Maka terjadilah korupsi berjemaah. Demikian praktek korupsi di banyak
bidang pemberian bantuan dari pemerintah kepada rakyat miskin, sehingga praktek
sedemikian masih tehitung sebagai perbuatan menginjak-injak orang miskin, dan
sangat sulit diungkap. Akibatnya, negara semakin miskin, orang-orang tertentu
semakin kaya, dan bibit-bibit perlawanan terhadap pemerintah disemaikan, dan
kalau nanti korupsi itu semakin meraja lela, rakyat miskin itu akan bangkit
melawan semua orang kaya dan menelan habis semua kekayaan hasil korupsi mereka.
Rakyat tidak lagi memberontak kepada pemerintah, tetapi memberontak terhadap orang-orang
kaya yang berpura-pura bersosial, pada hal kerjanya tiap hari menginjak-injak
orang miskin dan melenyapkan orang sengsara. (Misalnya dengan memeras buruhnya,
memeras pedagang kecil, pedagang kaki lima; memeras supir-supir angkot, menjual
narkoba, illegal loging, dll.). Sangat disesalkan, bahwa ada juga negara di
dunia ini yang menyediakan dirinya tempat menyimpan kekayaan hasil korupsi,
hasil orang kaya dari menginjak-injak orang miskin. PBB tidak menindak negara
seperti itu. Sehingga tindakan-tindakan menginjak-injak orang miskin di suatu
negara sudah mendunia, dan berjaringan sedunia. Sangat disesalkan juga, mengapa
seorang korup di suatu negara berhasil mengirim (mentransfer) uang ratusan juta
bahkan miliaran dollar sekali gus, untuk menyimpannya di negeri penghimpun
hasil korupsi itu. Sebenarnya Bank yang diminta mentransfer harus menahan uang
itu berada dalam Bank tersebut, sampai PPATK bersama KPK mengklarifikasi dari
mana sumber uang itu diperoleh pemiliknya. Bank luar negeri yang ada di dalam
negeri yang digunakan mentransfer uang hasil korupsi ke luar negeri tanpa
klarifikasi, harus ditutup dan diusir dari negeri, dan diperintahkan
mengembalikan uang itu ke dalam bank pemerintah di dalam negeri. Negara yang
jujur harus diperkuat mencegah korupsi berjemaah, korupsi individu, korupsi
berjabatan, dan korupsi pencucian uang, korupsi penyimpanan uang kekayaan
pribadi di luar negeri, dan korupsi penimbunan uang di lemari besi di rumah,
agar dengan demikian tindakan-tindakan menginjak-injak orang miskin dan
melenyapkan orang sengsara dapat dihapus dari negara ini yang berdaulat. Seruan-seruan
agar berbuat adil telah disampaikan para nabi TUHAN, dan itu sudah dituangkan
dalam undang-undang anti Korupsi; Undang-undang Hak-hak Azasi Manusia, implementasinya dituntut sekarang. “Janganlah
engkau memperkosa hak orang miskin di antaramu dalam perkaranya. Haruslah
kaujauhkan dirimu dari perkara dusta. Orang yang tidak bersalah dan orang yang
benar tidak boleh kaubunuh, sebab Aku tidak akan membenarkan orang yang
bersalah. Suap janganlah kauterima, sebab suap membuat buta mata orang-orang
yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar” (Kel.23:6-9).
“Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup; dengan demikian
TUHAN, Allah semesta alam, akan menyertai kamu, seperti yang kamu katakan”
(Am.5:14). “Bencilah yang jahat dan cintailah yang baik; dan tegakkanlah
keadilan di pintu gerbang; mungkin TUHAN, Allah semesta alam, akan mengasihani
sisa-sisa keturunan Yusuf” (Am.5:15). “Basuhlah, bersihkanlah dirimu,
jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah
berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah
orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!” (Yes.1:16-17).
"Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang
dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup
dengan rendah hati di hadapan Allahmu?" (Mik.6:8).
5.
