MALAM NATAL, TGL. 24 DESEMBER 2016: EVANGELIUM: YESAYA 9:2-7
YESAYA 9:(1) 2-7
9:1
(Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah
melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang
telah bersinar).
9:2
Engkau telah menimbulkan banyak
sorak-sorak, dan sukacita yang besar; mereka telah bersukacita di hadapan-Mu,
seperti sukacita di waktu panen, seperti orang bersorak-sorak di waktu
membagi-bagi jarahan.
9:3
Sebab kuk yang menekannya dan gandar
yang di atas bahunya serta tongkat si penindas telah Kaupatahkan seperti pada
hari kekalahan Midian.
9:4
Sebab setiap sepatu tentara yang
berderap-derap dan setiap jubah yang berlumuran darah akan menjadi umpan api.
9:5
Sebab seorang anak telah lahir untuk
kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di
atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang
Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.
9:6
Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera
tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia
mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang
sampai selama-lamanya. Kecemburuan TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini.
9:7
Tuhan telah melontarkan firman kepada
Yakub, dan firman-Nya itu menimpa Israel.
RAYAKAN YESUS, RAYAKAN!
(PESTAHON JESUS, PESTAHON)
1.
Waktu itu, Yesaya telah melewati
pemerintahan Raja Uzia (767-740 SM) dan pemerintahan raja Yotam (740-734 sM) di
Yehuda, dan dua raja ini melakukan yang benar di mata TUHAN. Selama
pemerintahan kedua raja ini, Yesaya
mengawal kerajaan dan hidup rakyat dengan nasihat-nasihat yang membangun
kebangsaan, agar kemaslahatan bangsa itu berkelanjutan. Tetapi harapan Yesaya
agar apa yang dilakukan Uzia dan Yotam semakin baik di zaman Ahas, pupus
setelah raja Ahas tidak mau mengindahkan nasihatnya, dan tidak mengikuti jejak
kakeknya (Uzia/Azarya) dan ayahnya (raja Yotam). Alasannya: karena Ahas lebih
takut kepada raja Asyur daripada kepada TUHAN Yahowa. Ahas tidak mampu bertahan memegang teguh iman
percayanya kepada Yahowa, dalam menghadapi tekanan berat yang datang dari
Kerajaan Asyur (dibawah pimpinan rajamereka Tiglat Pileser dan kemudian
digantikan oleh Salmanasser) yang ingin menganeksasi Yehuda, seperti sudah dilakukan
Asyur terhadap kerajaan-kerajaan sekitar Kerajaan Yehuda. Ahas yang takut
kepada Asyur bergegas mengunjungi raja Asyur untuk menyatakan ketundukannya dan
kesediaannya membayar upeti yang ditetapkan oleh raja Asyur. Tetapi – sangat
disayangkan - ketundukan secara politik itu dilanjutkan Ahas dengan ketundukan
agamis dan keimanan kepada penguasa Asyur. Sebenarnya ketundukan yang dua macam
ini dapat dipisahkan. Bisa saja suatu umat atau raja yang beriman kepada Yahowa
tetap setia dalam keimanannya kepada Yahowa, walaupun negerinya sudah dijajah
secara politis dan ekonomis. (Hal seperti itu telah dibuktikan oleh bangsa
Indonesia sewaktu Jepang datang menjajah Indonesia (yang waktu itu masih
bernama Hindia Belanda) dan hendak memaksakan agama Shinto mereka menjadi agama
rakyat Indonesia, terutama dalam hal menghormati Kaisar Jepang sebagai dewa. Justru Ahas tidak sekuat bangsa Indonesia, yang
mempertahankan imanmereka, walaupun Jepang sudah berkuasa, bahkan pada awalnya
disambut sebagai “saudara tua” yang mengusir penjajah Belanda. Bangsa
Indonensia tidak mau menggadaikan iman percayanya (baik yang Kristen maupun
penganut agama yang lain). Jauh sebelum Ahas, Yusuf bin Jakob pun tidak mau
menggadaikan imannya di Mesir, walaupun tekanan dari Firaun Mesir sangat kuat.
