MINGGU XVIII SETELAH TRINITAS EVANGELIUM, TGL. 25 SEPTEMBER 2016: 1 TIMOTIUS 6:6-19

08.52.00 0 Comments A+ a-

1 TIMOTIUS

6:6     Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.
6:7     Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar.
6:8     Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.
6:9     Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.
6:10   Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.
6:11   Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan.
6:12   Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil dan telah engkau ikrarkan ikrar yang benar di depan banyak saksi.
6:13   Di hadapan Allah yang memberikan hidup kepada segala sesuatu dan di hadapan Kristus Yesus yang telah mengikrarkan ikrar yang benar itu juga di muka Pontius Pilatus, kuserukan kepadamu:
6:14   Turutilah perintah ini, dengan tidak bercacat dan tidak bercela, hingga pada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan diri-Nya,
6:15   yaitu saat yang akan ditentukan oleh Penguasa yang satu-satunya dan yang penuh bahagia, Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan.
6:16   Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Seorang pun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia. Bagi-Nyalah hormat dan kuasa yang kekal! Amin.
6:17   Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati.
6:18   Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi
6:19   dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya.

HIDUP SEDERHANA TETAPI CUKUP MERUPAKAN POLA HIDUP TERBAIK DALAM  KEHIDUPAN SORGAWI DI BUMI

1.      Rasul Paulus bermaksud agar Timotius, yang lebih muda dari dia, menjadi pemberita Injil yang lebih baik dan lebih tangguh serta lebih teladan dari Paulus sendiri. Maka Rasul Paulus betul-betul membekalinya dalam pengalaman, dan juga dalam pengetahuan injil serta dalam hal-hal yang perlu dia teladankan kepada orang lain, maupun dalam hal-hal yang perlu tegas diarahkan oleh Timotius terhadap para pengikut Jesus yang seluruhnya masih merupakan pemula dalam hidup kristiani. Surat Paulus kepada Timotius penuh dengan hal-hal yang dibutuhkan Timotius untuk diri Timotius sendiri maupun untuk kehidupan jemaat Kristen yang masih muda itu. Rasul Paulus memberi nasihat kepada Timotius tentang ajaran sesat dan bahaya latennya, apa yang menjadi tugas Timotius, termasuk dalam menghadapi ajaran sesat; apa yang harus didoakan oleh Timotius dan oleh jemaat; bagaimana sikap laki-laki dan perempuan dalam ibadah kristiani. Paulus mengaturkan syarat-syarat bagi penilik jemaat, syarat-syarat bagi diaken. Itu penting agar jemaat dapat berdiri teguh sebagai dasar dan penopang kebenaran. Paulus menuntun Timotius  bagaimana bersikap atau bagaimana sikap huria Kristen terhadap saudara-saudara seiman; bagaimana bersikap terhadap janda-janda (yang tua dan yang muda); lalu menasihatkan  banyak hal yang sangat penting bagi kehidupan jemaat, termasuk bagaimana menggunakan minuman anggur menjadi kesehatan, sikap budak terhadap tuannya sebagai orang yang sama-sama sudah diselamatkan; perlunya pengikut Yesus menjauhkan diri dari sifat bersilat lidah, dan sikap menganggap ibadah sebagai cara mencari untung pribadi. Sesudah semuanya itu, apostel Paulus menuliskan perikop khotbah ini yang merupakan nasihat-nasihat yang sangat penting dan cukup padat dan sangat berguna bagi jemaat dan setiap pengikut Yesus, sebelum Paulus menekankan agar Timotius memelihara apa yang sudah dipercayakan kepadanya, dan menghindari diri dari omongan omong kosong dan yang tidak suci; serta dari percekcokan akibat sikap pantang so tau (serba tahu) yang dianggarkan oleh orang lain.

2.      Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Ibadah yang tidak disertai rasa cukup sama dengan ibadah yang menjadi bisnis keagamaan berbasis uang yakni ibadah yang dibuat menjadi suatu “sumber keberuntungan pribadi”, yakni keberuntungan dalam bentuk materi atau uang. Tetapi ada ibadah yang disertai rasa cukup, yang memberi keuntungan besar, yang keuntungannya berbeda dengan ibadah yang dibuat menjadi bisnis keagamaan. Yang diterjemahkan dengan ibadah di sini adalah kata eusebeian (Ibraninya: ḥasyidût) yang arti sebenarnya adalah “kesalehan, agama”, yakni segala hidup kerohanian dan keduniaan yang sesuai dengan kehendak Yahowa (Tuhan Yesus Kristus). Kesalehan demi keberuntungan duniawi adalah kesalehan yang segala corak dan gayanya demi mengeruk uang dari kantong orang lain. Corak ini terbandingkan itu dengan corak tukang obral jual obat di pinggir jalan (partukangkoyok), yang selalu mengobralkan obatnya sebagai obat paling manjur, dan harganya dibuat tinggi, padahal mutu obatnya murahan dan harga sebenarnya sungguh sangat murah. Demikian ibadah yang tidak disertai rasa cukup, membuat kesalehan atau ibadahnya  menjadi bisnis keagamaan berbasis uang. Tetapi ibadah (kesalehan, agama) yang disertai rasa cukup (Yunaninya: autarkeias < autarkeia) akan memberi keuntungan yang melebihi hasil dari pada membisniskan kesalehan/agama. Keberuntungan oleh kesalehen/ibadah yang didasarkan pada rasa cukup berupa keberuntungan rohani, keberuntungan keduniaan, keberuntungan kepribadian dan keberuntungan kemanusiaan, bukan hanya keberuntungan pribadi dalam hal keuangan dan harta duniawi.  Rasa cukup yang memberi keberuntungan seperti itu meliputi: (1) Berkecukupan  karena mampu memberikan, yang menolong orang yang berkebutuhan. Allah melimpahkan segala kasih karunia kepada orang saleh itu dan malah berkelebihan di dalam berbagai kebajikan, yang dapat dibagi-bagikan  kepada orang miskin (bd. 2 Kor.9:8dyb.). (2) Orang saleh itu punya rasa cukup karena bukan karena dia punya kebaikan-kebaikan yang melimpah, tetapi karena dia mendapat kuasa Kristus yang olehnya dia merasa miskin dan hanya bergantung pada kuasa itu saja, sehingga dia sangat kaya dan mampu memberi dengan mengandalkan kuasa itu. Dia merasa cukup karena dia dipenuhi kasih-karunia Kristus, dan dengan demikian seperti dikatakan Paulus: “aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan” (Flp.4:11). (3) Orang saleh merasa cukup sebagai buah dari anugerah TUHAN. Kesalehan itu betul-betul memberi keberuntungan besar karena  orang saleh itu hidup dalam rahasia TUHAN yang berkasihkarunia (bd. 2 Kor.12:9). (4) Orang saleh itu merasa cukup karena dia hidup dalam pemenuhan janji penyertaan TUHAN dalam kehidupan sekarang dan dalam kehidupan yang akan datang (bd. 1 Tim.4:8; 3:16). 

