MINGGU XVIII SETELAH TRINITAS EVANGELIUM, TGL. 25 SEPTEMBER 2016: 1 TIMOTIUS 6:6-19
1 TIMOTIUS
6:6 Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup,
memberi keuntungan besar.
6:7 Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke
dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar.
6:8 Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.
6:9 Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke
dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa
dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan
kebinasaan.
6:10 Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang.
Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan
menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.
6:11 Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah
semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan
kelembutan.
6:12 Bertandinglah dalam pertandingan iman yang
benar dan rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil dan
telah engkau ikrarkan ikrar yang benar di depan banyak saksi.
6:13 Di hadapan Allah yang memberikan hidup kepada
segala sesuatu dan di hadapan Kristus Yesus yang telah mengikrarkan ikrar yang
benar itu juga di muka Pontius Pilatus, kuserukan kepadamu:
6:14 Turutilah perintah ini, dengan tidak bercacat
dan tidak bercela, hingga pada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan
diri-Nya,
6:15 yaitu saat yang akan ditentukan oleh Penguasa
yang satu-satunya dan yang penuh bahagia, Raja di atas segala raja dan Tuan di
atas segala tuan.
6:16 Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada
maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Seorang pun tak pernah
melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia. Bagi-Nyalah hormat dan
kuasa yang kekal! Amin.
6:17 Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di
dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang
tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya
memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati.
6:18 Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik,
menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi
6:19 dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta
sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai
hidup yang sebenarnya.
HIDUP SEDERHANA TETAPI CUKUP MERUPAKAN POLA HIDUP
TERBAIK DALAM KEHIDUPAN SORGAWI DI BUMI
1.
Rasul Paulus bermaksud agar Timotius, yang lebih
muda dari dia, menjadi pemberita Injil yang lebih baik dan lebih tangguh serta
lebih teladan dari Paulus sendiri. Maka Rasul Paulus betul-betul membekalinya
dalam pengalaman, dan juga dalam pengetahuan injil serta dalam hal-hal yang
perlu dia teladankan kepada orang lain, maupun dalam hal-hal yang perlu tegas
diarahkan oleh Timotius terhadap para pengikut Jesus yang seluruhnya masih
merupakan pemula dalam hidup kristiani. Surat Paulus kepada Timotius penuh dengan
hal-hal yang dibutuhkan Timotius untuk diri Timotius sendiri maupun untuk
kehidupan jemaat Kristen yang masih muda itu. Rasul Paulus memberi nasihat
kepada Timotius tentang ajaran sesat dan bahaya latennya, apa yang menjadi
tugas Timotius, termasuk dalam menghadapi ajaran sesat; apa yang harus didoakan
oleh Timotius dan oleh jemaat; bagaimana sikap laki-laki dan perempuan dalam
ibadah kristiani. Paulus mengaturkan syarat-syarat bagi penilik jemaat,
syarat-syarat bagi diaken. Itu penting agar jemaat dapat berdiri teguh sebagai
dasar dan penopang kebenaran. Paulus menuntun Timotius bagaimana bersikap atau bagaimana sikap huria
Kristen terhadap saudara-saudara seiman; bagaimana bersikap terhadap
janda-janda (yang tua dan yang muda); lalu menasihatkan banyak hal yang sangat penting bagi kehidupan
jemaat, termasuk bagaimana menggunakan minuman anggur menjadi kesehatan, sikap
budak terhadap tuannya sebagai orang yang sama-sama sudah diselamatkan; perlunya
pengikut Yesus menjauhkan diri dari sifat bersilat lidah, dan sikap menganggap
ibadah sebagai cara mencari untung pribadi. Sesudah semuanya itu, apostel
Paulus menuliskan perikop khotbah ini yang merupakan nasihat-nasihat yang
sangat penting dan cukup padat dan sangat berguna bagi jemaat dan setiap
pengikut Yesus, sebelum Paulus menekankan agar Timotius memelihara apa yang
sudah dipercayakan kepadanya, dan menghindari diri dari omongan omong kosong
dan yang tidak suci; serta dari percekcokan akibat sikap pantang so tau (serba tahu) yang dianggarkan oleh orang lain.
2.
Memang
ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Ibadah yang
tidak disertai rasa cukup sama dengan ibadah yang menjadi bisnis keagamaan
berbasis uang yakni ibadah yang dibuat menjadi suatu “sumber keberuntungan
pribadi”, yakni keberuntungan dalam bentuk materi atau uang. Tetapi ada ibadah
yang disertai rasa cukup, yang memberi keuntungan besar, yang keuntungannya
berbeda dengan ibadah yang dibuat menjadi bisnis keagamaan. Yang diterjemahkan
dengan ibadah di sini adalah kata eusebeian (Ibraninya: ḥasyidût) yang arti sebenarnya adalah
“kesalehan, agama”, yakni segala hidup kerohanian dan keduniaan yang sesuai
dengan kehendak Yahowa (Tuhan Yesus Kristus). Kesalehan demi keberuntungan
duniawi adalah kesalehan yang segala corak dan gayanya demi mengeruk uang dari
kantong orang lain. Corak ini terbandingkan itu dengan corak tukang obral jual
obat di pinggir jalan (partukangkoyok),
yang selalu mengobralkan obatnya sebagai obat paling manjur, dan harganya
dibuat tinggi, padahal mutu obatnya murahan dan harga sebenarnya sungguh sangat
murah. Demikian ibadah yang tidak disertai rasa cukup, membuat kesalehan atau
ibadahnya menjadi bisnis keagamaan
berbasis uang. Tetapi ibadah (kesalehan, agama) yang disertai rasa cukup (Yunaninya:
autarkeias < autarkeia) akan memberi keuntungan yang melebihi hasil dari
pada membisniskan kesalehan/agama. Keberuntungan oleh kesalehen/ibadah yang
didasarkan pada rasa cukup berupa keberuntungan rohani, keberuntungan
keduniaan, keberuntungan kepribadian dan keberuntungan kemanusiaan, bukan hanya
keberuntungan pribadi dalam hal keuangan dan harta duniawi. Rasa cukup yang memberi keberuntungan seperti
itu meliputi: (1) Berkecukupan karena
mampu memberikan, yang menolong orang yang berkebutuhan. Allah melimpahkan segala
kasih karunia kepada orang saleh itu dan malah berkelebihan di dalam berbagai
kebajikan, yang dapat dibagi-bagikan
kepada orang miskin (bd. 2 Kor.9:8dyb.). (2) Orang saleh itu punya rasa
cukup karena bukan karena dia punya kebaikan-kebaikan yang melimpah, tetapi
karena dia mendapat kuasa Kristus yang olehnya dia merasa miskin dan hanya
bergantung pada kuasa itu saja, sehingga dia sangat kaya dan mampu memberi
dengan mengandalkan kuasa itu. Dia merasa cukup karena dia dipenuhi
kasih-karunia Kristus, dan dengan demikian seperti dikatakan Paulus: “aku telah
belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan” (Flp.4:11). (3) Orang saleh
merasa cukup sebagai buah dari anugerah TUHAN. Kesalehan itu betul-betul
memberi keberuntungan besar karena orang
saleh itu hidup dalam rahasia TUHAN yang berkasihkarunia (bd. 2 Kor.12:9). (4)
Orang saleh itu merasa cukup karena dia hidup dalam pemenuhan janji penyertaan
TUHAN dalam kehidupan sekarang dan dalam kehidupan yang akan datang (bd. 1
Tim.4:8; 3:16).