Di zaman sesudah Ahas di kemudian hari, Daniel juga tetap setia kepada imannya
kepada Yahowa, walaupun dia berada di suatu kerajaan yang sangat kejam (dan
rajanya Nebukadnezar seorang raja yang biadab). Tetapi Ahas, murtad dari
imannya kepada Yahowa, lalu memerintahkan kepada imam Uria agar mezbah di
Yerusalem diganti dengan mezbah yang serupa dengan yang di ibukota Asyur,
dan peralatan-peralatan ibadah kepada
Yahowa disingkirkan (seperti kolam pembasuhan). Ibadah dan pemberian kurban
dibuat menjadi pemujaan dan pengurbanan kepada dewa raja Asyur, walaupun kadang
masih ada kurban kepada Yahowa. Ahas menyampaikan peringatan-peringatan dari
Yahowa, tetapi Ahas tidak mau lagi mendengar nasihat dan peringatan yang
disampaikan Yesaya. Yesaya melihat, bahwa harapan satu-satunya untuk memulihkan
umat Yehuda dan rajanya kembali kepada jalan TUHAN Yahowa, adalah lahirnya
seorang raja menggantikan Ahas. Harapan itu pada awalnya dikenakan kepada
kelahiran Hizkia (perwaris tahta Daud), sehingga dia dirawat dan dibesarkan
mematuhi Hukum-hukum TUHAN Yahowa. Memang Hizkia menjadi raja yang melakukan
yang benar di mata TUHAN, seperti leluhurnya Daud. Tetapi Yesaya justru tidak
berhenti pada kelahiran Hizkia, tetapi membuka harapan tentang lahirnya
“seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas
bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa,
Bapa yang Kekal, Raja Damai.” Yang diharapkan akan lahir itu melebihi seorang anak raja yang lahir di istana untuk
mewarisi tahta ayahnya, karena yang akan lahir itu disebut “Allah yang Perkasa,
Bapa yang Kekal”. Penamaan ini menunjuk kepada seorang yang akan lahir ke
dunia, yang dirinya jauh lebih luar biasa
dibanding semua raja-raja Israel/Yehuda, walaupun yang lahir itu
dikatakan dalam konteks tahta Daud.
2. Lahirnya putera yang luar biasa ini memberi dampak yang luar biasa bagi
umat TUHAN. “Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang
besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar.”
Bangsa Yehuda yang sedang dilanda kegelapan dan kekelaman karena kejatuhannya
kepada Asyur secara politik, ekonomi dan
agama, akan melihat terang besar yang sedang bersinar atas mereka. Memang kalau
suatu bangsa melihat suatu masa depan yang cerah, semangat bangsa itu akan
kembali berseri dan gairah hidup seluruh penduduk negeri itu akan bangkit
kembali. Bayangkan misalnya, setelah Bung Karno membacakan teks proklamasi
kemerdekaan bangsa Indonesia, bangsa Indonesia melihat bahwa terang kehidupan
baru mulai bersinar menyinari mereka. Walaupun berita itu masih sayup-sayup di
dengar di Sumatera, sinar terang itu ditangkap, lalu semangat orang Sumatera
menggelora membela kemerdekaan yang sudah diproklamirkan. Demikian dapat
terbandingkan, semangat umat Yehuda mendengar bahwa telah lahir seorang
putera di tengah-tengah mereka ( di
istana), yang diharapkan dapat menggantikan ayahnya pembawa kegelapan dan
kekelaman di tengah bangsanya, dan akan menggantikan kegelapan dan kekelaman
itu dengan terang besar, yang memungkinkan semua umat-Nya selamat, sejahtera,
adil dan makmur. Efek positif kehadiran putera yang beri harapan besar itu
mendorong pengakuan kepada TUHAN, dengan mengatakan: Engkau telah menimbulkan banyak sorak-sorak, dan sukacita yang besar;
mereka telah bersukacita di hadapan-Mu, seperti sukacita di waktu panen,
seperti orang bersorak-sorak di waktu membagi-bagi jarahan. Pada umumnya
kelahiran seorang pewaris tahta sudah membuat penghuni istana dan rakyat
bersukacita, mengadakan pesta besar dan penuh sorak-sorak. Sukacita itu sungguh
sangat besar kalau seorang nabi yang diakui kesetiaannya kepada Yahowa
menubuatkan bahwa putera raja yang lahir itu
membuat hidup bangsanya menjadi terang benderang, kembali ke jalan
Yahowa dan memberi kesejahteraan, kesentosaan, keadilan, damai sejahtera,
kerukunan dan bahkan kelak dia memerintah ibarat TUHAN yang maha perkasa dan
maha kasih terhadap umat-Nya. Ada dua kesempatan bersukacita yang sangat besar
bagi umat TUHAN (Israel/Yehuda), yakni sukacita di waktu panen dan waktu
membagi-bagi jarahan. Sukacita itu begitu besar dalam dua kesempatan ini,
karena panen dan kemenangan (kemampuan menjarah harta musuh) merupakan pertanda
bahwa umat TUHAN diberkati, disertai sewaktu bertani dan sewaktu berperang. Panen
dan pembagian jarahan menunjukkan adanya jaminan kecukupan sembako dan harta
kekayaan sepanjang tahun bagi seluruh rakyat dan para pejabat negara. Adanya
pembagian jarahan, berarti musuh dikalahkan, dan dengan demikian jaminan
keamanan disediakan. Itu semua bisa terjadi kalau ada raja yang tidak seperti
raja Ahas, yang keok secara politik, ekonomi dan agamis sebelum berjuang dan
tidak meniru kakeknya Daud. Hizkia
menjadi salah satu raja Yehuda yang menyerupai kakeknya, Daud, dalam kesetiaan
kepada Yahowa, dan dapat membebaskan diri dari ancaman-ancaman raja dari Asyur. Kitab Raja-raja menceritakan
bagaimana TUHAN (Yahowa) membebaskan Yerusalem dari kepungan raja Sanherib dan
tentaranya (2Raj.18-19).