Para penginjak-injak orang miskin pembinasa
orang sengsara di zaman Amos menghitung-hitung hari, kapan mereka dapat dengan
bebas melakukan kejahatan-kejahatan mereka. Ada kesan, bahwa di benak mereka,
hari bulan baru dan hari Sabat merupakan hari campur tangan TUHAN atas
kehidupan hidup manusia. Tetapi hari-hari lainnya merupakan hari kebebasan bagi
mereka, dan TUHAN tidak mencampuri urusan-urusan mereka, sehingga mereka berani
melakukan tindakan-tindakan kejahatan di hari-hari yang bukan Sabat dan bukan
hari bulan baru. Di zaman Yesus, justru hari Sabat itupun sudah digunakan oleh
para pedagang untuk melakukan tindakan-tindakan kejahatan demi keuntungan
mereka pribadi, sehingga Tuhan Yesus Kristus menjungkir balikkan meja-meja dan
para dagangan mereka. Dari hardikan Amos ini, rupanya (hanya) lima hari sebulan
( empat Sabat dan satu hari bulan baru) masih merupakan hari melakukan sedikit
kejahatan, tetapi duapuluh empat hari lainnya, sudah dipenuhi dengan
tindakan-tindakan kejahatan. Tetapi bukankah Yahowa itu adalah TUHAN untuk
setiap harinya? Yahowa lah pemilik hari-hari yang ada itu dari sejak penciptaan
hingga sekarang. Dia bekerja dan mengawasi manusia setiap harinya, dari dulu
sampai sekarang. Di hari bulan baru dilarang menjual gandum, di hari Sabat
dilarang menjual terigu. Itu masih mereka patuhi. Tetapi karena merasa rugi
tidak berjualan di hari bulan baru dan hari-hari Sabat, para penginjak orang
miskin ini, mengakali para pembeli (konsumen) dengan berbagai taktik, agar
kerugian tidak berjualan itu terbayarkan, bahkan melebihi dari itu.
6.
Beberapa perbuatan kejahatan para penginjak
orang miskin tersebut diberitahu oleh Amos di sini: (1) mengecilkan efa; (2)
membesarkan syikal; (3) berbuat curang dengan neraca palsu; (4) membeli orang
lemah karena uang; (5) membeli orang miskin karena sepasang kasut; (6) menjual
terigu rosokan. Perbuatan-perbuatan ini melanggar Hukum “Jangan berdusta!” atau
“Jangan berbohong!”, “Jangan mencuri!” dan “Jangan perkosa hak-hak orang
miskin!”, “Jangan binasakan orang lemah!” Mengecilkan efa masih sering dilakukan para
tengkulak sampai sekarang. Bagian pantat efa itu dibuat berlapis dua, sehingga
tampaknya dari luar efa itu efa yang benar, tetapi isinya tidak lagi benar,
karena di dalam sudah diganjal setinggi dua sentimeter. Biasanya satu efa 36
liter, tetapi karena pantatnya sudah diganjal, jadi berisi 34 liter. Setiap efa
yang dikecilkan memberi keuntungan dua liter bagi pedagang penjual. Tetapi
pedagang yang membeli menggunakan efa yang pas.
Membesarkan syikal. Syikal adalah ukuran timbangan. Satu
syikal sama dengan 11,4 gram. Untuk menentukan syikal yang benar, ada syikal
kudus, yang disimpan di Bait TUHAN / Kemah Suci (Kel.30:13). Kalau ada
persoalan di pasar tentang syikal, maka syikal kudus dibawa untuk menentukan
syikal mana yang dibesarkan dan mana yang dikecilkan. Pedagang yang membeli
membesarkan syikal agar timbangan benda yang dibelinya dikatakan satu syikal,
pada hal berat benda itu sudah lebih dari satu syikal yang benar. Demikian juga dalam hal memalsukan timbangan.