3.
Sebab kita
tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa
apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. Dalam bahasa
Ayub dikatakan: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan
ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi,
TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" (Ayub 1:21). Pengkhotbah
berkesimpulan tentang perjalanan hidup manusia: Sebagaimana ia datang, demikian pun ia akan pergi (Pengk.5:15). Keberadaan
manusia (pengikut Jesus) sewaktu lahir dan sewaktu kematian adalah semacam
kecukupan. Hal-hal yang ditambahkan sesudah itu kepadanya adalah keberuntungan
yang sangat luar biasa. Sama seperti Yesus yang lahir di kandang domba (tak
memiliki apa-apa, selain tubuh, nyawanya, Maria dan Yusuf dan kandang domba dan
palungan) dan seperti sewaktu Yesus disalibkan (di saat mana seluruh pakaianNya
dirampas; nyawa-Nya dicabut). Tetapi sesudahnya kepada Tuhan Yesus ditambahkan
kehidupan kekal dan kuasa melimpahkan kehidupan kekal. Hidup pengikut Yesus
sangat berkecukupan karena kasih karunia TUHAN. Dengan memiliki kasih-karunia
(anugerah) orang saleh mengisi dirinya dengan kesalehan (ibadah), kesetiaan,
kasih, kesabaran dan kelembutan (bd. 1 Tim.6:11), lalu dia tidak hanya merasa
cukup tetapi sangat merasa mendapat lebih dari cukup.
Dengan mengejar ibadah (kesalehan yang benar), kesetiaan, kasih, kesabaran
dan kelembutan, pasti akan memiliki makanan dan pakaian yang lebih dari cukup.
Rasa cukup mendorong pengikut Yesus tidak menjadi loba dan rakus dalam hal
memiliki makanan dan pakaian. Yang penting baginya cukup, tak kurang dan tidak lebih, sehubungan dengan segala urusan
pelayanan dan kepengikutannya kepada Yesus (termasuk tidak berkekurangan
walaupun sudah menjalankan tanggungjawabnya mensejahterakan sesamanya pengikut
Yesus). Makanan selalu ada dua macam, yakni makanan jasmani dan makanan rohani.
Yesus berkata: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi
dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Mat.4:4). Makanan
jasmani (roti) meliputi segala macam yang dibutuhkan jasmani seorang pengikut
Yesus dan semua pengikut Yesus lainnya di jemaat. Apabila semua anggota jemaat
dapat memperoleh makanan empat sehat lima sempurna setiap hari, itu artinya
cukup dalam hal makanan. Makanan rohani adalah firman TUHAN yang relevan
menghidupkan dan membangun jiwa, roh dan semangat seorang pengikut Yesus dan
semua pengikut Yesus lainnya di jemaat. Merasa cukup dalam hal makanan jasmani
(roti), bukan berarti setiap penyantapan
makanan jasmani itu perlu terjadi perbuatan bermewah-mewah, dan berlebihan yang
merupakan pemborosan yang sangat tidak beguna, seperti terjadi pada setiap
pesta adat Batak Toba, misalnya. Empat sehat lima sempurna itu bukan
bermewah-mewah, tetapi dapat dilakukan dengan sederhana. Untuk seorang: Nasi
tiga suap, ubi dua potong, keladi dua potong, ikan sepotong (seperempat ons),
sayur (lima pucuk kangkung, empat daun singkong, tiga daun selada; sebiji buah
mangga atau setengah buah pepaya; dan secangkir susu (untuk yang alergian:
segelas susu kedelai). Semua makanan empat sehat sempurna ini dapat diproduksi
di kebun pekarangan rumah. Kalau makan di restoran tidak perlu terjadi seperti di
salah satu restoran yang menyuguhkan/menghidangkan segala macam makanan yang
ada di restoran itu di atas meja, walau hanya dua orang yang makan. Lalu salah
seorang dari dua orang itu mencuil dan mencicipi sedikit sedikit dari setiap
makanan yang dihidangkan itu. Lalu kawannya yang membawa dia ke restoran itu dan menjamu dia, harus membayar semua
makanan yang dihidangkan itu sebab sudah ada bagian-bagiannya yang dicicipi.
Tentu saja yang sisa itu dibuang oleh pemilik resoran ke tempat sampah. Memang orang
BatakToba di pesta-pesta mewah orang Batak Toba, peserta pesta rajin
“mempalastikkan” setiap sisa makanan yang tidak habis disantap di setiap pesta
adat orng Batak Toba, sehingga sisa makanan “pemborosan” itu tidak terbuang
percuma. Sebenarnya tidak perlu harus terjadi bahwa peserta pesta
mempalastikkan makanan, kalau yang disuguhkan tidak berlebihan. Tetapi akar
dari pemborosan penyediaan makanan seperti itu adalah sikap setiap peserta adat
yang mencibir tuan rumah (yang mengadakan pesta) kalau disediakan makanan
sederhana (ala kadarnya). Segala sifat pemborosan makanan harus dibuang dari
setiap diri pengikut Yesus.
Penyediaan dan penyantapan makanan rohanipun harus sifatnya cukup, dan tidak perlu pemborosan. Tidak
perlu penyuguhan makanan rohani sampai membuat orang yang memakannya menjadi
muntah-muntah, dan akhirnya berpenyakit jiwa atau berpenyakit rohani. Para
penyedia makanan rohani harus menyuguhkan makanan rohani yang selalu pas dan
cukup untuk kebutuhan waktu itu. Dan penyantap makanan rohanipun harus menyantap
makanan rohani yang cukup bagi
dirinya, agar dia tidak menjadi gila atau mengalami kerusakan organ rohaninya.
Pakaian adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia agar dia “aman,
hangat, tenteram, dan senang” dalam kehidupannya sepanjang hari, tahun dan
selama dia hidup. Pakaian itu meliputi dua hal yakni sandang dan papan, yakni
benda-benda yang dikenakan di badan (seperti celana, cawat, kutang, kemeja,
jeket, parfum, saputangan, selendang, ulos, rias muka, sandal, sepatu, cincin,
jam tangan, gelang, tas tangan, ijazah, ID-card, kartu ATM, Surat Pengangkatan
sebagai pegawai (tenaga kerja bergaji) dan lain-lain yang selalu melekat di
badan). Dan yang tidak melekat dikenakan di badan (seperti: rumah, mobil,
security, lapangan olah raga, lapangan kerja cari nafkah, dll.). Setiap
pengikut Yesus perlu mengusahakan agar dia memiliki hal-hal seperti itu
semaksimal, tetapi tidak perlu berlebihan, misalnya: tak perlu harus memiliki
dua rumah seperti istana, lima mobil marcedez, dua stadion bola, sepuluh
gelar/ijazah, sepuluh ATM, sepuluh macam parfum, tigapuluh pasang sepatu, dan
lain-lain. Lapangan kerjapun cukup satu tetapi hasilnya cukup untuk dirinya dan
untuk orang lain (misalnya isteri/suami dan anak-anaknya; dan untuk perbuatan
sosial bagi orang lain). Indah kalau
masing-masing “pakaian” itu dimiliki “satu”, dan kalau dia ingin dua, dia
sediakan bagi orang lain yang tidak punya. Cukup pakaian berarti pengikut Yesus
tidak perlu mencuri agar dia memiliki dua yang serupa. Kalau sudah ada satu
miliknya, dia ditugaskan untuk menyediakan bagi orang lain atau membantu orang
lain memiliki seperti yang sudah dimilikinya itu. Semua itu dia lakukan karena
didorong oleh rasa kasih, iman yang kuat, dan demi pemuliaan TUHAN, dan sama
sekali jauh dari praktek korupsi. Dengan demikian semua pengikut Yesus di
jemaat akan semangat untuk cukup dan mencukupkan.
4.
Paulus memperingatkan dan menasihatkan: “Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke
dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa
dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan
kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu
uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan
berbagai-bagai duka” (1 Tim.6:9-10). Kaya itu bagus. Pengikut Yesus harus
kaya dalam harta duniawi dan harta sorgawi; harus kaya dalam hal harta yang
bisa habis dimakan ngengat dan harta yang tidak bisa dimakan ngengat. Itu
merupakan harapan yang terkandung dalam sabda Yesus yang mengatakan: “Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata:
Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami
pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi
Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah
dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan
kepadamu” (Mat.6:31-33). Benar bahwa
pat ni manuk akka rengreng, marrara mata
mida hepeng, alai malo ma mata i mamereng, asa unang ditogu mandapot hepeng
sian dalam na mereng (Kaki ayam berjari empat, mata melihat uang merah
pekat; tetapi hatihatilah mata melihat, agar jangan mata itu menjerat untuk
mendapat uang dengan cara bejat). Benar juga kalau ada yang mengatakan: Sude hepeng do mangatur, alai jolma do
mambahen taratur (Semua dapat diatur dengan uang, tetapi bagaimanapun
manusianya yang membuat teratur). Menjadi kaya tidak perlu menjadi koruptor,
pencuri, penipu, rentenir biadab atau pelaku pencucian uang (penjahat white
colar); tak perlu menjadi pembuat dan pengedar narkoba, tidak perlu harus
berjudi, main togel, atau menjadi pelaku tindakan illegal demi mendapat uang
atau kekayaan. Biarlah uang itu yang mencari dan menemukan pengikut Yesus,
bukan sebaliknya pengikut Yesus yang mencari uang dan mendapatkan uang. Agar
uang yang mencari pengikut Yesus, pengikut Yesus bekerja dan berkarya, dan
karyanya itu sangat dibutuhkan oleh umat manusia sehingga yang membutuhkan
karya itu menghantar uang kepada pengikut Yesus penghasil karya tersebut. Semakin
mahal dihargai suatu karya, maka semakin banyak uang datang menemukan dan masuk
ke kantong penghasil karya tersebut. Jadi pengikut Yesus harus menghasilkan
karya yang tidak tanggung-tanggung kebaruan, mutu dan daya gunanya bagi umat
manusia keseluruhan. Misalnya, lihatlah seperti Bill Gates, pengikut Yesus yang
saleh, yang menghasilkan karya mokrosoft (komputer dengan segala perangkat dan
kemajuannya dan inovasinya), menjadi terhitung sebagai orang terkaya di dunia. Makanya
setiap pengikut Yesus tidak cukup hanya berpendidikan, tetapi harus menjadi
orang yang mampu berkarya, sehingga mampu berkaya. Mampu menghasilkan karya
“ciptaan baru”, lalu itu akan terus menerus mendatangkan “kekayaan baru”,
hingga tidak habis-habisnya sampai akhir hayat bahkan sampai akhir zaman. Tugas
pengikut Yesus adalah berlomba berkarya, bukan berlomba berkaya. Karena hak
kekayaan intelektual dan hak cipta lebih mahal dari pada hak kekayaan material,
dan biasanya kekayaan intelektual akan diikuti kekayaan material (di bumi dan
di sorga).
Dari dulu sampai sekarang nafsu ingin kaya dengan memiliki uang secara
illegal dan curang, membuat umat manusia mengalami borok dan kebobrokan. Semua
jadi terkena imbasnya. Lihatlah betapa hancurnya gereja/huria umat Kristen di
Indonesia “sekarang ini” dengan terjadinya suap-menyuap atau jual – beli suara
sewaktu pemilihan pimpinan gereja. Angin Iblis telah meniupkan bahwa satu suara
sedikitnya seharga satu juta rupiah. Yang aneh, para non-pendeta yang
menyediakan uang-uang sogok itu. Dan mereka, para pemilik hak suara di sinode,
baik pendeta dan non-pendeta, bersukacita menyambut uang-uang sogok pembeli
suara itu, bahkan dari para Tim Sukses calon-calon yang sedang merebut kursi
pimpinan gereja. Mereka tahu itu tidak
baik dan merusak citra gereja, tetapi mereka jatuh kedalamnya, hanya karena
prinsip: “Jadi kapan saya bisa mendapat? Hanya di kesempatan ini. Mumpung ada
yang menyuguhkan, tanpa ikatan yang menjerat,” katanya. Banyak penerima
sogok/suap itu membayangkan bisa kaya mendadak, karena uang lima atau sepuluh
juta rupiah. Pada hal “yang diberikan begu
akan diambil begu juga”. Keserakahan dan cinta uang menghancurkan
segala-galanya dalam kehidupan bergereja, berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Kekaisaran Romawi hancur karena semakin merajalela nafsu suap-menyuap dalam
rangka pemilihan senat dan pemilihan kaisar. Jenderal-jenderal disogok untuk
menurunkan kaisar yang sedang memerintah. Akhirnya kaisar yang ingin lebih lama
memerintah, menyogok orang atau yang dinilainya sebagai algojo yang bisa dan
mampu membunuh jenderal-jemderalnya yang dirasa menjadi saingannya, lalu kaisar
itu menjalankan pemerintahan tangan besi dan otoriter.
Di era pemberantasan korupsi di Indonesia, tindakan penangkapan,
pemiskinan, pemenjaraan para koruptor, tampaknya tidak membuat efek jera dan
takut korupsi. Sudah 70 tahun pejabat dan orang kaya Indonesia latihan korupsi
dan bermental cinta uang. Semua sudah pada lulus setara S3 dalam hal korupsi berjemaah. Hanya hukuman
mati bagi koruptor yang dapat memberi efek jera dan aparat maupun masyarakat takut
korupsi. Tetapi kelompok HAM dan kelompok agama dan kelompok pendukung korupsi
tidak setuju dilakukan hukuman mati bagi koruptor, tetapi tidak ada usulan
mereka bagaimana caranya agar korupsi bisa berhenti/dihentikan. Yang terjadi
sekarang: Semakin hebat KPK menangkap korupsi, semakin hebat dan semakin rapi
para koruptor menyembunyikan perilaku korupsinya. Mengapa? Karena masih senang
mendapat uang yang tidak tertera dalam anggaran, biaya operasional, setiap
pekerjaan maupun pelayanan. Belum ada yang tega menolak “salam tempel” dan
mengatakan: “Uang dalam salam tempel ini perlu untuk kebutuhan anak-anak
Bapak/Ibu, maka tidak perlu diberikan pada saya. Gaji saya dalam mengerjakan
ini sudah cukup untuk saya, dan yakinlah tanpa salam tempel ini kebutuhan dan
urusan Bapak/Ibu akan selesai tepat waktu!” Kalau korupsi berhasil karena bersama-sama,
maka korupsi juga samasekali dapat dihentikan atau pemberantasan korupsi hanya
dapat berhasil dengan bersama-sama (masyarakat dan pejabat pemerintah). Kalau
masyarakat sudah anti korupsi, maka aparatpun pasti tidak korupsi. Agar cinta
uang tidak mendorong orang melakukan korupsi, harus diusahakan agar pendapatan
setiap orang itu cukup (termasuk pengangguran pun harus berpendapatan cukup
melalui “dana pengangguran” yang dibangun pemerintah), dan membuat setiap
individu merasa cukup.
5.
“Tetapi
engkau hai manusia Allah (ho anthropos theou = homo Dei), jauhilah semuanya
itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan.
Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal.
Untuk itulah engkau telah dipanggil dan telah engkau ikrarkan ikrar yang benar
di depan banyak saksi” (1 Tim. 6:11-12). Paulus menyebut Timotius dengan
sebutan yang luar biasa, bahkan bisa saja lebih besar dari sebutan “rasul
Kristus” untuk dirinya, karena Paulus menyebut Timotius “manusia Allah”
(Ibrani: ’iÅ¡ ha’elohim, sinonim untuk
‘ebed YHWH) , yakni orang yang
dipandang mampu menjauhi semua tabiat dan perilaku “manusia gila uang”/”manusia-mammon”.
Dengan sebutan ini, Paulus melihat Timotius
dalam deretan “abdi Allah” (seperti Musa, Ul.33:1; Mzm. 90:1); seperti para
nabi (bd. 1 Sam.2:27); setara Daud (bd. 2 Taw.8:14). Manusia Allah adalah orang yang dipenuhi Roh
Kudus, sehingga disebut juga pneumatikos.
Manusia Allah (kepunyaan Allah = theou
anthropos/homo Dei) diperlengkapi
Allah untuk setiap perbuatan baik (bd. 2 Tim.3:17). Sebagai kebalikan dari manusia
Allah adalah “manusia mammon” (manusia gila uang), “manusia yang dirajai
perutnya/manusia yang mempertuhan perutnya” (bd. Flp.3:19), atau “manusia
durhaka” (2 Tes.2:3); “manusia calon binasa” (manusia pelanggar hukum TUHAN)
(bd. 2 Tes.2:3; Yoh.17:2; Kis.8:20).
Manusia Allah harus menjauhkan diri dari semua perilaku “manusia mammon” (dalam
2 Tim.2:22: jauhi nafsu orang muda). Paulus mendorong Timotius menjauhi dan tidak berjuang untuk mengalahkan. Itu tampaknya Paulus seolah mengajak
Timotius agar tidak menjadi pahlawan dalam perjuangan hidup. Tetapi menjauhi berarti membuat sesuatu tidak
kena kepada diri sendiri. Menjauhi tidak sama dengan melarikan diri seperti dilakukan para
murid Yesus sewaktu Yesus ditangkap (Mat.26:56; Mrk.14:50-52); atau seperti
gembala yang melarikan diri kalau serigala datang mengganggu domba gembalaannya
(bd. Yoh.10:12). Menjauhi berarti mengambil ketetapan hati tidak melakukan dan
tidak ikut-ikutan, walaupun di sekitarnya banyak orang menjadi “pemburu uang”
atau “gila uang”. Yesus menjauhi orang-orang yang ingin memahkotainya menjadi
raja (bd. Yoh.6:15). Menjauhi mengandung arti: memastikan jarak agar tidak
terimbas; tidak ikut-ikutan; malu ikut melakukan; undur diri dari perilaku
manusia mammon. Seseorang dapat menjauhi penyembahan berhala (1 Kor.10:14),
cinta uang (1 Tim.6:11; bd. Ef.5:5), percabulan (1Kor.6:18), dengan ketetapan
hati mendekat kepada TUHAN dan tanpa menoleh lagi ke belakang, tanpa melirik
hal-hal yang dijauhi tersebut. Di Alkitab diceritakan tentang orang yang
terhukum karena mau kembali kepada kehidupan lama (baca: Kej.19:22.26;
Luk.17:28.29.32). Dalam meniru perilaku Yesus dan menjauhi perilaku iblis,
pengikut Yesus harus kuat, karena yang dihadapinya adalah Iblis. Untuk itu nasihat Petrus dalam
1 Ptr.5:7-10[1] sangat
perlu dicamkan.
Kejarlah, kata Paulus kepada
Timotius. Seruan mengejar itu
diperkuat lagi dengan ajakan agar Timotius bertanding,
seperti atlit bertanding. Mengejar
itu bukan seperti pemburu mengejar buruannya, yang selalu bernafsu membunuh
buruannya walau dengan cara yang bagaimanapun. Mengejar itu harus ibarat atlit
mengejar hadiah juara satu; dia menjauhi segala pantangan (termasuk makan obar
kuat/obat perangsang), dan memenuhi segala persyaratan bertanding. Dia
bertanding sesuai waktu, displin, dan menggunakan sekuat tenaga dan keahlian
sampai lebih berhasil dari atlit yang lain. Ibarat pelari maraton atau super
maraton (puluhan kilometer), tidak mau putus asa walau sudah sangat lelah. Dalam
pertandingan itu, hadiah utama itu tidak tampak, sebab hadiah itu masih
disimpan. Hanya apabila seseorang itu juara pertama, dia dapat melihatnya dan
menerimanya. Kalau mengejar harus menggunakan segala/semua energi iman, energi hikmat
dan energi ilmu pengetahuan yang dimiliki.
Yang perlu dikejar adalah: (1) keadilan, (2) ibadah (kesalehan), (3) kesetiaan,
(4) kasih, (5) kesabaran dan (6) kelembutan. Itu tandanya bahwa hal yang enam
ini bukanlah dibawa lahir oleh seseorang sewaktu dia lahir. Keadilan merupakan
hasil perjuangan, yang dimulai dengan pembuatan undang-undang yang pro
keadilan, pendidikan yang menyadarkan perlunya berjuang untuk keadilan, dan
adanya orang yang berjuang untuk keadilan. Timotius diharapkan salah satu dari
yang berjuang mengejar keadilan itu. Keadilan adalah ketentuan dan perlakuan
yang menghormati hak hak azasi manusia dan melakukan kewajiban azasi manusia, sehingga yang salah
terhukum (mendapat punishment), yang
benar hidup dalam kebenaran (mendapat awards).
Kesalehan (ibadah, agama) sudah diterangkan di atas. Kesalehan adalah
perilaku, perkataan dan gaya hidup yang didasarkan atas iman kepercayaan, yang
memperlakukan semua manusia setara dan sebagai sahabat, serta mengasihi orang
dan mengasihi kebaikan-kebaikan.
Kesetiaan iman (pistis/fidem =
iman) adalah kesediaan seorang pekerja mematuhi perintah dan mewujudkan
keinginan pimpinan sampai akhir hayat pekerja tersebut, tanpa mengharapkan
perlakuan-perlakuan istimewa terhadap dirinya selain dari pada yang pantas dan
patut diperolehnya. Kesetiaan kepada Tuhan Yesus berarti kesediaan pengikut
Yesus mematuhi perintah Kristus dan mewujudkan keinginan Yesus sampai akhir
hayat pengikut Yesus tersebut, tanpa mengharapkan perlakukan-perlakuan istimewa
terhadap pengikut Yesus tersebut, selain dari pada yang pantas dan patut
diperolehnya dari Tuhan Yesus.
Kasih (agave; Latin: caritatem) adalah
penampakan dari keimanan kepada Yesus , yang dinyatakan dalam rupa-rupa
perbuatan-perbuatan yang memberikan kehidupan terbaik kepada orang lain sama
seperti kepada diri sendiri.
Kesabaran (hupomonen; Latin: patientam) yaitu adalah kesediaan secara
terus menerus memegang teguh kebenaran iman dan melakukan kasih kepada Kristus,
kepada diri sendiri dan kepada orang lain, tanpa mau undur sedikitpun walaupun
begitu banyak tantangan, cemohan dan rintangan dalam menunjukkan kesetiaan
kepada Kristus, dan langkah demi langkah melakukan kemajuan-kemajuan dalam
kepengikutannya kepada Yesus Kristus.
Kelemah-lembutan (praupathian;
Latin: mansuetudinem), yakni salah
satu senjata paling ampuh untuk memenangkan dunia untuk Kristus, yaitu sikap
dan penyapaan serta tindakan yang membuat orang lain merasa senang hati dan
menjadi bersahabat, serta memberikan simpati yang sangat dalam.
Bertandinglah dalam pertandingan
iman yang benar, kata Paulus. Itu berarti, Timotius sebagai pengikut
Yesus tidak usah bertanding dalam
pertandingan iman yang salah. Iman yang benar adalah iman yang berpegang teguh
pada kebenaran Yahowa dalam Yesus Kristus. Iman siapapun dan iman yang
bagaimanapun, kalau tidak mengandung kebenaran yang diajarkan oleh Yesus Kristus,
itu merupakan iman yang salah, dan orangnya menganut iman yang salah.
Pertandingan adalah pertandingan memberitakan atau bersaksi tentang karya TUHAN
Yahowa yang menyediakan pengampunan dosa, jalan keselamatan dan kehidupan
sorgawi serta kehidupan kekal dalam dan melalui karya dalam kehidupan,
kematian, kebangkitan dan kenaikan Yesus Kristus serta kedatangan-Nya kembali. Tentu
saja dalam menganut iman yang benar seperti itu, Tiumotius sebagai Pengikut
Yesus wajib menunjukkan buah-buah iman itu dalam kehidupannya sehari-hari. Dia
harus hidup sebagai orang yang telah diampuni dosa-dosanya, yang telah
dianugerahi keselamatan, dan sebagai pewaris kerajaan sorgawi dan kehidupan
kekal. Dengan hidup seperti itu Timotius berjuang untuk merebut hidup yang
kekal. Kalau Timotius tidak hidup sebagai orang yang telah dianugerahi
keselamatan, maka bisa saja hidup kekal yang sudah dimahkotakan kepadanya akan
hilang dengan sendirinya. Jadi apa yang sudah ditangan harus diperjuangkan
tetap di tangan sampai akhir hayat di bumi ini. Itulah perjuangan merebut hidup
yang kekal. Demikian juga seharusnya semua pengikut Yesus yang hidup di zaman
sekarang. Orang Batak Toba mengatakan: “Unang
gabe pinda sahala gabe tu halak!” (Jangan sampai anugerah itu jadi orang
lain yang memiliki!). Timotius telah berikrar setia pada iman yang benar itu,
dan giat bertanding menyatakannya di hadapan umat manusia. Setiap orang Kristen
juga berikrar di hadapan jemaat sewaktu dia naik sidi, mengaku dewasa dalam
iman. Tanda setia pada iman yang diikrarkan itu harus selalu tampak dalam
kehidupan sehari-hari umat Kristen. Tanpa itu, maka kompetisi iman yang benar
menjadi tidak ada. Jadi iman itu harus terus menerus menyala dalam hidup setiap
pengikut Yesus.
6.
Begitu pentingnya seruan Paulus kepada Timotius,
sehingga dia menyebut dasar yang diambilnya dalam memberikan seruan itu, yakni:
- Allah, yang memberikan hidup kepada segala sesuatu; dan – Kristus Yesus, yang
telah mengikrarkan ikrar yang benar di hadapan Pontius Pilatus. Yahowa Allah
adalah khalik langit dan bumi, yang menciptakan adanya yang hidup di bumi dan
di langit; yang menciptakan manusia yang hidup (sebagai nefesh hayah), dan yang memberikan kehidupan kembali kepada Yesus
Kristus setelah kematian-Nya. Sewaktu Kristus Yesus di hadapan Pilatus, Yesus
menjawab Pilatus: "Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari
dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan
kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini." Maka kata
Pilatus kepada-Nya: "Jadi Engkau adalah raja?" Jawab Yesus:
"Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan
untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian
tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan
suara-Ku" (Yoh.18:36-37). Mengingat hal-hal itulah, Paulus menyerukan
kepada Timotius agar Timotius menuruti perintah yang diberikan Paulus itu,
dengan tidak bercacat (bd. Yak.1:27; 1 Ptr.1:19; 2 Ptr.3:14) dan tidak bercela
(bd.1 Tim.3:2; 5:7), hingga pada saat Tuhan Yesus Kristus menyatakan diri-Nya. Perintah
itu adalah demi menghormati/mematuhi TUHAN Allah (Yahowa Elohim) sebagai sumber
kehidupan dan Yesus Kristus sebagai Raja dan sumber kebenaran. Kepatuhan
menuruti perintah itu menuntut ketaatan dan kesabaran jangka panjang, karena
batas waktunya adalah Maranatha (kedatangan Tuhan Yesus keduakalinya), yang
tidak diketahui kapan terjadinya. Hanya Penguasa satu-satunya dan yang penuh
bahagia, Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuan, yang tahu
kapan saatnya hari Maranatha itu. Yang penting diketahui bahwa di hari
Maranatha, Yesus datang dengan penuh kemuliaan dan kemenangan, dan pengikut
Yesus yang turut menikmatinya adalah orang yang perilaku hidupnya tidak
bercacat dan tidak bercela.
7.
Dalam kesempatan ini Paulus menyisipkan
“pengakuan”-nya tentang TUHAN, menjadi pedoman percaya bagi Timotius. Selain
sebagai Penguasa, Raja dan Tuan atau yang omnipotence),
yang sebenarnya harus tampak kepada manusia, TUHAN adalah satu-satunya yang
tidak takluk kepada maut, dan sudah mengalahkan maut, yang nyata dalam
kebangkitan Yesus Kristus. Mengenal TUHAN sebagai Yang telah menang atas maut,
merupakan dasar iman yang kuat untuk berani melangkah maju menjalani hari-hari
pemberitaan Injil yang penuh dengan ancaman maut. TUHAN yang omnipresence (mahahadir) itu adalah
sekaligus TUHAN yang bersemayam dalam terang yang tidak terhampiri. Terang
TUHAN melebihi terang matahari, sebab terang TUHAN disertai kekudusan dan
kemuliaan. Manusia biasa tidak sanggup menghampirinya, tetapi manusia Allah
atau ebed YHWH diperkenankan TUHAN
dapat menghampiri diri-Nya. Seperti Musa yang diperkenankan menghampiri Yahowa
dalam kehadiran-Nya di Gunung Sinai dengan terang-Nya yang tak terhampiri (baca
Kel. 3). Dalam kesaksian Alkitab, hanya Musa, sebagai hamba Yahowa, yang dikatakan dapat berbicara dengan TUHAN
dengan berhadap-hadapan muka (saling melihat wajah), dan Musa tidak mati (bd.
Kel.33:11). TUHAN tegas mengatakan bahwa
“tidak ada orang yang memandang Aku (baca: wajah-Ku) dapat hidup” (Kel. 33:20).
Hanya dalam Yesus Kristus, umat TUHAN dapat memandang wajah TUHAN, sebab Dia
sudah berkenan mendatangi umat manusia dalam wajah (rupa) manusia. Dan “Firman
itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita, dan kita telah melihat
kemuliaan-Nya, ...” (bd. Yoh. 1:14). Setiap manusia akan berbahagia apabila
manusia itu bertemu dengan TUHAN (Yahowa)
dan melihat wajah Yahowa dalam wajah Tuhan Yesus Kristus, sebab dia
pasti akan diliputi kemuliaan TUHAN Yahowa (bd. pengalaman Petrus, Yohanes dan
Yakobus sewaktu Yesus dimuliakan di atas gunung: Luk.9:28-36). Memang seperti
ditandaskan Paulus, bahwa adalah sudah dari hakekatnya, hormat dan kuasa yang
kekal adalah bagi TUHAN. Seseorang akan menjadi terhormat, dan akan mendapat
kuasa apabila seseorang itu memberi hormat kepada TUHAN dan berada dalam
naungan kuasa yang kekal TUHAN. Itulah yang seharusnya dimiliki Timotius dan setiap pengikut Yesus di zaman
manapun dia hidup, termasuk yang hidup sekarang.
8.
Bagi Paulus dan demikian bagi Huria Kristen atau
bagi kekristenan, orang kaya dan kekayaan sangat dibutuhkan dan sangat perlu
ada. Tetapi setiap orang kaya sangat
perlu menunjukkan kepada umat manusia bahwa kekayaan yang dimilikinya bukan
karena melakukan kejahatan karena cinta (gila) uang dan/atau karena berburu
uang secara ilegal, melainkan karena dia dicintai uang itu dan dikejar oleh
uang yang menjadi kekayaannya. Untuk itu – menurut Paulus, seperti dia tugaskan
dan pesankan kepada Timotius -, setiap orang kaya yang ada di dunia ini perlu
diperingatkan agar: (1) jangan tinggi hati; (2) jangan berharap pada
kekayaannya; (3) menikmati kekayaannya dengan baik; (4) berbuat baik; (5) kaya
dalam kebajikan; (6) suka memberi dan membagi; (7) mengumpulkan kekayaan
sebagai dasar untuk lebih maju di masa depan; (8) menemukan hidup yang
sebenarnya. Delapan kewajiban orang kaya sebagai orang kaya yang benar dan
memiliki kekayaan yang menjadi berkat bagi dirinya, keturunannya dan bagi orang
lain. Ini harus diajarkan oleh Huria Kristen sepanjang masa, agar orang kaya
mendapat tempat yang nyaman bersama masyarakat lainnya (termasuk bersama orang
miskin, pengangguran, orang yang marhais-martuduk,
yang cari pagi untuk makan sore) di
tengah-tengah huria atau masyarakat. Memang tanpa kenyamanan itu, orang kaya dan
kekayaannya akan lari ke luar negeri.
9.
Sebenarnya tidak ada alasan bagi seorang kaya
untuk tinggi hati, tetapi kekayaannya menjadi alasan utama untuk rendah hati.
Sebab dia tahu betapa sulitnya menjadi kaya. Kekayaan bukan hanya karena
usahanya sendiri, melainkan karena keterlibatan banyak pihak dalam usahanya,
makanya kekayaan itu datang ke tangannya. Maka sepatutnya orang kaya rendah
hati.
Kekayaan hanya untuk didup di dunia ini, dan tidak ada sangkut pautnya
dengan hidup di dunia akhirat. Sudah ada cerita dalam Alkitab tentang orang
kaya yang bodoh (baca: Luk.12:13-21). Di sana Yesus memperingatkan: "Berjaga-jagalah
dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang
berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya
itu" (Luk.12:15). Banyak orang kaya yang lebih bodoh lagi dari orang kaya
yang bodoh yang diceritakan dalam Alkitab. Misalnya, dia wasiatkan kepada
notaris, agar apabila dia mati maka segala kekayaannya diuangkan atau ditukar
menjadi emas, lalu uang dan emas itu dibuat menjadi kuburannya, petimatinya,
dan petimati dan lubang kuburannya itu diisi dengan uang logam dan uang emas.
Dia berharap bahwa dia akan dapat bersenang-senang di dunia orang mati dengan
segala kekayaannya. Tetapi ternyata dia (rohnya) tidak dapat menikmati
kekayaannya di dunia orang mati. Sebab setiap kali dia membawa uangnya yang ada
di petimati itu untuk membeli kebutuhannya, dia selalu mendapat jawaban: “Uang
seperti itu tidak laku di sini!” Akhirnya para perampok di bumi merampok semua
emasnya, kuburan emasnya, petimatinya. Semua uang yang ada di dalamnya dirampok
orang dan tidak ditinggalkan sisa kecuali tulang-tulangnya berserakan. Emas dan
kekayaannya itu tidak mampu menjadi tumpuan harapan untuk hidup lebih baik di
dunia orang mati apalagi di sorga. Yang lebih bodoh lagi adalah seorang kaya
yang mengumpulkan sebanyak mungkin kekayaan hingga nilainya dapat menerbangkan
petimati dan segala kekayaannya di dalamnya ke angkasa luar, karena dia
menganggap bahwa di angkasa luar dia akan tenang, mayat maupun peti matinya
akan menjadi kekal, sekekal galaksi matahari. Memang cita-citanya itu terwujud,
petimatinya yang berisi segala nilai kekayaannya ditembakkan ke angkasa luar
dan melayang-layang di sana, ibarat suatu batu meteor. Tetapi suatu ketika, ada batu meteor yang
menabrak petimati orang kaya itu, lalu hancur berkeping-keping dan hilang tanpa
bekas. Itu lah akhir hayatnya. Toh semuanya tidak bisa dinikmatinya. Jadi orang
kaya tidak perlu malu, apabila menumpukan harapan hidupnya di bumi dan di sorga
kepada TUHAN Yahowa dalam Yesus Kristus. Karena dengan demikian orang kaya itu
dapat membangun kekayaan yang lebih luar biasa lagi.
Maka baiklah setiap orang kaya menikmati hasil kekayaannya. Dia tidak
jatuh ke pada perilaku hedonis. Yang paling baik apabila orang kaya menikmati
hasil kekayaannya bersama dengan orang lain. Itu bukan berarti berfoya-foya,
berhura-hura dan berpesta pora saban hari bersama orang lain. Kalau orang kaya
berpesta, sangat perlu dia menjadi tiruan dalam melaksanakan pesta yang
sederhana tetapi penuh makna. Lebih baik orang kaya menikmati (hasil)
kekayaannya dengan terus menambah perusahaan-perusahaan raksasa yang
mempekerjakan sebanyak mungkin tenaga
kerja untuk dijadikan sebagai sumber-sumber kekayaannya yang baru dan yang
menyenangkan orang lain. Seorang kaya tidak perlu menghambur-hamburkan
kekayaannya dengan berjudi, membeli perempuan menjadi gundik-dundiknya. Orang
kaya tidak perlu mengulangi dosa raja Salomo, yang membuat gundiknya lebih dari
seribu karena kekayaannya.
Orang kaya sangat diharapkan berbuat baik bagi sesamanya, bagi negaranya,
bagi masyarakatnya, bagi lembga keagamaannya, bagi pekerja-pekerjanya, bukan
hanya bagi dirinya. Berbuat baik itu harus jauh dari kesan menyombongkan diri,
yakni menyinggung perasaan orang lain dengan kekayaannya. Sangat baik apabila
orang kaya dapat mengatur perbuatannya yang baik, sehingga orang lain senang
dan dirinya pun senang. Misalnya, orang kaya itu menyediakan uangnya untuk
menyekolahkan anak-anak orang miskin, memanggil orang-orang miskin yang
berpendidikan itu menjadi tenaga kerjanya yang dapat diandalkan. Orang kaya itu
membangun fasilitas kesehatan yang lengkap di desanya, membantu masyarakat
lingkungannya untuk bisa hidup empat sehat lima sempurna.
Untuk berbuat baik itu orang kaya dengan menggunakan kekayaannya harus
menjadi kaya dalam kebajikan. Ini bedanya orang kaya karena bisnis narkoba
dengan orang kaya karena bisnis persaingan ekonomi sehat. Orang kaya karena
narkoba menjadi kaya dalam hal membangun kelicikan dan berkelit dari kebenaran
dan keadilan. Orang kaya karena persaingan ekonomi sehat menjadi kaya dalam
membangun kebajikan-kebajikan, yang bukan hanya menguntungkan perusahaannya
tetapi juga menguntungkan negara, masyarakat, bangsa dan umat percaya. Kebajikan
(Yun.: kalos; Lat: bonus) adalah sesuatu yang mendatangkan
kebaikan (keselamatan, keberuntungan, dlsb.) bukan hanya bagi diri sendiri
tetapi juga bagi sesama, masyarakat, bangsa, masyarakat dan umat percaya.
Suka memberi dan membagi (Yun.: eumetadotos;
Lat: facile tribuere) berarti tidak
pelit kepada orang lain. Tetapi suka memberi dan membagi bukan berarti
menghamburkan begitu saja uang atau makanan agar orang lain berebutan
mengambilnya. Memberi dan membagi juga harus membangun masyarakat membangun
dirinya tidak tergantung kepada pemberian dan pembagi-bagian harta orang kaya.
Kesediaan orang kaya memberi dan membagi hartanya tidak membuat satu pun dari
anggota masyarakat menjadi bermental pengemis atau peminta-minta, tetapi harus
membuat orang yang menerima pemberian itu menjadi orang yang mandiri dalam
pengadaan kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu orang kaya harus punya hikmat
dalam memberi dan membagi hartanya, agar orang yang menerima pemberiannya
menjadi tidak tergantung kepada pemberiannya terus menerus. Misalnya, kalau
orang kaya mau memberi dan membagi hartanya kepada orang miskin di panti
asuhan, sangat baik apabila orang kaya itu memberikan fasilitas pelatihan dan
kursus-kursus pelatihan kepada penghuni panti asuhan agar mereka dapat hidup
mandiri dan menjadi kaya. Apabila orang kaya benar-benar jujur membayar pajak
kekayaannya dan benar-benar mengawasi pajak kekayaannya tidak dikorupsikan
aparat pemerintah, itu sudah berarti menjadi orang kaya yang memberi dan
membagi harta kekayaannya kepada bangsa, masyarakat, negara, dan umat percaya.
Sangat baik juga apabila orang kaya yang baik terus menerus memikirkan dan
berbuat agar kekayaannya semakin banyak, tetapi bukan untuk masa depan sesaat.
Kekayaannya harus meregenerasi, dan dampak positif dari kekayaannya bagi orang
banyak semakin banyak, bagi negaranya, masyarakatnya dan sesamanya umat
percaya, hingga sampai ke generasi-generasi manusia selanjutnya. Orang kaya
harus pandai menginvestasi kekayaannya sehingga mantap berkelanjutan dan
profitnya berkelanjutan. Dengan demikian orang kaya tersebut tidak jatuh kepada
perangai kapitalisme ataupun sosialisme ataupun komunisme, tetapi tetap
berpegang teguh dalam prinsip “terus berjuang agar semakin kaya dan semakin
menjadi berkat bagi negaranya, masyarakatnya, , bangsanya, kaum umat percaya
selain bagi diri dan keturunan-keturunannya”. Dengan demikian orang kaya
seperti itu berhasil mengumpulkan harta duniawi (yang dapat dimakan ngengat)
sebanyak mungkin yang dapat menghidupi orang banyak hingga puluhan generasi,
dan sekaligus mengumpulkan harta sorgawi (yang tidak dapat dimakan ngengat).
Dengan demikian orang kaya yang penuh kebajikan itu akan mencapai hidup
yang sebenarnya. Dia tidak perlu membuat kuburannya, petimatinya dan isi
petimatinya penuh dengan emas. Dia akan meminta dikuburkan dengan penuh
kesederhanaan tetapi semua yang hadir dalam penguburannya mengucapkan terimakasih atas jasa-jasanya.
Dia tidak perlu dikebumikan dalam kapsul di angkasa luar, tetapi cukup saja di
kuburan sederhana di kampung halamannya, tetapi sepanjang zaman manusia yang religious dan yang tidak
religious menjiarahi kuburannya dan menyatakan harapan-harapan mereka di sana.
Hidupnya yang sederhana tetapi sangat menjadi berkat bagi orang lain
(masyarakat, bangsa dan negara serta umat beragama) dan bagi dirinya, akan
mendapat nilai tertinggi di bumi dan di sorga. Tuhan memberikati orang kaya,
yang membebaskan orang miskin dari kemiskinan mereka serta memuliakan TUHAN.
Amen.
Pematangsiantar, tgl. 14 September 2016, oleh Pdt. Langsung Maruli Basa
Sitorus (Pdt. LaMBaS).