3.      Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. Dalam bahasa Ayub  dikatakan: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" (Ayub 1:21). Pengkhotbah berkesimpulan tentang perjalanan hidup manusia: Sebagaimana ia datang, demikian pun ia akan pergi (Pengk.5:15). Keberadaan manusia (pengikut Jesus) sewaktu lahir dan sewaktu kematian adalah semacam kecukupan. Hal-hal yang ditambahkan sesudah itu kepadanya adalah keberuntungan yang sangat luar biasa. Sama seperti Yesus yang lahir di kandang domba (tak memiliki apa-apa, selain tubuh, nyawanya, Maria dan Yusuf dan kandang domba dan palungan) dan seperti sewaktu Yesus disalibkan (di saat mana seluruh pakaianNya dirampas; nyawa-Nya dicabut). Tetapi sesudahnya kepada Tuhan Yesus ditambahkan kehidupan kekal dan kuasa melimpahkan kehidupan kekal. Hidup pengikut Yesus sangat berkecukupan karena kasih karunia TUHAN. Dengan memiliki kasih-karunia (anugerah) orang saleh mengisi dirinya dengan kesalehan (ibadah), kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan (bd. 1 Tim.6:11), lalu dia tidak hanya merasa cukup tetapi sangat merasa mendapat lebih dari cukup.

Dengan mengejar ibadah (kesalehan yang benar), kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan, pasti akan memiliki makanan dan pakaian yang lebih dari cukup. Rasa cukup mendorong pengikut Yesus tidak menjadi loba dan rakus dalam hal memiliki makanan dan pakaian. Yang penting baginya cukup, tak kurang dan tidak lebih, sehubungan dengan segala urusan pelayanan dan kepengikutannya kepada Yesus (termasuk tidak berkekurangan walaupun sudah menjalankan tanggungjawabnya mensejahterakan sesamanya pengikut Yesus). Makanan selalu ada dua macam, yakni makanan jasmani dan makanan rohani. Yesus berkata: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Mat.4:4). Makanan jasmani (roti) meliputi segala macam yang dibutuhkan jasmani seorang pengikut Yesus dan semua pengikut Yesus lainnya di jemaat. Apabila semua anggota jemaat dapat memperoleh makanan empat sehat lima sempurna setiap hari, itu artinya cukup dalam hal makanan. Makanan rohani adalah firman TUHAN yang relevan menghidupkan dan membangun jiwa, roh dan semangat seorang pengikut Yesus dan semua pengikut Yesus lainnya di jemaat. Merasa cukup dalam hal makanan jasmani (roti), bukan  berarti setiap penyantapan makanan jasmani itu perlu terjadi perbuatan bermewah-mewah, dan berlebihan yang merupakan pemborosan yang sangat tidak beguna, seperti terjadi pada setiap pesta adat Batak Toba, misalnya. Empat sehat lima sempurna itu bukan bermewah-mewah, tetapi dapat dilakukan dengan sederhana. Untuk seorang: Nasi tiga suap, ubi dua potong, keladi dua potong, ikan sepotong (seperempat ons), sayur (lima pucuk kangkung, empat daun singkong, tiga daun selada; sebiji buah mangga atau setengah buah pepaya; dan secangkir susu (untuk yang alergian: segelas susu kedelai). Semua makanan empat sehat sempurna ini dapat diproduksi di kebun pekarangan rumah. Kalau makan di restoran tidak perlu terjadi seperti di salah satu restoran yang menyuguhkan/menghidangkan segala macam makanan yang ada di restoran itu di atas meja, walau hanya dua orang yang makan. Lalu salah seorang dari dua orang itu mencuil dan mencicipi sedikit sedikit dari setiap makanan yang dihidangkan itu. Lalu kawannya yang membawa dia ke restoran  itu dan menjamu dia, harus membayar semua makanan yang dihidangkan itu sebab sudah ada bagian-bagiannya yang dicicipi. Tentu saja yang sisa itu dibuang oleh pemilik resoran ke tempat sampah. Memang orang BatakToba di pesta-pesta mewah orang Batak Toba, peserta pesta rajin “mempalastikkan” setiap sisa makanan yang tidak habis disantap di setiap pesta adat orng Batak Toba, sehingga sisa makanan “pemborosan” itu tidak terbuang percuma. Sebenarnya tidak perlu harus terjadi bahwa peserta pesta mempalastikkan makanan, kalau yang disuguhkan tidak berlebihan. Tetapi akar dari pemborosan penyediaan makanan seperti itu adalah sikap setiap peserta adat yang mencibir tuan rumah (yang mengadakan pesta) kalau disediakan makanan sederhana (ala kadarnya). Segala sifat pemborosan makanan harus dibuang dari setiap diri pengikut Yesus. 

