MINGGU ADVENT KEEMPAT, TGL. 18 DESEMBER 2016: EVANGELIUM: ROMA 1:1-7
ROMA
1:1 Dari Paulus, hamba Kristus Yesus, yang
dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah.
1:2 Injil itu telah dijanjikan-Nya sebelumnya
dengan perantaraan nabi-nabi-Nya dalam kitab-kitab suci,
1:3 tentang Anak-Nya, yang menurut daging
diperanakkan dari keturunan Daud,
1:4 dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh
kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang
berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita.
1:5 Dengan perantaraan-Nya kami menerima kasih
karunia dan jabatan rasul untuk menuntun semua bangsa, supaya mereka percaya
dan taat kepada nama-Nya.
1:6 Kamu juga termasuk di antara mereka, kamu yang
telah dipanggil menjadi milik Kristus.
1:7
Kepada kamu sekalian yang tinggal di
Roma, yang dikasihi Allah, yang dipanggil dan dijadikan orang-orang kudus:
Kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan
dari Tuhan Yesus Kristus.
PERCAYA DAN TAAT KEPADA ANAK ALLAH YANG BERKUASA,
TUHAN YESUS KRISTUS
1.
Dengan
Roma 1:1-7, Rasul Paulus memberi suatu contoh yang sangat baik dalam memulai
suatu surat yang isinya sangat penting diketahui oleh seluruh umat manusia
sepanjang zaman. Di sana diberitahu pengirim surat (yaitu: Paulus) dan jabatannya (yakni: hamba Kristus yang dipanggil menjadi
rasul=utusan), tugasnya maka
dipanggil (yakni: memberitakan Injil),
maksud dan isi ringkas surat itu (yaitu: penegasan tentang Injil sebagai pemenuhan janji TUHAN menurut Perjanjian Lama (nabi-nabi)
dalam diri Yesus Kristus, Anak Allah yang berkuasa), alasan mengirim surat
itu (untuk menuntun supaya semua bangsa,
termasuk jemaat Kristen di Roma, percaya dan taat kepada TUHAN Yesus Kristus)
dan alamat kepada siapa surat itu ditujukan (yakni: jemaat Kristen di Roma) dengan menyampaikan salam pengirim surat
kepada mereka (yaitu: kasih karunia dan
damai sejahtera dari TUHAN disampaikan). Dalam surat modern, seperti itu
diurutkan dengan: (1) Pengirim; (2) Hal; (3) Alamat, (4) Salam. Di sini tanggal
surat tidak dicatat, karena surat ini dapat dikirimkan berulang-ulang dan
disebarluaskan. Dugaan peneliti, sesuai
dengan catatan-catatan dalam Roma 15:22-32; Kis.20:2-3, surat ini ditulis dari
bulan Desember tahun 56 hingga akhir bulan Pebruari tahun 57, sewaktu Paulus
berada selama tiga bulan di daerah Makedonia (Korintus), sewaktu dia menetapkan
perjalanannya ke Yerusalem mengantar bantuan bagi jemaat Kristen Yerusalem (dan
tidak jadi menuju Spanyol via kota Roma. Apa yang terkandung dalam kata pengantar surat Roma ini semakin dapat
dipahami dari apa yang dipaparkan rasul Paulus dalam surat Roma, dan dalam
surat-surat Paulus yang lainnya. Dalam awal suratnya tersebut Paulus sudah menunjukkan
prinsip-prinsip yang akan diterangkannya dalam seluruh isi surat Roma, yakni: sumber
Kebenaran adalah sola evengelium (hanya Injil); sumber keselamatan dan
pengampunan dosa adalah sola Christus (hanya Kristus); menyambut keselamatan adalah
sola fide (hanya iman); menemukan keselamatan adalah sola gratia (hanya
anugerah); hidup terindah adalah sola pax (hanya damai sejahtera) a Deo Patre
nostro et Domino Iesu Christo (dari
Allah Bapa kita dan Tuhan Yesus Kristus).
2.