Batu timbangan ditaruh yang besar di salah satu sisi timbangan untuk
menimbang benda yang ditaruh di sisi
timbangan lainnya, apabila mau membeli benda itu. Dengan demikian pedagang yang
membeli mengatakan berat benda itu satu kilo, pada hal sebenarnya sudah lebih
satu kilo. Dan apabila dia menjual, batu timbangan yang kurang satu kilo
ditaruh di satu sisi timbangannya, dan benda yang akan dijualnya di sisi
timbangan yang lainnya. Sehingga penjual mengatakan benda yang dijualnya sudah
satu kilo, pada hal masih kurang satu ons dari satu kilo. Sekarang ini, dengan
kilo pegas yang pake petunjuk nomor, pedagang cukup saja menstel petunjuk nomor
kilonya, agar petunjuk nomor itu menunjuk nomor satu kilo, pada hal benda yang
ditimbang masih sembilan ons. Kalau dia pakai kilo gantung, si pedagang
menempelkan besi berani seberat satu ons di bagian bawah piringan kilo,
sehingga walau hanya sembilan ons benda ditaruh di piringan kilo itu, petunjuk
timbangan sudah mengatakan satu kilo. Di meteran-meteran bahan bakar, pemilik
pompa itu hanya menstel sedikit pemutaran angka petunjuk berapa yang sudah
dikeluarkan, sehingga walau baru sembilan setengah liter bahan bakar yang
keluar dari pompa, petunjuk sudah mengatakan sepuluh liter. Keuntungan penjual
setengah liter untuk setiap penjualan sepuluh liter. Hebat kan, keahlian menipu
lebih cepat maju daripada keahlian berbuat jujur. Biasanya selalu ada tukang
tera, pemerika apakah timbangan-timbangan masih pas atau tidak. Sewaktu tukang
tera datang, alat timbangan yang ditunjukkan adalah alat timbangan yang pas.
Masih jarang diadakan Operasi Tangkap Tangan untuk timbangan-timbangan palsu.
Kalau pemerintah tegas menindak para pemalsu timbangan (misalnya dengan menutup
usaha itu permanen, dan menentukan pengusaha seperti itu yang jujur di tempat
itu), pasti efek jera segera terjadi. Tetapi kalau setiap kali tukang tera
timbangan bisa disuap, maka tindakan menginjak-injak orang miskin semakin
meraja lela.
Membeli orang lemah karena uang. Karena pengangguran, tidak
ada pendapatan, banyak manusia (di zaman dulu dan di zaman sekarang) menawarkan
dirinya untuk dibeli orang yang punya duit. Ada yang menjual seksnya, atau
menjual tenaganya, atau menjual organ tubuhnya. Agak terhormat: menjual hasil
temuannya, sehingga pembeli yang memiliki hak paten untuk temuannya itu. Para
pemilik duit segera membeli yang ditawarkan itu dengan harga murah, bahkan
sering menipu orang lemah itu lagi. Yang menawarkan seks dijual lagi menjadi
Pekerja Seks Komersil. Yang menawarkan tenaganya diperas tenaganya tanpa
memberi gaji yang pas; atau orang itu dijual kepada para kafilah (pedagang)
yang sedang lewat agar dibuat menjadi budak mereka. Yang menawarkan organ tubuh
mendapat harga pembelian yang sangat murah, dan dibangga-banggakan bahwa
penjual organ tubuh itu sudah menolong orang lain. Pada hal pembeli organ tubuh
itu menjual organ tubuh yang dibelinya itu ribuan kali lipat dari harga
pembeliannya. Semuanya karena uang. Benar apa yang dikatakan Paulus kepada
Timotius: “Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu
uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan
berbagai-bagai duka” (1 Tim. 6:10).
Membeli orang miskin karena sepasang kasut. Di negeri seperti
Israel di zaman Amos, kasut merupakan kebutuhan yang sangat penting. Kalau
berjalan tanpa kasut, maka kaki pasti akan terluka oleh karena batu-batu tajam
yang ada di jalan. Berjalan tanpa kasut juga dapat segera digigit oleh
kalajengking yang terpijak tanpa sengaja. Gigitan itu bisa mematikan. Si orang miskin
sering menawarkan dirinya agar dibeli orang kaya agar si miskin dapat membeli
kasut baginya. Ada juga orang miskin yang dijual tuannya kepada orang lain,
agar uang yang diperolehnya itu dapat membeli kasut bagi tuan tersebut. Orang
yang punya duit membeli orang miskin itu agar ada dijadikan budak di rumahnya. Ngeri
memang kalau tidak ada keadilan sosial di tengah masyarakat, bangsa dan negara.