Penyediaan dan penyantapan makanan rohanipun harus sifatnya cukup, dan tidak perlu pemborosan. Tidak perlu penyuguhan makanan rohani sampai membuat orang yang memakannya menjadi muntah-muntah, dan akhirnya berpenyakit jiwa atau berpenyakit rohani. Para penyedia makanan rohani harus menyuguhkan makanan rohani yang selalu pas dan cukup untuk kebutuhan waktu itu. Dan penyantap makanan rohanipun harus menyantap makanan rohani yang cukup bagi dirinya, agar dia tidak menjadi gila atau mengalami kerusakan organ rohaninya.
Pakaian adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia agar dia “aman, hangat, tenteram, dan senang” dalam kehidupannya sepanjang hari, tahun dan selama dia hidup. Pakaian itu meliputi dua hal yakni sandang dan papan, yakni benda-benda yang dikenakan di badan (seperti celana, cawat, kutang, kemeja, jeket, parfum, saputangan, selendang, ulos, rias muka, sandal, sepatu, cincin, jam tangan, gelang, tas tangan, ijazah, ID-card, kartu ATM, Surat Pengangkatan sebagai pegawai (tenaga kerja bergaji) dan lain-lain yang selalu melekat di badan). Dan yang tidak melekat dikenakan di badan (seperti: rumah, mobil, security, lapangan olah raga, lapangan kerja cari nafkah, dll.). Setiap pengikut Yesus perlu mengusahakan agar dia memiliki hal-hal seperti itu semaksimal, tetapi tidak perlu berlebihan, misalnya: tak perlu harus memiliki dua rumah seperti istana, lima mobil marcedez, dua stadion bola, sepuluh gelar/ijazah, sepuluh ATM, sepuluh macam parfum, tigapuluh pasang sepatu, dan lain-lain. Lapangan kerjapun cukup satu tetapi hasilnya cukup untuk dirinya dan untuk orang lain (misalnya isteri/suami dan anak-anaknya; dan untuk perbuatan sosial bagi orang lain).  Indah kalau masing-masing “pakaian” itu dimiliki “satu”, dan kalau dia ingin dua, dia sediakan bagi orang lain yang tidak punya. Cukup pakaian berarti pengikut Yesus tidak perlu mencuri agar dia memiliki dua yang serupa. Kalau sudah ada satu miliknya, dia ditugaskan untuk menyediakan bagi orang lain atau membantu orang lain memiliki seperti yang sudah dimilikinya itu. Semua itu dia lakukan karena didorong oleh rasa kasih, iman yang kuat, dan demi pemuliaan TUHAN, dan sama sekali jauh dari praktek korupsi. Dengan demikian semua pengikut Yesus di jemaat akan semangat untuk cukup dan mencukupkan.

4.      Paulus memperingatkan dan menasihatkan: “Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka” (1 Tim.6:9-10). Kaya itu bagus. Pengikut Yesus harus kaya dalam harta duniawi dan harta sorgawi; harus kaya dalam hal harta yang bisa habis dimakan ngengat dan harta yang tidak bisa dimakan ngengat. Itu merupakan harapan yang terkandung dalam sabda Yesus yang mengatakan: “Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat.6:31-33).  Benar bahwa pat ni manuk akka rengreng, marrara mata mida hepeng, alai malo ma mata i mamereng, asa unang ditogu mandapot hepeng sian dalam na mereng (Kaki ayam berjari empat, mata melihat uang merah pekat; tetapi hatihatilah mata melihat, agar jangan mata itu menjerat untuk mendapat uang dengan cara bejat).  Benar juga kalau ada yang mengatakan: Sude hepeng do mangatur, alai jolma do mambahen taratur (Semua dapat diatur dengan uang, tetapi bagaimanapun manusianya yang membuat teratur). Menjadi kaya tidak perlu menjadi koruptor, pencuri, penipu, rentenir biadab atau pelaku pencucian uang (penjahat white colar); tak perlu menjadi pembuat dan pengedar narkoba, tidak perlu harus berjudi, main togel, atau menjadi pelaku tindakan illegal demi mendapat uang atau kekayaan. Biarlah uang itu yang mencari dan menemukan pengikut Yesus, bukan sebaliknya pengikut Yesus yang mencari uang dan mendapatkan uang. Agar uang yang mencari pengikut Yesus, pengikut Yesus bekerja dan berkarya, dan karyanya itu sangat dibutuhkan oleh umat manusia sehingga yang membutuhkan karya itu menghantar uang kepada pengikut Yesus penghasil karya tersebut. Semakin mahal dihargai suatu karya, maka semakin banyak uang datang menemukan dan masuk ke kantong penghasil karya tersebut. Jadi pengikut Yesus harus menghasilkan karya yang tidak tanggung-tanggung kebaruan, mutu dan daya gunanya bagi umat manusia keseluruhan. Misalnya, lihatlah seperti Bill Gates, pengikut Yesus yang saleh, yang menghasilkan karya mokrosoft (komputer dengan segala perangkat dan kemajuannya dan inovasinya), menjadi terhitung sebagai orang terkaya di dunia. Makanya setiap pengikut Yesus tidak cukup hanya berpendidikan, tetapi harus menjadi orang yang mampu berkarya, sehingga mampu berkaya. Mampu menghasilkan karya “ciptaan baru”, lalu itu akan terus menerus mendatangkan “kekayaan baru”, hingga tidak habis-habisnya sampai akhir hayat bahkan sampai akhir zaman. Tugas pengikut Yesus adalah berlomba berkarya, bukan berlomba berkaya. Karena hak kekayaan intelektual dan hak cipta lebih mahal dari pada hak kekayaan material, dan biasanya kekayaan intelektual akan diikuti kekayaan material (di bumi dan di sorga).