3. Sebab kuk yang menekannya dan
gandar yang di atas bahunya serta tongkat si penindas telah Kaupatahkan seperti
pada hari kekalahan Midian. Sebab setiap sepatu tentara yang berderap-derap dan
setiap jubah yang berlumuran darah akan menjadi umpan api. Nubuat Yesaya ini benar-benar menjadi kenyataan sewaktu pemerintahan
Hizkia. Pada waktu itu Yerusalem dikepung Sanherib dan tentaranya. Mereka
mengolok-olok Hizkia dan TUHAN Yahowa, Allah umat Yehuda. Tetapi tangan TUHAN
yang kuat menolong Hizkia dan membebaskan Yehuda dari kepungan Sanherib dan
tentaranya. “Dan Aku akan memagari kota ini untuk menyelamatkannya, oleh karena
Aku dan oleh karena Daud, hamba-Ku." Maka pada malam itu keluarlah
Malaikat TUHAN, lalu dibunuh-Nyalah seratus delapan puluh lima ribu orang di
dalam perkemahan Asyur. Keesokan harinya pagi-pagi tampaklah, semuanya bangkai
orang-orang mati belaka! Sebab itu berangkatlah Sanherib, raja Asyur, dan
pulang, lalu tinggallah ia di Niniwe. Pada suatu kali ketika ia sujud menyembah
di dalam kuil Nisrokh, allahnya, maka Adramelekh dan Sarezer, anak-anaknya,
membunuh dia dengan pedang, dan mereka meloloskan diri ke tanah Ararat.
Kemudian Esarhadon, anaknya, menjadi raja menggantikan dia” (2 Raj.19”34-37).
Dengan demikian Hizkia dapat bebas dari tekanan Asyur dan tidak membayar upeti
lagi seperti sebelumnya. Tongkat Asyur, sipenindas, telah dipatahkan TUHAN
Yahowa. Kekalahan Asyur itu dibandingkan dengan kekalahan Midian, yakni
kekalahan Midian sewaktu hakim Gideon berperang melawan Midian di lembah
Jizreel (Hak. 6-8). Tentara Sanherib yang mati terbunuh (185.000 orang) oleh
malaikat TUHAN, dibakar habis, tanpa membuka sepatu dan pakaian mereka.
Semuanya dibakar, agar tidak timbul wabah penyakit karena bangkai-bangkai
mereka yang akan membusuk. Kematian Sanherib membuat kerajaan Asyur menjadi
lemah. Lemahnya kerajaan Asyur merupakan kesempatan bagi kerajaan kecil yang
dijajahnya (termasuk Yehuda) dapat bernafas kembali dan merdeka. Tetapi
pengganti Sanherib, yakni raja Esarhadon, kembali bangkit dan memaksa raja
Manasse (pengganti raja Hizkia) membayar upeti kepada Asyur; dan Manasse
mengikut jejak Ahas, melakukan yang tidak benar di mata TUHAN. Namun selama
pemerintahan ayahnya, raja Hizkia, Yehuda benar-benar aman, dan tidak
terkalahkan oleh raja dari Asyur, berkat pertolongan TUHAN Yahowa, yang
diikutinya dengan setia.
4. Kebesaran raja Hizkia digambarkan oleh Yesaya dalam nubuatnya, yang
mengatakan: “lambang pemerintahan ada di
atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang
Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera
tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia
mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang
sampai selama-lamanya (ay.5b-6b). Watehyi
hamiśrah ‘al-šikmȏ (LAI TB: lambang pemerintahan ada di atas bahunya)
dapat diterjemahkan dengan : dan pemerintahan
diembankan kepada bahunya. Pemerintahan Daud ditegakkan oleh raja Hizkia
pada zamannya (selama 29 tahun dia memerintah). Pemerintahan itu punya lambang
dan lambang itu adalah “Bintang Daud”. Pemerintahan yang berlambang Daud itu
ada (= diembankan) (Ibrani: hayah) di
atas bahunya. Dia menyebut namanya: pele’
yo‘eş (wonderful councellor ; Penasihat Ajaib (LAI TB); konselor yang
menakjubkan. Kepiawaiannya memberikan nasihat/penguatan kepada bangsanya, diuji
sewaktu Yerusalem dikepung oleh Sanherib
dan tentaranya; dan sewaktu dia mengalami sakit. Dia minta petunjuk kepada
Yesaya dan berdasarkan petunjuk itu raja Hizkia memberi nasihat kepada para
pejabat negaranya dan kepada rakyatnya.
Memang Yesaya masih mengharapkan lebih dari itu kepiawaian Hizkia.
Yesaya mengharapkan bahwa Hizkia itu sebagai ’El gibbor (LAI TB: Allah Yang Perkasa), yang sebenarnya lebih
tepat dimengerti sebagai “Penampakan Kekuasaan atau Keperkasaan Allah”. Bandingkan nama Yisra’el = Pejuang Allah. Selain itu dikatakan abyi‘ad (“Bapa yang Kekal”
menurut LAI TB). Kata Ibrani abyi‘ad dapat merupakan bentukan dari kata ’abyi + ‘ad. ’Abyi = Bapa; ‘ad =
selamanya = kekal. Tetapi kata itu juga
bisa merupakan bentukan dari kata ’ab + ya‘ad > ’ab + ‘ed. ’Ab = Bapa;
Pimpinan; ‘ed = kumpulan orang =
jemaah/umat. ’ab + ya‘ad = pimpinan umat. Raja Hizkia juga berfungsi sebagai
pimpinan umat Yehuda. Dan karena kepiawaiannya memimpin, dia akan dikenang
sebagai pimpinan (bapa) bagi umat Israel selamanya. Dia pemimpin umat yang pada
akhirnya tidak gentar terhadap serangan-serangan Asyur dan karena ketaatannya
kepada Yahowa, dia dibuat menang terhadap raja Asyur tanpa memanahkan sebuah
anak panah. Ditopang oleh situasi negara-negara adikuasa (Asyur dan Mesir) yang
melemah, Hizkia benar-benar dapat
menciptakan damai di dalam kerajaannya. Bagi Yesaya, raja Hizkia menjadi
gambaran tentang RAJA DAMAI yang juga masih akan datang. Sungguh besar kekuasaannya, dan damai sejahtera
tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya. Apabila
kekuasaan yang besar dijalankan sesuai dengan kehendak Yahowa yang menginginkan
kedamaian, akan mendatangkan damai sejahtera yang berkelanjutan terus mengalior
dari tahta Daud dan di dalam kerajaan Daud.
Itulah harapan Yesaya selama Hizkia masih hidup dan setia kepada Yahowa.
Maka Yesaya menggaris bawahi: karena ia
mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang
sampai selama-lamanya. Jaminan kelanggengan kedamaian di kerajaan Yehuda,
atau di tengah umat TUHAN, adalah
didasarkannya dan dikokohkannya kerajaan itu dengan keadilan dan kebenaran. (DI
sini keadilan dan kebenaran itu tidak dimutlakkan sebagai keadilan dan
kebenaran Yahowa, tetapi secara sadar bahwa keadilan dan kebenaran Yahowa itu
mengasprasi semua jenis keadilan dan kebenaran yang akan menjadi dasar
menegakkan dan mengokohkan kerajaan Daud. Terbandingkan dengan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang dapat mengalami kedamaian, dan kesejahteraan, dan kekuasaan
pemerintah pusat menjadi sangat besar, karena keadilan dan kebenaran
berdasarkan Pancasila terus dipegang-teguh dan dijalankan dengan konsisten.
Yehuda waktu itu adalah negara sekuler berdasarkan hukum-hukum TUHAN, sehingga
keadilan yang berkeadilan dan kebenaran yang berkebenaran dapat terwujudkan dan
ternikmati rakyat negeri. Apabila hal itu dapat berjalan terus, maka pemerintahan,
damai sejahtera itu akan terus menerus berkelanjutan.
5. Kecemburuan TUHAN semesta alam
akan melakukan hal ini. Tuhan telah melontarkan firman kepada Yakub, dan
firman-Nya itu menimpa Israel. Sebenarnya melihat
kecilnya Yehuda, yang bahkan pernah dijuluki “si cacing Yakob”, Yehuda tidak
mungkin bertahan lagi menghadapi kerajaan-kerajaan (adikuasa) yang hendak
menelannya. Sedangkan Kerajaan Israel Utara (Samaria), yang jauh lebih besar
dari Yehuda, sudah dihapus dari bumi. Hanya kecemburuan TUHAN dan Firman TUHAN
yang membuat mereka masih dapat eksis (hidup) di kancah pergaulan dan
perpolitikan bangsa-bangsa. TUHAN cemburu melihat bangsa-bangsa, sehingga DIA
menunjukkan kuasa-Nya melalui kehadiran kerajaan Yehuda. TUHAN mengirim (šalaḥ = melontarkan (LAI TB) Firman-Nya,
dan Yehuda di zaman Hizkia menangkap Firman itu, menghayatinya dan
mengamalkannya. Tetapi sewaktu TUHAN menimpakan (napal= menjatuhkan) Firman-Nya kepada Israel (Kerajaan Israel
Utara/Samaria), mereka tidak mengacuhkannya, sehingga Samaria dihancurkan oleh
Asyur tahun 722 sM. Menyambut Firman TUHAN yang datang ke pada manusia dulu dan
sekarang, tetap memberikan keselamatan kepada manusia (umat) yang menyambut,
menerima, menghayati dan mengamalkannya. Tetapi barang siapa yang menolak-Nya,
mereka akan ditolak di bumi apalagi di sorga. Itu ditegaskan oleh Yesus.
6. Pengharapan akan lahirnya seorang RAJA DAMAI yang disampaikan oleh
Yesaya dan pada mulanya dikenakan kepada raja Hizkia, menjadi pengharapan akan lahirnya seorang Mesias
(Kristus) di tengah umat Israel, setelah raja Hizkia meninggal, dan
penggantinya raja Manasse jatuh menjadi raja yang murtad dari kehendak Yahowa.
Manasse melakukan yang tidak benar di mata TUHAN (Yahowa). Pengharapan Mesias
itu menjadi hidup sangat aktual di kalangan orang yang beriman, apabila umat
Yehuda (umat TUHAN) jatuh kepada penjajahan dan kesesatan. Pengharapan itulah
yang hidup di tengah umat Yahudi sewaktu mereka silih berganti dijajah oleh kerajaan
Babel, oleh Kerajaan Yunani, dan pada zaman kelahiran dan hidupnya Yesus
Kristus dijajah oleh Kerajaan Romawi. Yesus sendiri dan para pengikut-Nya
memahami diri Yesus sebagai Mesias/Kristus, Raja Damai yang dinanti-nantikan
oleh umat Israel sebagaimana dinubuatkan oleh nabi Yesaya. Umat Kristen menguji
kebenaran pemenuhan nubuat Yesaya itu (nubuat Perjanjian Lama) dalam diri Tuhan
Yesus Kristus, dan ternyata pemenuhan nubuat Yesaya dan nubuat Perjanjian Lama dalam
diri Yesus Kristus dapat dipertanggungjawabkan secara iman, pengharapan dan
kasih. Kelahiran Yesus, apa yang dikerjakan Yesus, penderitaan Yesus,
ketersaliban Yesus, kematian Yesus, kebangkitan Yesus, penguatan murid-Nya 40
hari setelah kebangkitan Yesus, dan kenaikan Yesus ke sorga, semuanya
benar-benar pemenuhan nubuatan Yesaya, dan pengharapan Mesias yang tersurat dan
tersirat dalam Perjanjian Lama. Keberadaan Yesus dalam kandungan Maria adalah
tindak lanjut dari pada “damai” antara Yahowa dan manusia (yang diwakili
Maria); kelahiran Yesus menggemakan damai sejahtera di bumi di antara manusia
yang berkenan kepada-Nya; kehadiran para Majus di hadapan-Nya dan
keberadaan-Nya di Mesir menunjukkan adanya damai di kalangan manusia yang dari
Timur, yang di Tengah dan yang dari Barat. Kehadiran-Nya di hadapan para rabbi