Orang yang membeli orang miskin itu masih berdalih: “Untung si miskin itu saya
beli agar dia dapat hidup di rumahku sebagai budak, kalau tidak dia akan mati
tergeletak kelaparan di pinggir jalan,” katanya. Sedangkal itulah pemikiran
orang kaya yang tidak tahu firman TUHAN dan tidak peduli atas ancaman hukuman
dari TUHAN karena dia tidak bekerja
untuk meningkatkan taraf hidup orang miskin.
Menjual terigu rosokan. Sebenarnya terigu yang sudah basi
sudah seharusnya dibuang, dan tidak dimasak lagi dan dibuat menjadi terigu
rosokan untuk dijual, karena terigu rosokan seperti itu bisa membuat orang yang
memakannya sakit perut atau keracunan makanan. Tetapi demi uang, dan melihat
bahwa orang miskin sangat “menggemarinya” karena mereka tidak peduli kesehatan
dan hidup mereka, orang yang punya sisa terigu, masih membuat sisa-sisa itu
menjadi terigu rosokan untuk dijual dan mendatangkan duit. Seperti pabrik rokok
pengumpul puntung rokok dari para pemulung, agar tembakau puntung itu dijadikan
lagi rokok murah untuk dikonsumsi perokok dari kalangan kaum miskin, lalu dengan
demikian mereka dibunuh pelan-pelan. Kalau produsen rokok seperti itu dikritik,
mereka mudah saja menjawab: “Ya jangan dia merokok!” Demikian juga jawaban para
penjual terigu rosokan: Kalau perut mereka tidak tahan, ya jangan mereka makan
terigu rosokan; di sana ada terigu enak!” Para penginjak orang miskin ini tidak
pernah melihat dirinya sebagai sumber kesengsaraan bagi orang lain, dan
kemudian bagi negaranya, masyarakatnya keseluruhan. Suatu negeri yang dibanjiri
oleh barang rosokan dari produk dalam negeri atau produk dari luar negeri,
entah rosokan apa pun itu, negeri itulah yang paling dangol, yang paling mengerikan. Oleh karena itu pemerintah yang
ingin memakmurkan rakyatnya dan ingin mengubah kehidupan rakyat miskin menjadi
rakyat kaya, pemerintah itu harus melindungi konsumen dan melarang segala
barang rosokan diperjual belikan. Tidak cukup hanya barang yang kadaluarsa
dilarang untuk diperjual belikan, harus turut juga sagala barang rosokan,
seperti barang buruk-buruk ni Korea. Sekarang
sudah ada Standart Nasional Indonesia (SNI), tetapi kenyataannya masih belum
benar-benar dijalankan oleh rakyat. Pengawasan pun sporadis, tidak
sungguh-sungguh. Tingkat standart nasional itu pun rupanya masih belum lebih
tinggi dari tingkat mutu standart yang diberlakukan di Jerman (bukan di
Amerika, atau Inggris, atau Rusia, atau RRC), sehingga banyak sekali buatan
Indonesia sudah rusak hanya tiga bulan digunakan. Pada hal seruan reklame TV di
Indonesia mengatakan: “Cintailah barang-barang buatan Indonesia!” Bagaimana
rakyat mencintainya, kalau standartnya masih terkategorikan sebagai barang
rosokan, kalau dibanding dengan buatan luar negeri? Apabila produsen-produsen
Indonesia bertujuan mensejahterakan orang miskin, maka semua buatan Indonesia
pasti dicintai dan digunakan; konsumen menjadi fanatik barang buatan Indonesia
(dalam negeri). Biarlah semua perusahaan yang ada di dunia ini ditempatkan dan
berproduksi di Indonesia, dan standart produksinya lebih bermutu dari standart
di Jerman, lalu produksinya semuanya buatan Indonesia. Dengan demikian lapangan
kerja di Indonesia melimpah ruah, walau uang pemerintah tidak ada untuk itu,
karena modalnya seratus persen dibiayai pengusaha itu sendiri. Lalu kemiskinan
dapat dihabisi, orang miskin menjadi tidak ada, dan praktek menginjak-injak
orang miskin pasti hilang sama sekali.
7.
TUHAN
telah bersumpah demi kebanggaan Yakub: "Bahwasanya Aku tidak akan
melupakan untuk seterusnya segala perbuatan mereka! Kebanggaan Yakub hanyalah Yahowa, khalik
langit dan bumi dan yang memanggil Abraham, kakek Yakub mendapat berkat
dan menjadi berkat. Yakub bangga atas TUHAN yang Esa ini. Huria Kristen
juga bangga atas TUHAN Yahowa yang Esa ini dalam Yesus Kristus dan Roh Kudus. Dialah
TUHAN Yahowa yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan
kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang yang membenci TUHAN Yahowa,
tetapi TUHAN Yahowa yang menunjuk-kan kasih setia kepada beriburibu orang,
yaitu mereka yang mengasihi TUHAN dan yang berpegang pada perintah-perintah
TUHAN Yahowa. Huria Kristen bangsa atas
TUHAN Yahowa dalam Yesus Kristus, karena telah membuka jalan pengampunan dosa,
keselamatan, ke kehidupan yang kekal.
Dari berita di Alkitab, diketahui bahwa tangisan orang miskin
dan orang sengsara merupakan hal yang sangat memilukan bagi hati TUHAN Yahowa. Makanya
menyakiti orang miskin disamakan dengan menyakiti hati TUHAN Yahowa.
Perbuatan-perbuatan orang yang menyakiti orang miskin dan orang sengsara,
menjadi hal yang tak terampunkan bagi TUHAN Yahowa, karena dinilai sebagai dosa
terhadap Roh Kudus. Firman dan Roh TUHAN Yahowa telah berulang-ulang memperingatkan orang-orang
kaya, penguasa, pemerintah, para jago-jago, agar tidak menyakiti apalagi sampe
menginjak-injak orang miskin, tetapi tidak didengar. TUHAN merasa dibuat tidak
berharga di hadapan mata para orang
kaya, penguasa, pemerintah dan jago-jago yang menyakiti orang miskin tersebut. Kalau
demikian halnya, TUHAN Yahowa tidak melupakan untuk seterusnya segala perbuatan
mereka itu. Akan tiba waktunya, untuk menghakimi dan menghukum seberat-beratnya
orang-orang kaya, penguasa, pemerintah dan jago-jago yang menyakiti orang
miskin. Yesus Kristus akan menjadi hakim pada hari penghakiman tersebut.
Hukuman itu telah digambarkan dalam cerita tentang Lazarus yang miskin dan
orang kaya (Lukas16:19-31). Kesukaran orang kaya yang menindas orang miskin
masuk ke dalam kerajaan Allah, telah diterangkan Yesus (Lukas 17:18-27). Di
hari penghakiman itu orang-orang kaya, penguasa, pemerintah dan jago-jago yang
menginjak-injak orang miskin akan masuk ke tmepat siksaan yang kekal (baca:
Matius 25:31-46). TUHAN mencatat semua dosa para penginjak orang miskin dan
pembinasa orang sengsara dalam buku kehidupan/kematian yang dimilikinya.
Dosa-dosa itu tidak akan dihapus dari sana karena para pelakunya tidak memohon
agar dosa itu diampuni. Para pelaku itu tidak memohon dosanya itu dihapus,
karena mereka menganggap perbuatan mereka itu sebagai benar, padahal tidak
benar dari segi keagamaan dan dari segi kemanusiaan. Maka hai kamu orang-orang
kaya, penguasa, pemerintah, dan para jago-jago, mohonlah pengampunan dosa
kepada TUHAN Yahowa, dan bersumpahlah agar tidak lagi menginjak-injak orang
miskin dan membinasakan orang sengsara. Amin.
Pematangsiantar, tgl. 29 Agustus 2016. Pdt. Langsung Maruli
Basa Sitorus (Pdt. LaMBaS).