Dari dulu sampai sekarang nafsu ingin kaya dengan memiliki uang secara illegal dan curang, membuat umat manusia mengalami borok dan kebobrokan. Semua jadi terkena imbasnya. Lihatlah betapa hancurnya gereja/huria umat Kristen di Indonesia “sekarang ini” dengan terjadinya suap-menyuap atau jual – beli suara sewaktu pemilihan pimpinan gereja. Angin Iblis telah meniupkan bahwa satu suara sedikitnya seharga satu juta rupiah. Yang aneh, para non-pendeta yang menyediakan uang-uang sogok itu. Dan mereka, para pemilik hak suara di sinode, baik pendeta dan non-pendeta, bersukacita menyambut uang-uang sogok pembeli suara itu, bahkan dari para Tim Sukses calon-calon yang sedang merebut kursi pimpinan gereja.  Mereka tahu itu tidak baik dan merusak citra gereja, tetapi mereka jatuh kedalamnya, hanya karena prinsip: “Jadi kapan saya bisa mendapat? Hanya di kesempatan ini. Mumpung ada yang menyuguhkan, tanpa ikatan yang menjerat,” katanya. Banyak penerima sogok/suap itu membayangkan bisa kaya mendadak, karena uang lima atau sepuluh juta rupiah. Pada hal “yang diberikan begu akan diambil begu juga”.   Keserakahan dan cinta uang menghancurkan segala-galanya dalam kehidupan bergereja, berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.  Kekaisaran Romawi hancur karena  semakin merajalela nafsu suap-menyuap dalam rangka pemilihan senat dan pemilihan kaisar. Jenderal-jenderal disogok untuk menurunkan kaisar yang sedang memerintah. Akhirnya kaisar yang ingin lebih lama memerintah, menyogok orang atau yang dinilainya sebagai algojo yang bisa dan mampu membunuh jenderal-jemderalnya yang dirasa menjadi saingannya, lalu kaisar itu menjalankan pemerintahan tangan besi dan otoriter.

Di era pemberantasan korupsi di Indonesia, tindakan penangkapan, pemiskinan, pemenjaraan para koruptor, tampaknya tidak membuat efek jera dan takut korupsi. Sudah 70 tahun pejabat dan orang kaya Indonesia latihan korupsi dan bermental cinta uang. Semua sudah pada lulus setara  S3 dalam hal korupsi berjemaah. Hanya hukuman mati bagi koruptor yang dapat memberi efek jera dan aparat maupun masyarakat takut korupsi. Tetapi kelompok HAM dan kelompok agama dan kelompok pendukung korupsi tidak setuju dilakukan hukuman mati bagi koruptor, tetapi tidak ada usulan mereka bagaimana caranya agar korupsi bisa berhenti/dihentikan. Yang terjadi sekarang: Semakin hebat KPK menangkap korupsi, semakin hebat dan semakin rapi para koruptor menyembunyikan perilaku korupsinya. Mengapa? Karena masih senang mendapat uang yang tidak tertera dalam anggaran, biaya operasional, setiap pekerjaan maupun pelayanan. Belum ada yang tega menolak “salam tempel” dan mengatakan: “Uang dalam salam tempel ini perlu untuk kebutuhan anak-anak Bapak/Ibu, maka tidak perlu diberikan pada saya. Gaji saya dalam mengerjakan ini sudah cukup untuk saya, dan yakinlah tanpa salam tempel ini kebutuhan dan urusan Bapak/Ibu akan selesai tepat waktu!” Kalau korupsi berhasil karena bersama-sama, maka korupsi juga samasekali dapat dihentikan atau pemberantasan korupsi hanya dapat berhasil dengan bersama-sama (masyarakat dan pejabat pemerintah). Kalau masyarakat sudah anti korupsi, maka aparatpun pasti tidak korupsi. Agar cinta uang tidak mendorong orang melakukan korupsi, harus diusahakan agar pendapatan setiap orang itu cukup (termasuk pengangguran pun harus berpendapatan cukup melalui “dana pengangguran” yang dibangun pemerintah), dan membuat setiap individu merasa cukup.

5.      Tetapi engkau hai manusia Allah (ho anthropos theou = homo Dei), jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil dan telah engkau ikrarkan ikrar yang benar di depan banyak saksi” (1 Tim. 6:11-12). Paulus menyebut Timotius dengan sebutan yang luar biasa, bahkan bisa saja lebih besar dari sebutan “rasul Kristus” untuk dirinya, karena Paulus menyebut Timotius “manusia Allah” (Ibrani: ’iÅ¡ ha’elohim, sinonim untuk ‘ebed YHWH) , yakni orang yang dipandang mampu menjauhi semua tabiat dan perilaku “manusia gila uang”/”manusia-mammon”. Dengan sebutan ini, Paulus melihat Timotius  dalam deretan “abdi Allah” (seperti Musa, Ul.33:1; Mzm. 90:1); seperti para nabi (bd. 1 Sam.2:27); setara Daud (bd. 2 Taw.8:14).  Manusia Allah adalah orang yang dipenuhi Roh Kudus, sehingga disebut juga pneumatikos. Manusia Allah (kepunyaan Allah = theou anthropos/homo Dei) diperlengkapi Allah untuk setiap perbuatan baik (bd. 2 Tim.3:17). Sebagai kebalikan dari manusia Allah adalah “manusia mammon” (manusia gila uang), “manusia yang dirajai perutnya/manusia yang mempertuhan perutnya” (bd. Flp.3:19), atau “manusia durhaka” (2 Tes.2:3); “manusia calon binasa” (manusia pelanggar hukum TUHAN) (bd. 2 Tes.2:3; Yoh.17:2; Kis.8:20).