Pengirim surat ini memperkenalkan dirinya
bernama Paulos (Paulus), tanpa menjelaskan asal muasalnya, walaupun dia masih
asing bagi jemaat Kristen di Roma. Nama itu merupakan nama Latin atau nama
Yunani, yang artinya si Kecil. Nama Ibraninya adalah Saul (Saulus). Penggunaan
nama itu tentu dilatarbelakangi pengenalan Paulus tentang jemaat Kristen Roma
yang merupakan jemaat berbahasa Latin dan
Yunani. Paulus tidak menyapa umat
Kristen di Roma sebagai “saudara-saudara dalam Kristus”. Paulus mendekati
jemaat Roma dengan memberitahu dirinya adalah doulos Christou Iesou (budak/hamba Kristus Yesus; Ibrani: ‘ebed yeshua hammašiaḥ), yang berarti
bahwa diri Paulus masih lebih rendah dari diri umat Kristen Roma. Jemaat
Kristen Roma pasti sudah mengenal Yesus Kristus dan mereka sudah menjadi
pengikut-Nya. Apabila Paulus memperkenalkan dirinya sebagai hamba/budak-belian
Tuhan yang mereka ikuti tersebut, itu berarti dirinya adalah pelayan (hamba) di
hadapan jemaat Kristus tersebut. Status Paulus sebagai pelayan Kristus
dipanggil khusus sebagai apostolos (Yunani)/apostolus (Latin) (Ibrani: šalyiaḥ;
Indonesia: rasul; utusan; duta, seperti duta yang mewakili kepala negaranya di
negara lain). Menerima utusan Kristus berarti mematuhi Kristus; dan sebaliknya:
menolak utusan Kristus sama dengan menolak perintah/Injil Kristus. Pemaparan
diri ini mendekatkan diri Paulus kepada jemaat, dan memberitahu tugasnya untuk
jemaat, dan mengajak jemaat agar dia dan jemaat saling menerima, demi Injil
Allah. Kerasulan Paulus adalah dalam dan untuk Injil Allah. Paulus adalah
seorang yang afȏrismenos eis
(ditentukan khusus untuk) Injil Allah. Dengan demikian Paulus memberi suatu
“patron” kerasulan yang benar sepanjang sejarah kemanusiaan. Kerasulan yang
tidak demikian adalah kerasulan palsu dalam konteks Kerajaan Allah. Rasul yang
benar memperlakukan dirinya sebagai hamba/pelayan Kristus dan untuk/demi Injil
Allah. Yesus tidak pernah dikatakan rasul Allah, karena DIA adalah Allah yang
menjadi manusia, dan yang mengutus utusan-Nya memberitakan Injil (Berita
Keselamatan) kepada seluruh bangsa-bangsa. Paulus menerangkan apa itu Injil,
dengan menegaskan: Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang
yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Di dalamnya
nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman (bd.
Roma 1:16b-17a). Mengapa Injil itu kekuatan Allah? Karena dalam Injil
dinyatakan tindakan-tindakan Allah yang menyelamatkan. Mengapa Injil itu berisi
kebenaran Allah? Karena semua kebenaran Firman Allah yang disampaikan para nabi
di zaman sebelumnya disimpul di dalamnya.
3.