di Bait Allah sewatu Yesus berumur 12 tahun, mendamaikan orang tua dan anak,
anak dan orang tua (sebagaimana dinubuatkan oleh Maleaki: hati anak berbalik
kepada bapa dan hati bapa berbalik kepada anak); pekerjaan-pekerjaan-Nya yang
menyembuhkan penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh manusia atau oleh alam,
adalah pesan damai dan kemahakuasaan El
(Allah); tindakan-tindakan-Nya mengusir setan dan roh jahat menunjukkan damai
di bumi dan manusia tidak perlu lagi diganggu oleh setan-setan dan roh jahat;
penderitaan-Nya setelah ditangkap hingga dibawa ke tiang salib di Golgatha,
adalah pemenuhan nubuat Yesaya (53-54); ketersaliban-Nya memenuhi nubuat dalam
kitab Musa; ucapan-ucapan-Nya dari kayu salib itu, kematian-Nya dan
kebangkitan-Nya adalah pesan damai bagi seluruh umat manusia, karena dosa
diampuni, keselamatan disediakan, kemenangan atas maut dinyatakan; kenaikan-Nya
ke sorga menyatakan bahwa Kerajaan-Nya yang dijalankan dari sorga di bumi
adalah Kerajaan yang tidak terkalahkan di bumi, dan merupakan Kerajaan Damai
sebagaimana dikehendaki oleh TUHAN Yahowa, Pencipta Langit dan Bumi serta
segala isinya. Dari itu dalam setiap perayaan kelahiran Yesus Kristus, umat
yang merayakannya dalam mengatakan dengan penuh keyakinan dan penuh sukacita: “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita,
seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas
bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa,
Bapa yang Kekal, Raja Damai. Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan
berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia
mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang
sampai selama-lamanya.” Dia (Yesus Kristus) bukan lagi hanya penampakan
keperkasaan Allah, tetapi DIA sendiri Allah yang menjadi manusia. DIA bukan
lagi hanya pemimpin (gembala) umat TUHAN, tetapi DIA adalah Bapa Yang Kekal
bagi seluruh “kawanan” yang mengikut DIA. DIA adalah RAJA DAMAI, dan tiada
damai di bumi, kalau umat manusia tidak menjalankan kehendak-Nya [yakni
mengasihi TUHAN Allah // mengasihi sesama manusia // mengasihi musuh //
melakukan (yang baik) kepada orang lain sebagaimana diinginkan dilakukan orang
lain itu kepada pelaku]. Ajaran-Nya ini menunjukkan bahwa Yesus adalah
benar-benar Penasihat Ajaib (konselor yang menakjubkan. Tiada dua seperti DIA).
Sungguh besar kekuasaan-Nya, sebab kerajaan-Nya bukan dari dunia ini;
kerajaan-Nya tidak hanya meliputi kerajaan (republik) Israel yang ada sekarang,
melainkan meliputi seluruh kerajaan atau semua republik atau segala kesultanan
yang ada di bumi, yang penduduknya masing-masing menganut agama yang bukan
agama Kristen maupun yang menganut agama Kristen. Terang hidup yang
dipancarkan-Nya menyinari mereka semua. Kerajaan, republik, kesultanan apapun
yang ada di bumi, akan berkelanjutan apabila didasarkan dan dikokohkan dengan
keadilan dan kebenaran. Keadilan yang berkeadilan dan kebenaran yang
berkebenaran adalah yang menjalankan HUKUM KASIH yang diajarkan oleh Yesus
Kristus, yang dicatat di atas (yakni : mengasihi TUHAN Allah // mengasihi
sesama manusia // mengasihi musuh // melakukan (yang baik) kepada orang lain
sebagaimana diinginkan dilakukan orang lain itu kepada pelaku). Oleh karena
itu: Rayakan Yesus, Rayakan! Pestahon Jesus! Pestahon! Berbahagialah setiap
orang yang ikut dalam soraksorai dan kebahagiaan perayaan kelahiran Yesus
Kristus. Martua ma jolma na gabe parsidohot di halalas ni roha pesta natal i.
Pematangsiantar, 18 Nopember 2016. Pdt. Langsung Maruli Basa
Sitorus (Pdt. LaMBaS).