Manusia Allah harus menjauhkan diri dari semua perilaku “manusia mammon” (dalam 2 Tim.2:22: jauhi nafsu orang muda). Paulus mendorong Timotius menjauhi dan tidak berjuang untuk mengalahkan. Itu tampaknya Paulus seolah mengajak Timotius agar tidak menjadi pahlawan dalam perjuangan hidup. Tetapi menjauhi berarti membuat sesuatu tidak kena kepada diri sendiri.  Menjauhi tidak sama dengan melarikan diri seperti dilakukan para murid Yesus sewaktu Yesus ditangkap (Mat.26:56; Mrk.14:50-52); atau seperti gembala yang melarikan diri kalau serigala datang mengganggu domba gembalaannya (bd. Yoh.10:12). Menjauhi berarti mengambil ketetapan hati tidak melakukan dan tidak ikut-ikutan, walaupun di sekitarnya banyak orang menjadi “pemburu uang” atau “gila uang”. Yesus menjauhi orang-orang yang ingin memahkotainya menjadi raja (bd. Yoh.6:15). Menjauhi mengandung arti: memastikan jarak agar tidak terimbas; tidak ikut-ikutan; malu ikut melakukan; undur diri dari perilaku manusia mammon. Seseorang dapat menjauhi penyembahan berhala (1 Kor.10:14), cinta uang (1 Tim.6:11; bd. Ef.5:5), percabulan (1Kor.6:18), dengan ketetapan hati mendekat kepada TUHAN dan tanpa menoleh lagi ke belakang, tanpa melirik hal-hal yang dijauhi tersebut. Di Alkitab diceritakan tentang orang yang terhukum karena mau kembali kepada kehidupan lama (baca: Kej.19:22.26; Luk.17:28.29.32). Dalam meniru perilaku Yesus dan menjauhi perilaku iblis, pengikut Yesus harus kuat, karena yang dihadapinya adalah Iblis.  Untuk itu nasihat Petrus dalam 
1 Ptr.5:7-10[1] sangat perlu dicamkan.

Kejarlah, kata Paulus kepada Timotius. Seruan mengejar itu diperkuat lagi dengan ajakan agar Timotius bertanding, seperti atlit bertanding. Mengejar itu bukan seperti pemburu mengejar buruannya, yang selalu bernafsu membunuh buruannya walau dengan cara yang bagaimanapun. Mengejar itu harus ibarat atlit mengejar hadiah juara satu; dia menjauhi segala pantangan (termasuk makan obar kuat/obat perangsang), dan memenuhi segala persyaratan bertanding. Dia bertanding sesuai waktu, displin, dan menggunakan sekuat tenaga dan keahlian sampai lebih berhasil dari atlit yang lain. Ibarat pelari maraton atau super maraton (puluhan kilometer), tidak mau putus asa walau sudah sangat lelah. Dalam pertandingan itu, hadiah utama itu tidak tampak, sebab hadiah itu masih disimpan. Hanya apabila seseorang itu juara pertama, dia dapat melihatnya dan menerimanya.  Kalau mengejar harus menggunakan segala/semua energi iman, energi hikmat dan energi ilmu pengetahuan yang dimiliki.

Yang perlu dikejar adalah: (1) keadilan, (2) ibadah (kesalehan), (3) kesetiaan, (4) kasih, (5) kesabaran dan (6) kelembutan. Itu tandanya bahwa hal yang enam ini bukanlah dibawa lahir oleh seseorang sewaktu dia lahir. Keadilan merupakan hasil perjuangan, yang dimulai dengan pembuatan undang-undang yang pro keadilan, pendidikan yang menyadarkan perlunya berjuang untuk keadilan, dan adanya orang yang berjuang untuk keadilan. Timotius diharapkan salah satu dari yang berjuang mengejar keadilan itu. Keadilan adalah ketentuan dan perlakuan yang menghormati hak hak azasi manusia dan melakukan  kewajiban azasi manusia, sehingga yang salah terhukum (mendapat punishment), yang benar hidup dalam kebenaran (mendapat awards).
Kesalehan (ibadah, agama) sudah diterangkan di atas. Kesalehan adalah perilaku, perkataan dan gaya hidup yang didasarkan atas iman kepercayaan, yang memperlakukan semua manusia setara dan sebagai sahabat, serta mengasihi orang dan mengasihi kebaikan-kebaikan.

Kesetiaan iman (pistis/fidem = iman) adalah kesediaan seorang pekerja mematuhi perintah dan mewujudkan keinginan pimpinan sampai akhir hayat pekerja tersebut, tanpa mengharapkan perlakuan-perlakuan istimewa terhadap dirinya selain dari pada yang pantas dan patut diperolehnya. Kesetiaan kepada Tuhan Yesus berarti kesediaan pengikut Yesus mematuhi perintah Kristus dan mewujudkan keinginan Yesus sampai akhir hayat pengikut Yesus tersebut, tanpa mengharapkan perlakukan-perlakuan istimewa terhadap pengikut Yesus tersebut, selain dari pada yang pantas dan patut diperolehnya dari Tuhan Yesus.

Kasih (agave; Latin: caritatem) adalah penampakan dari keimanan kepada Yesus , yang dinyatakan dalam rupa-rupa perbuatan-perbuatan yang memberikan kehidupan terbaik kepada orang lain sama seperti kepada diri sendiri.

Kesabaran (hupomonen; Latin: patientam) yaitu adalah kesediaan secara terus menerus memegang teguh kebenaran iman dan melakukan kasih kepada Kristus, kepada diri sendiri dan kepada orang lain, tanpa mau undur sedikitpun walaupun begitu banyak tantangan, cemohan dan rintangan dalam menunjukkan kesetiaan kepada Kristus, dan langkah demi langkah melakukan kemajuan-kemajuan dalam kepengikutannya kepada Yesus Kristus.
Kelemah-lembutan (praupathian; Latin: mansuetudinem), yakni salah satu senjata paling ampuh untuk memenangkan dunia untuk Kristus, yaitu sikap dan penyapaan serta tindakan yang membuat orang lain merasa senang hati dan menjadi bersahabat, serta memberikan simpati yang sangat dalam.

Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar, kata Paulus. Itu berarti, Timotius sebagai pengikut Yesus  tidak usah bertanding dalam pertandingan iman yang salah. Iman yang benar adalah iman yang berpegang teguh pada kebenaran Yahowa dalam Yesus Kristus. Iman siapapun dan iman yang bagaimanapun, kalau tidak mengandung kebenaran yang diajarkan oleh Yesus Kristus, itu merupakan iman yang salah, dan orangnya menganut iman yang salah. Pertandingan adalah pertandingan memberitakan atau bersaksi tentang karya TUHAN Yahowa yang menyediakan pengampunan dosa, jalan keselamatan dan kehidupan sorgawi serta kehidupan kekal dalam dan melalui karya dalam kehidupan, kematian, kebangkitan dan kenaikan Yesus Kristus serta kedatangan-Nya kembali. Tentu saja dalam menganut iman yang benar seperti itu, Tiumotius sebagai Pengikut Yesus wajib menunjukkan buah-buah iman itu dalam kehidupannya sehari-hari. Dia harus hidup sebagai orang yang telah diampuni dosa-dosanya, yang telah dianugerahi keselamatan, dan sebagai pewaris kerajaan sorgawi dan kehidupan kekal. Dengan hidup seperti itu Timotius berjuang untuk merebut hidup yang kekal. Kalau Timotius tidak hidup sebagai orang yang telah dianugerahi keselamatan, maka bisa saja hidup kekal yang sudah dimahkotakan kepadanya akan hilang dengan sendirinya. Jadi apa yang sudah ditangan harus diperjuangkan tetap di tangan sampai akhir hayat di bumi ini. Itulah perjuangan merebut hidup yang kekal. Demikian juga seharusnya semua pengikut Yesus yang hidup di zaman sekarang. Orang Batak Toba mengatakan: “Unang gabe pinda sahala gabe tu halak!” (Jangan sampai anugerah itu jadi orang lain yang memiliki!). Timotius telah berikrar setia pada iman yang benar itu, dan giat bertanding menyatakannya di hadapan umat manusia. Setiap orang Kristen juga berikrar di hadapan jemaat sewaktu dia naik sidi, mengaku dewasa dalam iman. Tanda setia pada iman yang diikrarkan itu harus selalu tampak dalam kehidupan sehari-hari umat Kristen. Tanpa itu, maka kompetisi iman yang benar menjadi tidak ada. Jadi iman itu harus terus menerus menyala dalam hidup setiap pengikut Yesus.

6.      Begitu pentingnya seruan Paulus kepada Timotius, sehingga dia menyebut dasar yang diambilnya dalam memberikan seruan itu, yakni: - Allah, yang memberikan hidup kepada segala sesuatu; dan – Kristus Yesus, yang telah mengikrarkan ikrar yang benar di hadapan Pontius Pilatus. Yahowa Allah adalah khalik langit dan bumi, yang menciptakan adanya yang hidup di bumi dan di langit; yang menciptakan manusia yang hidup (sebagai nefesh hayah), dan yang memberikan kehidupan kembali kepada Yesus Kristus setelah kematian-Nya. Sewaktu Kristus Yesus di hadapan Pilatus, Yesus menjawab Pilatus: "Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini." Maka kata Pilatus kepada-Nya: "Jadi Engkau adalah raja?" Jawab Yesus: "Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku" (Yoh.18:36-37). Mengingat hal-hal itulah, Paulus menyerukan kepada Timotius agar Timotius menuruti perintah yang diberikan Paulus itu, dengan tidak bercacat (bd. Yak.1:27; 1 Ptr.1:19; 2 Ptr.3:14) dan tidak bercela (bd.1 Tim.3:2; 5:7), hingga pada saat Tuhan Yesus Kristus menyatakan diri-Nya. Perintah itu adalah demi menghormati/mematuhi TUHAN Allah (Yahowa Elohim) sebagai sumber kehidupan dan Yesus Kristus sebagai Raja dan sumber kebenaran. Kepatuhan menuruti perintah itu menuntut ketaatan dan kesabaran jangka panjang, karena batas waktunya adalah Maranatha (kedatangan Tuhan Yesus keduakalinya), yang tidak diketahui kapan terjadinya. Hanya Penguasa satu-satunya dan yang penuh bahagia, Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuan, yang tahu kapan saatnya hari Maranatha itu. Yang penting diketahui bahwa di hari Maranatha, Yesus datang dengan penuh kemuliaan dan kemenangan, dan pengikut Yesus yang turut menikmatinya adalah orang yang perilaku hidupnya tidak bercacat dan tidak bercela.

7.      Dalam kesempatan ini Paulus menyisipkan “pengakuan”-nya tentang TUHAN, menjadi pedoman percaya bagi Timotius. Selain sebagai Penguasa, Raja dan Tuan atau yang omnipotence), yang sebenarnya harus tampak kepada manusia, TUHAN adalah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut, dan sudah mengalahkan maut, yang nyata dalam kebangkitan Yesus Kristus. Mengenal TUHAN sebagai Yang telah menang atas maut, merupakan dasar iman yang kuat untuk berani melangkah maju menjalani hari-hari pemberitaan Injil yang penuh dengan ancaman maut. TUHAN yang omnipresence (mahahadir) itu adalah sekaligus TUHAN yang bersemayam dalam terang yang tidak terhampiri. Terang TUHAN melebihi terang matahari, sebab terang TUHAN disertai kekudusan dan kemuliaan. Manusia biasa tidak sanggup menghampirinya, tetapi manusia Allah atau ebed YHWH diperkenankan TUHAN dapat menghampiri diri-Nya. Seperti Musa yang diperkenankan menghampiri Yahowa dalam kehadiran-Nya di Gunung Sinai dengan terang-Nya yang tak terhampiri (baca Kel. 3). Dalam kesaksian Alkitab, hanya Musa, sebagai hamba Yahowa,  yang dikatakan dapat berbicara dengan TUHAN dengan berhadap-hadapan muka (saling melihat wajah), dan Musa tidak mati (bd. Kel.33:11).  TUHAN tegas mengatakan bahwa “tidak ada orang yang memandang Aku (baca: wajah-Ku) dapat hidup” (Kel. 33:20). Hanya dalam Yesus Kristus, umat TUHAN dapat memandang wajah TUHAN, sebab Dia sudah berkenan mendatangi umat manusia dalam wajah (rupa) manusia. Dan “Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, ...” (bd. Yoh. 1:14). Setiap manusia akan berbahagia apabila manusia itu bertemu dengan TUHAN (Yahowa)  dan melihat wajah Yahowa dalam wajah Tuhan Yesus Kristus, sebab dia pasti akan diliputi kemuliaan TUHAN Yahowa (bd. pengalaman Petrus, Yohanes dan Yakobus sewaktu Yesus dimuliakan di atas gunung: Luk.9:28-36). Memang seperti ditandaskan Paulus, bahwa adalah sudah dari hakekatnya, hormat dan kuasa yang kekal adalah bagi TUHAN. Seseorang akan menjadi terhormat, dan akan mendapat kuasa apabila seseorang itu memberi hormat kepada TUHAN dan berada dalam naungan kuasa yang kekal TUHAN. Itulah yang seharusnya dimiliki  Timotius dan setiap pengikut Yesus di zaman manapun dia hidup, termasuk yang hidup sekarang.