Injil itu
telah dijanjikan-Nya sebelumnya dengan perantaraan nabi-nabi-Nya dalam
kitab-kitab suci. Bagi bangsa Yunani dan bangsa Romawi, euanggelion (injil) adalah berita
sukacita yang memberitahu kemenangan dalam perang atau seorang pewaris tahta
telah lahir. Paulus ingin mengatakan kepada jemaat Kristen Roma, bahwa
kemenangan rencana TUHAN dan lahirnya seorang pewaris tahta Daud diberitakan
(diinjilkan). Kabar Baik itu telah diinjilkan (dievangelisasikan) (euanggelisthai
= dijanjikan) sebelumnya oleh para nabi (baca: Yes.52 (ayat 7); Yes. 60;
Yes.61). Berdasarkan nubuatan para nabi
tersebut, Paulus dapat menegaskan bahwa Injil Allah yang disampaikannya kepada
Jemaat Roma telah diinjilkan/dievangelisasikan
sebelumnya (proepenggeilato < pro
+ euanggelisthai) melalui para nabi dalam kitab-kitab suci (nabi-nabi di
PL, termasuk oleh nabi Musa; dan juga oleh nabi-nabi yang dikenal oleh
agama-agama lainnya, seperti agama Yunani kuno). Berita baik tentang kemenangan
atau tentang lahirnya pewaris tahta, yang sebelumnya belum diramalkan, memang
memberi sukacita yang luar biasa. Tetapi kemenangan dan kelahiran putera
mahkota (raja baru) sebagai pemenuhan dari apa yang sudah lama
dinubuatkan/diramalkan sebelumnya, akan memberi sukacita yang lebih luar biasa
lagi. Kemenangan yang membawa keselamatan itu dan kelahiran putera mahkota yang
akan memerintah dengan penuh keadilan dan damai sejahtera melegitimasi (mensahkan/membenarkan)
kebenaran yang dikatakan (dievangelisasikan/diinjilkan/dikabarbaikkan)
sebelumnya dan yang dievangelisasikan/diinjilkan sekarang. Konsistensi TUHAN
Allah (Yahowa ’Elohim) dalam janji-janji-Nya adalah wujud-nyata dari
kekuatan-Nya dan kebenaran-Nya. TUHAN Allah mengendalikan sejarah keselamatan
di tengah-tengah umat manusia. Berita kudeta (makar) terhadap suatu raja yang
sedang memerintah, biasanya bukanlah suatu kabar baik. Demikian juga, apabila
ada rasul yang bangkit tanpa ada kesinambungan kabar yang disampaikannya dengan
apa yang sudah dievangelisasikan sebelumnya, rasul dan kabar yang
diberitakannya adalah palsu. Bangsa Batak Toba mengatakan: “Ndang jadi bahenon buhu di na so ruasna.
Manang ise na manuan buhu di na so ruasna, panggetegete do i.” (Jangan buat buku di tempat yang
bukan ruas. Siapa yang membuat buku di tempat yang bukan ruas, dia itu adalah
pemecah-belah dengan omong-kosongnya). Dalam
sejarah gereja, banyak orang yang menyatakan dirinya “rasul Allah” atau “rasul
Yesus Kristus” ditolak oleh Huria (gereja) karena kabar-baik yang
disampaikannya tidak berkesinambungan dengan apa yang telah dinubuatkan atau
dievangelisasikan di zaman para nabi dan dengan Injil yang diberitakan oleh
TUHAN Yesus Kristus dan kerasulannya tidak melanjutkan kerasulan yang
ditetapkan oleh TUHAN Yesus Kristus. Satu sikap dan perilaku Saul Paulus yang
patut dikagumi adalah sikapnya yang bekerja, berteologi, dan memberita untuk
mengagungkan Yesus Kristus, dan dalam hal ini dia benar-benar bertindak dan
berbicara dan memperlakukan dirinya sebagai hamba Kristus Yesus, dan tidak
pernah melangkahi sedikitpun wibawa TUHAN Yesus Kristus. Semua yang
dikerjakannya, diberitakannya, dituliskannya dalam surat-suratnya, dan usahanya
bersama kawan-kawannya agar ada kitab Injil, menjadi bukti bahwa dia
benar-benar menyadari dirinya sebagai hamba (doulos) dan apostolos Kristus
Yesus untuk/ demi Injil TUHAN Allah.
4.
tentang
Anak-Nya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud, dan menurut Roh
kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia
adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita. Injil TUHAN
Allah yang telah dievangelisasikan para nabi di zaman dahulu kala dan pemenuhan
nubuat itu dievangelisasikan sekarang, tidak hanya memberitakan bahwa Yesus
Nazarenus (= Yesus Sang Tunas) itu bukan hanya sekedar Kristus (Mesias/al-Masih),
melainkan adalah Anak-Nya [Anak-Nya Yang Tunggal (Yoh.3:16); Anak Tunggal Bapa
(Yoh.1:14); Anak-Ku Yang Ku-kasihi (Mat.3:17 par); Anak Allah (Yoh.1:2; Roma
1:4); yang punya relasi Anak dan Bapak (Luk.10:21-22)]. Penggunaan sebutan ANAK
kepada Yesus Kristus harus dipahami dari pemahaman Yesus Kristus sendiri.
Mungkin penganut agama Yunani kuno memahaminya menurut pemahaman mereka tentang
anak-anak dewa dalam tatanan kedewaan yang mereka puja. Tetapi pemahaman
seperti itu sangat tidak cocok dengan sebutan ANAK kepada Yesus. Sebutan
itu mungkin bisa dipahami sebagaimana
kaum Yahudi (kitab suci PL) memahami
umat Israel sebagai anak-Ku (anak Yahowa) (Kel.4:22; Ul.32:19; Hos.11:1); raja
Israel sebagai anak-Ku (anak Yahowa) (2 Sam.7:14; Mzm.89:27-28: anak sulung);
dan Yahowa adalah Bapa umat Israel (bd. Yer.31:9). Tetapi pemahaman itu sama sekali tidak dapat
memberi penjelasan yang sempurna tentang Yesus sebagai Anak-Nya (Anak Allah). Keanakan
raja Israel di hadapan TUHAN tidak cukup sebagai analogi untuk ke-ANAK-an Yesus
pada Bapa-Nya. Sebutan ANAK pada Yesus Kristus juga sama sekali tidak boleh
dipahami sebagaimana penganut agama monoteis-rationalis atau penganut agama
monoteis-beku memahami keanakan sebagai keanakan di kalangan manusia (anak
seorang ayah dilahirkan seorang ibu/isteri ayahnya). Tiga pemahaman tentang
ke-anak-an tersebut sama sekali tidak cocok diterapkan untuk memahami
ke-ANAK-an TUHAN Yesus Kristus. Benar seperti dikatakan Yesus Kristus: “Semua
telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak ada seorang pun yang tahu
siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang
kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu." Siapa yang ingin tahu
tentang ke-ANAK-an Yesus Kristus, harus tanya kepada Bapa-Nya TUHAN Yesus
Kristus. Setiap penjelasan tentang ke-ANAK-an Yesus Kristus, yang dibuat
manusia, selalu tidak lengkap. Penjelasan-penjelasan yang dibuat oleh Rasul
Paulus dalam surat-suratnya pun tidak lengkap, dan sifatnya, hanya sebagai alat
bantu memahaminya. Memang Alkitab tidak memberikan penjelasan tentang apa yang
dimaksud dengan “Anak-Nya” atau “Anak Allah”, tetapi itu disebutkan karena
mengandung arti imaniah, tetapi tidak terjelaskan oleh manusia. Sebutan ANAK
dikenakan kepada Yesus Kristus, untuk memberitahu tindakan TUHAN Yahowa sendiri
atas diri-Nya sendiri yang menyatakan diri, menjadi manusia, bekerja di tengah
umat manusia, bahkan rela sampai mati dikayu salib, tetapi bangkit kembali dari
antara orang mati, serta menyatakan diri-Nya kembali sebagai Allah Yang
Mahakuasa, yang memerintah dari sorga dan sekaligus bersama dengan manusia
melalui Roh-Nya Yang Kudus. Umat Kristen
hanya dapat mengikut TUHAN menyebut Yesus Kristus “Anak TUHAN”/”Anak Allah”.
Umat Kristen hanya dapat mengaku “Yesus Kristus, Anak Allah Yang Tunggal”.
Dalam pengakuan itu, umat Kristen melihat
karya TUHAN untuk kehidupan, pengampunan dosa dan keselamatan, dan
kewargaan mereka dalam Kerajaan Sorga yang datang di bumi dan di sorga telah
dianugerahkan oleh TUHAN.
Pengakuan tentang ke-ANAK-an Yesus Kristus hanya dapat diimani dengan
mengikuti jalur-jalur yang ditempuh oleh TUHAN sendiri dalam tindakan-Nya
datang ke tengah-tengah umat manusia, dan dalam tindakan ilahi-Nya yang
berkuasa. Itu yang ditegaskan oleh Paulus, dengan mengatakan: yang menurut daging diperanakkan dari
keturunan Daud, dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari
antara orang mati. TUHAN menunjukkan kebesaran-Nya dengan
mengkombinasi kemanusiaan dan sejarah
kemanusiaan dan keilahian (yang berisi kemahakuasaan) dan tindakan keilahian
(yang menyatakan kemahakuasaan). Walaupun mungkin rumusan yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud suatu hal yang
asing bagi Kristen Yunani dan Romawi, tetapi agak familiar bagi Kristen Yahudi
(yang tahu nubuat tentang akan munculnya Mesias dari keturunan Daud), Paulus
memperkenalkan pengakuan ini kepada jemaat non-Yahudi di Roma, sehingga mereka
juga tidak dipisahkan dari pengharapan Mesias yang ada dalam Perjanjian Lama. Kristen
mula-mula yang tidak berasal dari Yahudi harus belajar tentang hal itu, karena kelahiran/kedatangan
TUHAN Yesus Kristus ke dunia tidak bisa lepas dari kejahudian/ke-Israel-an. Kedatangan
Yesus sebagai manusia (menurut daging) sebagai yang diperanakkan dari keturunan
Daud, bertujuan untuk membukakan jalan keselamatan dan penganugerahan kehidupan
yang sebenarnya kepada seluruh bangsa-bangsa, sesuai janji TUHAN Yahowa kepada
Abraham. Keberadaan-Nya sebagai manusia (menurut daging = benar-benar manusia;
keturunan Daud menurut silsilahnya) menyembunyikan keberadaannya sebagai Anak
Allah di tengah-tengah umat manusia, tetapi tidak untuk selamanya. Ke-ANAK-an-Nya
(yang benar-benar ANAK ALLAH) dinyatakan dengan kuasa Roh Kudus dalam
kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Kebangkitan-Nya adalah petunjuk kepada
kuasa-Nya mengalahkan maut (kematian). Dan sejak kebangkitan-Nya DIA hidup
kekal selama-lamanya. Yang dapat mengalahkan kematian berkuasa memberi
kehidupan sorgawi di bumi dan di sorga, kehidupan yang diidam-idamkan seluruh
bangsa-bangsa yang ada di bumi (baik yang agamis maupun yang atheis).
Kedatangan-Nya dalam wujud “menjadi daging” atau “menjadi manusia” adalah untuk
menunjukkan solidaritasnya terhadap pergumulan hidup umat manusia. Dalam
keberadaan-Nya sebagai daging (sebagai manusia) yang sangat singkat itu (hanya
tiga puluh tiga tahun) memberikan contoh-contoh dalam memperbaiki kemanusiaan
dan segala relasi dan tanggungjawab kemanusiaan itu. Umat manusia, tanpa
kecuali, wajib meneruskan perbaikan-perbaikan mutu kehidupan kemanusiaan, yang
telah dicontohkan oleh Yesus Kristus. Hal-hal yang sangat mengganggu kehidupan
umat manusia telah disingkirkan oleh TUHAN Yesus Kristus, seperti :
setan-setan, roh jahat, dis-abilitas
manusia (yang fisik dan yang psykhis; yang sekularis dan yang rohani). Sekat pembatas di antara kelompok-kelompok
manusia telah dihapus, yaitu dosa. Kuasa mengampuni dosa diberlakukan oleh
TUHAN Yesus Kristus. Ini semua adalah bagian dari petunjuk untuk menyebut Yesus
Kristus adalah Anak Allah.
Kedatangan-Nya dalam wujud “yang bangkit dari antara orang mati”
menyingkirkan musuh utama kemanusiaan, yakni kematian yang menghantar manusia
ke neraka atau ke kematian kekal, dan mengubahnya menjadi kematian yang menjadi
jalan ke kehidupan kekal. Wujudnya yang menjadi Roh kekudusan menunjukkan kuasa-Nya dapat “menembusi” waktu
dan ruang yang penuh batas-batas, dan sekaligus menghapus sekat-sekat
kemanusiaan, serta kuasanya dapat menjangkau hati terdalam manusia dan berada
di setiap tempat di dunia dan sorga dalam waktu yang bersamaan. Sebagai yang
sulung dalam kebangkitan, DIA berkuasa untuk menghidupkan orang yang mati dan
menghadiahi mereka kehidupan yang kekal. Itulah Yesus Kristus, Tuhan kita. Dia
layak mendapat hormat dari umat manusia, terlebih-lebih di abad-abad ini , abad
menjelang tibanya hari kebangkitan yang
besar itu.
5.
Dengan perantaraan Yesus Kristus yang demikian
lah Paulus dan kawan-kawan (> kami) menerima kasih karunia dan jabatan
rasul. Paulus memahami hidupnya hanya kasih-karunia (anugerah/Yunani: kharis) TUHAN semata-mata. Sebab
berdasarkan pengalamannya di jalan ke Damaskus, sebenarnya tidak terlalu sulit
bagi Yesus Kristus untuk menghilangkan nyawanya, tetapi Yesus Kristus
melindungi nyawanya, dan memberi kesempatan baginya untuk dapat melihat dengan
normal kembali. Anugerah TUHAN yang
diterima Paulus disertai dengan pemanggilannya menjadi rasul (apostolos),
utusan TUHAN Yesus Kristus ke semua bangsa-bangsa, bukan hanya kepada bangsa
Yahudi, melainkan juga kepada bangsa Yunani, Romawi, Babar, Spanyol, atau
bangsa-bangsa di Eropa, di Asia Kecil, di Asia atau kepada bangsa manapun yang
dapat terjangkaunya. Jabatan doulos sekaligus apostolos adalah jabatan termulia dalam tatanan Kerajaan Kristus. Tujuan
TUHAN Yesus Kristus mengutus Paulus ke semua bangsa adalah untuk menuntun
mereka agar mereka semua percaya dan taat kepada nama TUHAN Yesus Kristus. Pekerjaan
menuntun itu adalah pekerjaan ibarat
para gembala membawa ternak gembalaannya menuju padang hijau dan telaga air,
agar menjadi makmur (bd. yang dilakukan TUHAN menurut Mzm.23); ibarat
membesarkan, melatih, mendidik, mengajar anak yang baru lahir hingga
benar-benar menjadi manusia yang dewasa dan dapat mandiri serta bertanggung-jawab;
ibarat memimpin pergerakan kemerdekaan bangsa menuju kemerdekaan sejati, bebas
dari segala macam penjajahan (penjajahan negeri, penjajahan ekonomi, budaya,
politik, ideologi, dan lain-lain.); ibarat membangun pembangkit tenaga listrik
dan mengalirkan arus listrik hingga ke rumah-rumah dan tempat-tempat di mana
daya listrik itu dibutuhkan, demi membangun kehidupan yang lebih baik dan
semakin baik. Menuntun (menggerakkan semua bangsa menderapkan langkah) di jalan
menuju kehidupan dan kebersamaan agar semua bangsa hidup dalam damai sejahtera
TUHAN Yesus Kristus dan menikmati keadilan, kemakmuran dan kebahagiaan sejati,
tanpa menghilangkan pluralitas (keragaman) bangsa-bangsa itu.
Ada dua hal yang harus dicapai dalam pekerjaan menuntun itu, yakni agar semua
bangsa percaya dan taat kepada nama yang paling berkuasa
dari segala nama yang ada di bumi dan sorga.
Percaya kepada nama-Nya berarti
juga bahwa semua bangsa memiliki kepastian masa depan yang sungguh adil,
makmur, sejahtera dan damai, terbebas dari segala macam ancaman hidup. Percaya
bukan hanya mencakup hafal ayat-ayat kitab suci, atau ucapkan pengakuan iman,
dan memuja atau beribadah kepada TUHAN. Taat
kepada nama-Nya bukan hanya mematuhi segala macam aturan keagamaan yang
diaturkan oleh TUHAN Yesus Kristus, tetapi juga taat kepada (memelihara) semua
peradaban luhur setiap bangsa; menjalankan tata ekonomi dunia yang adil dan
mensejahterakan semua bangsa; melakukan tata negara dan hukum-hukum negara yang
memakmurkan rakyat dan merukunkan seluruh umat beragama yang ada di kalangan
setiap bangsa dan negara. Mengapa dikatakan
“kepada nama-Nya”, bukan “kepada perintah-perintah-Nya”, atau “kepada
diri-Nya’? Karena “nama-Nya” itu mencakup semua perintah dan diri daripada
TUHAN Yesus Kristus. Dalam rumah-rumah ibadah kaum Yahudi, nama TUHAN (YHWH)
selalu dituliskan. Dalam rumah ibadah umat Kristen dituliskan nama itu, yaitu
Alpha, Khristus, Rema, Omega. Rumah TUHAN adalah rumah di mana nama YHWH
berdiam dan tinggal. Nama TUHAN, yang diberitahukan TUHAN sendiri (yaitu nama
YHWH, Yeshua/Yesus) dan nama TUHAN yang diberikan (digelarkan) oleh manusia
kepada TUHAN (seperti: Allah, Tuhan/Kyrios/’Adonay, Kristus, Anak Allah,
dll.), mencakup segala hal yang perlu
dipercayai dan ditaati oleh manusia tentang TUHAN.
6.
Jemaat Kristen di Roma termasuk kepada semua
bangsa yang perlu dituntun oleh rasul Paulus, utusan TUHAN Yesus Kristus. Umat
Kristen Roma adalah “yang dipanggil Yesus Kristus” (Klētoi Iesou Christou).
Menurut LAI TB “menjadi milik Yesus Kristus”. Tetapi mereka bukan hanya
terpanggil menjadi milik Yesus Kristus, melainkan terutama menjadi “utusan
Yesus Kristus’ untuk dan demi Injil; untuk percaya dan taat kepada nama TUHAN
Yesus Kristus, dan mereka menjadi pionir-pionir (yang menuntun)
pengembangan Kerajaan Kristus yang
datang di bumi, hingga panji Kristus berkibar di seluruh dunia (seluruh
oikumene/dunia yang dihuni manusia). Mereka (jemaat Kristen Roma) yang terdiri dari manusia dari berbagai latar
belakang budaya, suku, ras, bangsa dan asal-muasal, diharapkan memadukan segala
apa yang mereka miliki (ip-tek, iman, keragaman, kekayaan, keberanian,
pengharapan, kasih, strategi, dll.) menjadi suatu kekuatan penuh dalam rangka
memenangkan Injil di ibukota dunia itu. Injil harus menjadi dasar kehidupan
berbangsa, berbudaya, benegara dan bermasyarakat di kota metro- dan megapolitan
Roma. Pengudusan dan kekudusan jemaat Kristen Roma bertujuan untuk mencapai
tujuan ini atau untuk mewujudkan cita-cita ini.
7.
Untuk pemberitaan Injil dan pembangunan kerajaan
Kristus itulah, maka Paulus menyampaikan apa yang sangat penting dimiliki oleh
setiap jemaat Kristen Roma (dan di seluruh dunia di manapun berada dan di
sepanjang zaman): Kepada kamu sekalian
yang tinggal di Roma, yang dikasihi Allah, yang dipanggil dan dijadikan
orang-orang kudus: Kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah,
Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus. Kesuksesan hidup setiap orang Kristen Roma,
pertumbuhan jemaat Roma didasarkan dan bergantung pada kasih karunia dan damai
sejahtera dari TUHAN Yesus Kristus (= Bapa yang menyatakan diri dalam
Anak-Nya). Dengan adanya dua hal ini dalam kehidupan setiap orang Kristen Roma
dan dalam jemaat itu, apapun yang dialami oleh mereka (penderitaan, kesesakan,
kepahitan hidup, penyesahan, ataupun keberuntungan dalam hidup), semuanya
terarah pada jalan menuju memenangkan dan kemenangan Injil Kristus. Tidak beda
dengan perjalanan Yesus Kristus yang melewati via dolorosa, yang menuntun DIA
menuju kemenangan dan memberikan kemenangan/ keselamatan. Kasih karunia (kharis/ḥesed)
atau anugerah adalah segala topangan, kemampuan, keberadaan dan milik, yang
diberikan TUHAN kepada pengikut-Nya, walaupun sebenarnya pengikut-Nya itu tidak
layak (tidak seharusnya) mendapat sedemikian. Seseorang yang tidak seharusnya
menderita tetapi dikaruniakan kepadanya penderitaan, itu semua adalah tuntunan
menuju pemenangan Injil dalam kehidupan umat manusia di kota Roma. Juga
seseorang yang tidak seharusnya beruntung tetapi dikaruniakan kepadanya keberuntungan,
itu semua adalah demi pemenangan Injil Kristus. Damai sejahtera (eirene/šalȏm)
adalah keadaaan di mana semua perbedaan dan kepentingan dipadu dan disatukan, sehingga segala sesuatu
yang bernuansa permusuhan atau perselisihan hilang, dan kehidupan bersama berdasarkan
kehendak TUHAN dibangun bersama dengan bertolong-tolongan untuk mewujudkan
kesejahteraan rohani dan jasmani yang lebih baik. Dalam kasih karunia, orang yang percaya dan
yang taat pada nama-Nya terpanggil untuk
menikmati dan menggunakan apa yang diberikan oleh TUHAN. Dalam damai sejahtera,
orang yang percaya dan yang taat pada nama-Nya terpanggil untuk turut
berpartisipasi dalam karya TUHAN yang mendamai-sejahterakan umat-Nya. Tiada
kehidupan yang lebih indah daripada kehidupan yang terisi dengan kasih-karunia
dan damai sejahtera dari TUHAN Yesus Kristus (= Bapa yang menyatakan diri dalam
Anak-Nya). Pesta akan penuh dengan syukur, apabila peserta pesta menyadari
bahwa kasih-karunia dan damai sejahtera dari TUHAN Yesus Kristus yang melimpah
sehingga sukacita dapat dinikmati dalam pesta tersebut.
8.
Masa raya advent – natal adalah
kesempatan-kesempatan untuk menyaksikan
(1) bahwa TUHAN setia pada janji-janji-Nya sehingga DIA mengaruniakan
Anak-Nya yang Tunggal, sehingga orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa,
melainkan beroleh hidup yang kekal. (2) Anak-Nya yang datang menjadi sama
dengan manusia, adalah untuk menunjukkan solidaritas TUHAN kepada manusia, dan
sekaligus mengajak umat percaya meningkatkan solidaritas kepada sesama umat
manusia. (3) Setiap orang percaya terpanggil menjadi rasul Kristus Yesus, seperti
Paulus, untuk menyebarkan Injil Keselamatan kepada segala makhluk, terutama
kepada sesama manusia, demi kebaikan dan perbaikan dunia dan kemanusiaan. (4)
TUHAN Yesus Kristus, Anak Allah yang berkuasa, yang telah mengalahkan segala
bentuk kematian dan segala bentuk sengat maut, telah mengaruniakan kepada semua
orang percaya kuasa untuk membangun kehidupan yang penuh damai sejahtera di
tengah-tengah umat manusia (terutama dalam kehidupan berjemaat), sebagai
pewujudan Kerajaan Kristus yang sorgawi yang datang dan dikembangkan di dunia. (5)
Masa raya advent-natal adalah kesempatan menikmati kasih karunia TUHAN dan
damai sejahtera yang dari TUHAN Yesus Kristus (Bapa yang menyatakan diri dalam
Anak-Nya). Selamat ber-advent-Natal.
Amin.
Pematangsiantar, tgl. 3 Desember 2016. Pdt. Langsung Maruli Basa Sitorus
(Pdt. LaMBaS).