8.      Bagi Paulus dan demikian bagi Huria Kristen atau bagi kekristenan, orang kaya dan kekayaan sangat dibutuhkan dan sangat perlu ada.  Tetapi setiap orang kaya sangat perlu menunjukkan kepada umat manusia bahwa kekayaan yang dimilikinya bukan karena melakukan kejahatan karena cinta (gila) uang dan/atau karena berburu uang secara ilegal, melainkan karena dia dicintai uang itu dan dikejar oleh uang yang menjadi kekayaannya. Untuk itu – menurut Paulus, seperti dia tugaskan dan pesankan kepada Timotius -, setiap orang kaya yang ada di dunia ini perlu diperingatkan agar: (1) jangan tinggi hati; (2) jangan berharap pada kekayaannya; (3) menikmati kekayaannya dengan baik; (4) berbuat baik; (5) kaya dalam kebajikan; (6) suka memberi dan membagi; (7) mengumpulkan kekayaan sebagai dasar untuk lebih maju di masa depan; (8) menemukan hidup yang sebenarnya. Delapan kewajiban orang kaya sebagai orang kaya yang benar dan memiliki kekayaan yang menjadi berkat bagi dirinya, keturunannya dan bagi orang lain. Ini harus diajarkan oleh Huria Kristen sepanjang masa, agar orang kaya mendapat tempat yang nyaman bersama masyarakat lainnya (termasuk bersama orang miskin, pengangguran, orang yang marhais-martuduk, yang cari pagi untuk makan sore)  di tengah-tengah huria atau masyarakat.  Memang tanpa kenyamanan itu, orang kaya dan kekayaannya akan lari ke luar negeri.

9.      Sebenarnya tidak ada alasan bagi seorang kaya untuk tinggi hati, tetapi kekayaannya menjadi alasan utama untuk rendah hati. Sebab dia tahu betapa sulitnya menjadi kaya. Kekayaan bukan hanya karena usahanya sendiri, melainkan karena keterlibatan banyak pihak dalam usahanya, makanya kekayaan itu datang ke tangannya. Maka sepatutnya orang kaya rendah hati.
Kekayaan hanya untuk didup di dunia ini, dan tidak ada sangkut pautnya dengan hidup di dunia akhirat. Sudah ada cerita dalam Alkitab tentang orang kaya yang bodoh (baca: Luk.12:13-21). Di sana Yesus memperingatkan: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu" (Luk.12:15). Banyak orang kaya yang lebih bodoh lagi dari orang kaya yang bodoh yang diceritakan dalam Alkitab. Misalnya, dia wasiatkan kepada notaris, agar apabila dia mati maka segala kekayaannya diuangkan atau ditukar menjadi emas, lalu uang dan emas itu dibuat menjadi kuburannya, petimatinya, dan petimati dan lubang kuburannya itu diisi dengan uang logam dan uang emas. Dia berharap bahwa dia akan dapat bersenang-senang di dunia orang mati dengan segala kekayaannya. Tetapi ternyata dia (rohnya) tidak dapat menikmati kekayaannya di dunia orang mati. Sebab setiap kali dia membawa uangnya yang ada di petimati itu untuk membeli kebutuhannya, dia selalu mendapat jawaban: “Uang seperti itu tidak laku di sini!” Akhirnya para perampok di bumi merampok semua emasnya, kuburan emasnya, petimatinya. Semua uang yang ada di dalamnya dirampok orang dan tidak ditinggalkan sisa kecuali tulang-tulangnya berserakan. Emas dan kekayaannya itu tidak mampu menjadi tumpuan harapan untuk hidup lebih baik di dunia orang mati apalagi di sorga. Yang lebih bodoh lagi adalah seorang kaya yang mengumpulkan sebanyak mungkin kekayaan hingga nilainya dapat menerbangkan petimati dan segala kekayaannya di dalamnya ke angkasa luar, karena dia menganggap bahwa di angkasa luar dia akan tenang, mayat maupun peti matinya akan menjadi kekal, sekekal galaksi matahari. Memang cita-citanya itu terwujud, petimatinya yang berisi segala nilai kekayaannya ditembakkan ke angkasa luar dan melayang-layang di sana, ibarat suatu batu meteor.  Tetapi suatu ketika, ada batu meteor yang menabrak petimati orang kaya itu, lalu hancur berkeping-keping dan hilang tanpa bekas. Itu lah akhir hayatnya. Toh semuanya tidak bisa dinikmatinya. Jadi orang kaya tidak perlu malu, apabila menumpukan harapan hidupnya di bumi dan di sorga kepada TUHAN Yahowa dalam Yesus Kristus. Karena dengan demikian orang kaya itu dapat membangun kekayaan yang lebih luar biasa lagi.

Maka baiklah setiap orang kaya menikmati hasil kekayaannya. Dia tidak jatuh ke pada perilaku hedonis. Yang paling baik apabila orang kaya menikmati hasil kekayaannya bersama dengan orang lain. Itu bukan berarti berfoya-foya, berhura-hura dan berpesta pora saban hari bersama orang lain. Kalau orang kaya berpesta, sangat perlu dia menjadi tiruan dalam melaksanakan pesta yang sederhana tetapi penuh makna. Lebih baik orang kaya menikmati (hasil) kekayaannya dengan terus menambah perusahaan-perusahaan raksasa yang mempekerjakan sebanyak mungkin  tenaga kerja untuk dijadikan sebagai sumber-sumber kekayaannya yang baru dan yang menyenangkan orang lain. Seorang kaya tidak perlu menghambur-hamburkan kekayaannya dengan berjudi, membeli perempuan menjadi gundik-dundiknya. Orang kaya tidak perlu mengulangi dosa raja Salomo, yang membuat gundiknya lebih dari seribu karena kekayaannya.
Orang kaya sangat diharapkan berbuat baik bagi sesamanya, bagi negaranya, bagi masyarakatnya, bagi lembga keagamaannya, bagi pekerja-pekerjanya, bukan hanya bagi dirinya. Berbuat baik itu harus jauh dari kesan menyombongkan diri, yakni menyinggung perasaan orang lain dengan kekayaannya. Sangat baik apabila orang kaya dapat mengatur perbuatannya yang baik, sehingga orang lain senang dan dirinya pun senang. Misalnya, orang kaya itu menyediakan uangnya untuk menyekolahkan anak-anak orang miskin, memanggil orang-orang miskin yang berpendidikan itu menjadi tenaga kerjanya yang dapat diandalkan. Orang kaya itu membangun fasilitas kesehatan yang lengkap di desanya, membantu masyarakat lingkungannya untuk bisa hidup empat sehat lima sempurna.

Untuk berbuat baik itu orang kaya dengan menggunakan kekayaannya harus menjadi kaya dalam kebajikan. Ini bedanya orang kaya karena bisnis narkoba dengan orang kaya karena bisnis persaingan ekonomi sehat. Orang kaya karena narkoba menjadi kaya dalam hal membangun kelicikan dan berkelit dari kebenaran dan keadilan. Orang kaya karena persaingan ekonomi sehat menjadi kaya dalam membangun kebajikan-kebajikan, yang bukan hanya menguntungkan perusahaannya tetapi juga menguntungkan negara, masyarakat, bangsa dan umat percaya. Kebajikan (Yun.: kalos; Lat: bonus) adalah sesuatu yang mendatangkan kebaikan (keselamatan, keberuntungan, dlsb.) bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi sesama, masyarakat, bangsa, masyarakat dan umat percaya.

Suka memberi dan membagi (Yun.: eumetadotos; Lat: facile tribuere) berarti tidak pelit kepada orang lain. Tetapi suka memberi dan membagi bukan berarti menghamburkan begitu saja uang atau makanan agar orang lain berebutan mengambilnya. Memberi dan membagi juga harus membangun masyarakat membangun dirinya tidak tergantung kepada pemberian dan pembagi-bagian harta orang kaya. Kesediaan orang kaya memberi dan membagi hartanya tidak membuat satu pun dari anggota masyarakat menjadi bermental pengemis atau peminta-minta, tetapi harus membuat orang yang menerima pemberian itu menjadi orang yang mandiri dalam pengadaan kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu orang kaya harus punya hikmat dalam memberi dan membagi hartanya, agar orang yang menerima pemberiannya menjadi tidak tergantung kepada pemberiannya terus menerus. Misalnya, kalau orang kaya mau memberi dan membagi hartanya kepada orang miskin di panti asuhan, sangat baik apabila orang kaya itu memberikan fasilitas pelatihan dan kursus-kursus pelatihan kepada penghuni panti asuhan agar mereka dapat hidup mandiri dan menjadi kaya. Apabila orang kaya benar-benar jujur membayar pajak kekayaannya dan benar-benar mengawasi pajak kekayaannya tidak dikorupsikan aparat pemerintah, itu sudah berarti menjadi orang kaya yang memberi dan membagi harta kekayaannya kepada bangsa, masyarakat, negara, dan umat percaya.

Sangat baik juga apabila orang kaya yang baik terus menerus memikirkan dan berbuat agar kekayaannya semakin banyak, tetapi bukan untuk masa depan sesaat. Kekayaannya harus meregenerasi, dan dampak positif dari kekayaannya bagi orang banyak semakin banyak, bagi negaranya, masyarakatnya dan sesamanya umat percaya, hingga sampai ke generasi-generasi manusia selanjutnya. Orang kaya harus pandai menginvestasi kekayaannya sehingga mantap berkelanjutan dan profitnya berkelanjutan. Dengan demikian orang kaya tersebut tidak jatuh kepada perangai kapitalisme ataupun sosialisme ataupun komunisme, tetapi tetap berpegang teguh dalam prinsip “terus berjuang agar semakin kaya dan semakin menjadi berkat bagi negaranya, masyarakatnya, , bangsanya, kaum umat percaya selain bagi diri dan keturunan-keturunannya”. Dengan demikian orang kaya seperti itu berhasil mengumpulkan harta duniawi (yang dapat dimakan ngengat) sebanyak mungkin yang dapat menghidupi orang banyak hingga puluhan generasi, dan sekaligus mengumpulkan harta sorgawi (yang tidak dapat dimakan ngengat).

Dengan demikian orang kaya yang penuh kebajikan itu akan mencapai hidup yang sebenarnya. Dia tidak perlu membuat kuburannya, petimatinya dan isi petimatinya penuh dengan emas. Dia akan meminta dikuburkan dengan penuh kesederhanaan tetapi semua yang hadir dalam penguburannya  mengucapkan terimakasih atas jasa-jasanya. Dia tidak perlu dikebumikan dalam kapsul di angkasa luar, tetapi cukup saja di kuburan sederhana di kampung halamannya, tetapi sepanjang  zaman manusia yang religious dan yang tidak religious menjiarahi kuburannya dan menyatakan harapan-harapan mereka di sana. Hidupnya yang sederhana tetapi sangat menjadi berkat bagi orang lain (masyarakat, bangsa dan negara serta umat beragama) dan bagi dirinya, akan mendapat nilai tertinggi di bumi dan di sorga. Tuhan memberikati orang kaya, yang membebaskan orang miskin dari kemiskinan mereka serta memuliakan TUHAN. Amen.

Pematangsiantar, tgl. 14 September 2016, oleh Pdt. Langsung Maruli Basa Sitorus (Pdt. LaMBaS).



[1] “Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya.