BAHAN KHOTBAH 3 APRIL 2016: QUASIMODOGENITI
EPISTEL: YOHANES 20: 19 – 31.
20:19 Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu berkumpullah
murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena
mereka takut kepada orang-orang Yahudi. Pada waktu itu datanglah Yesus dan
berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: "Damai sejahtera bagi
kamu!"
20:20 Dan sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tangan-Nya dan
lambung-Nya kepada mereka. Murid-murid itu bersukacita ketika mereka melihat
Tuhan.
20:21 Maka kata Yesus sekali lagi: "Damai sejahtera bagi kamu! Sama
seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu."
20:22 Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata:
"Terimalah Roh Kudus.
20:23 Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau
kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada."
20:24 Tetapi Tomas, seorang dari kedua belas murid itu, yang disebut
Didimus, tidak ada bersama-sama mereka, ketika Yesus datang ke situ.
20:25 Maka kata murid-murid yang lain itu kepadanya: "Kami telah
melihat Tuhan!" Tetapi Tomas berkata kepada mereka: "Sebelum aku
melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam
bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku
tidak akan percaya."
20:26 Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah
itu dan Tomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus
datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: "Damai
sejahtera bagi kamu!"
20:27 Kemudian Ia berkata kepada Tomas: "Taruhlah jarimu di sini
dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku
dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah."
20:28 Tomas menjawab Dia: "Ya Tuhanku dan Allahku!"
20:29 Kata Yesus kepadanya: "Karena engkau telah melihat Aku, maka
engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya."
20:30 Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata
murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini,
20:31 tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu
percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu
memperoleh hidup dalam nama-Nya.
EVANGELIUM: MAZMUR 150
150:1 Haleluya! Pujilah Allah dalam tempat kudus-Nya! Pujilah Dia dalam
cakrawala-Nya yang kuat!
150:2 Pujilah Dia karena segala keperkasaan-Nya, pujilah Dia sesuai
dengan kebesaran-Nya yang hebat!
150:3 Pujilah Dia dengan tiupan sangkakala, pujilah Dia dengan gambus
dan kecapi!
150:4 Pujilah Dia dengan rebana dan tari-tarian, pujilah Dia dengan
permainan kecapi dan seruling!
150:5 Pujilah Dia dengan ceracap yang berdenting, pujilah Dia dengan
ceracap yang berdentang!
150:6 Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya!
Pengantar
1.
Khotbah dengan menggunakan perikop Mazmur 150 akan
disampaikan di kebaktian 3 April 2016
yang diberi nama minggu Quasimodogeniti (yang sering diartikan dengan: “Seperti
bayi yang baru lahir”). Dalam kalender
gerejawi, minggu Quasimodogeniti berada di antara minggu Paskah (Kebangkitan
Yesus Kristus) hingga Hari Perayaan Kenaikan Yesus Kristus ke Sorga. Itulah
masa 40 hari Yesus yang bangkit kembali mengajar dan memperlengkapi murid-murid-Nya
agar berani bersaksi, lalu mengutus para murid-Nya itu pergi memberitakan
Injil. Minggu Quasimodogeniti adalah minggu pertama setelah perayaan Paskah. [Selanjutnya:
Misericordias Domini (Nyanyikanlah Kasih Setia TUHAN); Jubilate
(Bersorak-soraklah Bagi Allah, hai Seluruh Bumi); Kantate (Nyanyikanlah
Nyanyian Baru Bagi TUHAN); Rogate (Berdoalah)]. Dalam minggu 3/4/2016
diharapkan Pengkhotbah dapat memperhatikan isi Mazmur 150 untuk memenuhi
kabutuhan para pendengar di minggu Quasimodogeniti (“Seperti Bayi Yang Baru
Lahir”).
2.
Epistel untuk minggu 3/4/2016 diambil dari Yohanes 20:
19 – 31 yang memberitakan tentang Yesus yang bangkit menampakkan diri kepada
apra murid-Nya dan kemudian kepada Tomas. Epistel ini merupakan perikop sejajar
dari pada evangelium yang dikhotbahkan pada perayaan paskah di hari kedua tahun
2016 (28 Maret). Tetapi di Injil Lukas tidak diberitakan tentang Tomas yang
diminta mencucukkan tangannya ke bekas pemakuan di tangan Yesus dan ke dalam
lambung Yesus, ke mana serdadu menikamkan lembing untuk memastikan Yesus waktu
penyaliban-Nya sudah mati. Tomas dan para pengikut Yesus diajak oleh Yesus agar
mau seperti “bayi yang baru lahir”, yakni agar mereka berbahagia karena percaya
kepada berita tentang Yesus, walaupun mereka sendiri tidak melihat langsung
peristiwa-peristiwa yang dialami Yesus dan tidak sempat menjamah tubuh Yesus
yang memiliki bekas luka karena tangan-Nya dipaku ke kayu salib dan lambungnya
ditusuk dengan lembing. Kebahagiaan itu dapat diungkapkan dengan ber-Haleluya,
dan mengajak seluruh isi bumi berdoxologi, memuji TUHAN, berhaleluya, seraya
merenungkan bertapa hebatnya keperkasaan dan kebesaran TUHAN dalam karya
penyelamatan seluruh isi bumi (manusia dan segala ciptaan) melalui peristiwa
Golgata dan Kebangkitan Kristus atau melalui peristiwa Paskah dalam dan oleh
Yesus Kristus.
3.
Mazmur
(dibahasa Indonesiakan dari kata Ibrani mizmor, yakni “nyanyian yang
didendangkan dengan diiringi oleh alat musik petik, seperti harfa, kecapi, dan
lain-lain). Dalam bahasa Yunani kata mizmor diterjemahkan dengan psalmos (banyak: psalmoi). Kemudian kata Yunani ini dibahasa-batak-tobakan menjadi
psalmen, Inggris: psalm; Jerman: Psalmen. Kata benda psalmos dari kata kerja psallo,
yang atinya “mendentingkan” “memetik” alat musik. Ber-psallo berarti memainkan alat musik denting/petik. (bd. Lasor, dkk,
Pengantar Perjanjian Lama 2, PT BPK GM, 1996, h.41). Di kalangan kaum Ibrani, mizmor hanya satu
jenis dari nyanyian, yang dinamai dari segi alat yang dimainkan sewaktu
menyanyikannya, bukan dari segi isi dan syair-syairnya. Banyak lagi jenis
nyanyian ada di dalam kitab Mazmur, sehingga kaum Ibrani tidak menamai kitab
itu kitab MAZMUR, seperti dilakukan orang Indonesia (termasuk orang Batak
Toba), tetapi menamai buku kumpulan nyanyian ini dengan tehillim (yang
diterjemahkan dengan “puji-pujian” diartikan dengan “nyanyian pujian”). Tehilla (satu nyanyian pujian) juga
merupakan satu jenis dari nyanyian yang dikumpul dalam kitab ini. Tetapi,
karena semua jenis nyanyian yang ada di kitab Mazmur, ditinjau dari sudut
isinya, dipandang sebagai puji-pujian kepada TUHAN, maka kitab itu cocok
dinamai kumpulan tehilla, sehingga kitab itu diberi nama kitab TEHILLIM. Karena
semua nyanyian dalam kitab Mazmur dapat dinyanyikan dengan diiringi alat musik
(termasuk alat musik petik/denting), entah itu bermelodi sedih, riang, menyembah,
memuji atau berupa melodi mengiringi tari, dansa, mars, joket, dll.), maka
kitab itu dinamai kitab MAZMUR.
4.
Kitab Mazmur dibagi dalam lima jilid, yakni jilid
pertama (seper rason): Mzm. 1 – Mzm.41; Jilid II (seper seni):
Mzm.42- Mzm.72; Jilid III seper selisi): Mzm. 73 s/d. Mzm. 89; Jilid IV (seper
rabi‘i): Mzm.90 – Mzm. 106; Jilid V (seper hamisi): Mzm. 107 – 150. Penjilidan
ini tidak lagi berdasarkan siapa penggubah mazmur yang ada itu (misalnya:
Mzm.3-41; 51-71; 86; 101; 103; 108; 109; 110; 122; 124; 131; 133; 138;
139; 140; 141; 142; 143; 144; 145 digubah oleh Daud;
Mzm.42-49; 85; 87; 88 digubah
oleh Korah;
Mzm. 72; 127 digubah Salomo;
Mzm.50; 73-83 digubah oleh Asaf;
Mzm. 89 digubah oleh Etan orang Ezrahi;
Mzm. 90 digubah oleh Musa;
sedangkan Mazmur lainnya:
Mzm. 1; 2; 84; 91; 92; 93; 94; 95; 96; 97; 98; 99; 100; 102; 104; 105;
106; 107; 111; 112; 113;114;115; 116;117; 118; 119; 20; 121; 123; 125; 126;
128; 129; 130; 132; 134; 135; 136 137; 146; 147; 148; 149; dan 150 digubah
oleh orang yang tidak diberitahu nama-nama mereka. Tidak diberitahu siapa
pengarang dan penggubah Mazmur 150.
Jadi pekerjaan memasukkan nyanyian-nyanyian itu dan penjilidannya tidak
ditentukan berdasarkan siapa pengarang atau penggubahnya; melainkan pada
semangat lima pilar penopang iman umat Israel (lima kitab Musa (Kejadian,
Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan); lima Megilloth (gulungan kitab: 1. Kidung
Agung; 2. Ruth; 3. Pengkhotbah; 4. Ester; 5. Ratapan); lima bagian kitab suci (1.Tora;
2.Nebiim haresyonim (Nabi-nabi terdahulu); 3. Nebiim haakhirim
(nabi-nabi terkemudian, yaitu nebiim hagedolim/nabi-nabi besar; Nebiim
haqatonim/nabi-nabi kecil); 4. Tehillim; 5. Hokma); lima rukun hidup beragama
umat Israel: (1. shema Israel (bersahadat/beriman); 2. beribadah (doa/sembah
TUHAN tiga kali sehari); 3. berkurban (memberi persembahan/kurban); 4. berbuat
(hidup sesuai ajaran hukum-hukum Israel); 5. berziarah ke Yerusalem). Di setiap
jilid kitab Mazmur terdapat berbagai jenis Mazmur dan corak isi Mazmur. Jadi
penjilidan juga tidak didasarkan pada jenis atau kesejajaran isi dari
mazmur-mazmur yang ada itu. Penjilidan berdasar pada pengungkapan pergumulan
hidup dan iman di dalam hari-hari perayaan yang dilakukan umat Israel.
Hari-hari perayaan itu: 1. Hari Raya Sabbat; 2. Hari Raya Paskah termasuk di
sini Hari Raya Roti Tidak Beragi (Hari Raya Pentakosta); 3.Hari Raya Tujuh
Minggu bagi TUHAN/Hari Raya Menuai/Panen; 4. Hari Raya pondok Daun; 5. Hari Raya Purim. Di setiap hari raya
itu dinyanyikan tehilla dari berbagai corak dan berbagai isi. Kalau di bagian akhir
salah satu Mazmur itu tidak ada
doxologi, mereka mengambil Mazmur doxologi (seperti Mazmur 150) untuk
menyampaikan puji-pujian kepada TUHAN. Mazmur terpendek adalah Mzm 117 (dua
ayat) sedangkan terpanjang adalah Mzm. 119 (176 ayat). Pada umumnya setiap
Mazmur yang ada dalam kitab Mazmur (Tehillim) mengungkapkan pergumulan hidup
pemazmur (atau hidup umat menurut pemazmur) selaku orang/umat beriman di
hadapan TUHAN atau dalam hubungan dia/mereka dengan TUHAN, setelah
mengevaluasi/menilai diri sendiri atau diri umat dan/atau manusia atau alam
atau lingkungan di sekelilingnya dalam konteks/ukuran ber-Tuhan kepada TUHAN
(Yahowa). Oleh karena itulah bisa saja di sana terungkap: sukacita, ajaran,
kesedihan, berkat, kutuk, puji-pujian, kekecewaan, keberuntungan, kesaksian, pengakuan
dosa, penyesalan, kekesalan. keberadaan diri sebagai rakyat TUHAN, dan
lain-lain. Mazmur 150 berisi puji-pujian dan ajakan memuji (ber-haleluya), yang
punya alasan.
5.
Memahami Teks Mazmur 150
Mazmur
(mizmor) 150 adalah mazmur pujian, mazmur ber-halelu-ya atau ber-HALLEL bagi
YAhowa (TUHAN). Hallelu-Ya: Mari “Kita puji TUHAN”. Isi Mzm 150 menyatakan: 1.
di mana TUHAN dipuji (ayat 1) (Where); 2. Apa alasan memuji (ayat 2) (Why); 3.
Dengan apa TUHAN dipuji (ayat 3-5) (with What); 4. Siapa-siapa yang perlu memuji TUHAN (ayat 6) (Who). 5.
Apa isi pujian? (ayat 1-6) (What).
Ayat 1: Haleluya!
Pujilah Allah dalam tempat kudus-Nya! Pujilah Dia dalam cakrawala-Nya yang
kuat!
a.
Seruan pertama dalam mazmur (yang bukan sekedar
tehilla) ini adalah “haleluya”. Di zaman penulisan mazmur ini (sampai sekarang)
segala yang bernafas diharapkan bisa ber-haleluya (Islam: tahlilan). Hallel +
Ya(howa), artinya: Puji TUHAN, Pujian bagi Yahowa). Mazmur yang diawali dengan
seruan haleluya: Mzm. 106; 111; 112; yang diahkiri dengan haleluya: Mzm. 104;
105; 106; 115; 116; 117; sedangkan yang diawali dan diakhiri dengan haleluya:
Mzm. 113; 135; 146; 147; 148; 149;150 selalu dimulai dengan seruan “haleluya”.
Di setiap ayat dalam Mzm.150 digunakan kata hallel.
Biasanya seseorang ber-haleluya karena seseorang itu mengalami hal-hal yang
indah atau keselamatan, berkat atau kebaikan TUHAN, atau karena dia
rasakan/saksikan, alami tindakan-tindakan TUHAN yang mendatangkan yang terbaik
bagi pemazmur atau bagi umat TUHAN menurut pemazmur. Umat Kristen spontan
ber-halleluya dalam liturgi kebaktian pemujian setelah mereka mendengar baccan
Firman TUHAN di awal kebaktian itu. Karena dalam kebaktian diberitakan kebaikan
TUHAN dan keselamatan serta berkat dari TUHAN, maka kebaktian itu diakhiri
dengan doxologi ber-halleluya. Martin Luther tidak membahas “haleluya” dalam
karya-karyanya. Etimologi kata haleluya dari bahasa Akkad alālu, elēlu yang artinya bersorak, (Jerman: am Fest jubeln;
Inggris: shout in festival joy (berteriak
di festival sukacita); atau “Jerman: trillern,Inggris:
sing with trills = menyanyikan dengan
suara bergetar). Arti ini juga
terkandung dalam kata Ibrani halal
II. Artinya: memuliakan, memuji, mengagungkan, meninggikan sesuatu/seseorang. Apa
yang dikatakan, apa yang digayakan sewaktu memuliakan/memuji/mengagungkan dst.
tergantung pada apa yang positif, yang baik dilihat/dirasakan dari yang
dimuliakan/dipuji itu. Kata-kata memuji misalnya: engkau cantik, engkau pandai,
engkau perkasa, dll. Kalau seseorang diajak memuji Yahowa, berarti dia diajak
untuk mengungkapkan kebaikan apa yang sudah dilakukan TUHAN Yahowa kepada/bagi
dia, dan selanjutnya dia diajak untuk membalas kebaikan TUHAN tersebut sesuai
dengan yang diharapkan oleh TUHAN. Seperti bayi yang baru lahir dia melakukan
hal itu. Misalnya , kalau bayinya telah dibuat kenyang minum susu, maka bayi
itu membalasnya dengan tidak lagi cengeng minta diberi makanan susu.
b.
Yahowa itu adalah ’El (bahasa Arabnya: al-’ilah). Yahowa
itu juga Hu. Berhallel untuk ’El atau Hu (Dia) berarti berhallel untuk Yahowa. Tuhan
Hu dan Allah-Hu sama saja, yakni Yahowa (YHWH). Nama ‘Yahowa’ berarti ‘Dia ada”
dan ‘Dia membuat ada’. ’El artinya yang Awal, Yang Pertama dan Yang Utama.
Yesus (Ibraninya: Yesu‘a/Yehosu‘a (Yahowa Menyelamatkan) adalah Anak Allah Yang
Mahatinggi dalam arti Penampakan Allah Yang Mahatinggi; dan juga disebut Alpha
dan Omega (Yang Awal dan Yang Akhir). Nama-nama dari TUHAN Allah yang satu ini
memberi petunjuk mengapa sgala yang bernafas diajak untuk memuji DIA atau
berhallel bagi DIA.
c.
Yahowa ’El(ohim) dipuji di (dalam) tempat kudus-Nya,
di (dalam) cakrawala-Nya yang kuat.
Haleluya! Pujilah Allah dalam tempat kudus-Nya (beqodso)! Pujilah Dia dalam cakrawala-Nya yang kuat (birqiy‘a ‘uzzo)! Awalan be
di beqodso dapat diartikan dengan ‘sesuai’ atau ‘menurut”. Jadi beqodso dapat berarti
“sesuai/menurut kekudusan-Nya”, karena kata qados bisa kata sifat, bukan kata
benda. Sedangkan awalan be dalam kata birqiy‘a uzzo harus diartikan sebagai petunjuk tempat, yakni di atau dalam, karena raqi‘a
(cakrawala) hanya berupa kata benda, tidak bisa kata sifat. Pemazmur mengajak
segala makhluk ber-halleluya sesuai dengan kekudusan TUHAN di (dalam) cakrawala
yang kuat, yang diciptakan TUHAN. Dalam pemahaman ini dapat disimak, bahwa
berhalleluya itu dapat dilakukan di tempat manapun yang ada di dalam lingkup
cakrawala (di bumi yang ada di bawah langit), bukan hanya di Bait Allah yang
ada di Yerusalem. Yang penting diperhatikan bahwa berhalleluya itu harus sesuai
dengan (Jerman: gemäß) kekudusan TUHAN. Memang TUHAN memerintahkan: “Kuduslah kamu,
sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus”
(Im.19:2; 1 Ptr.1:16; bd. Im.20:7). “Kuduslah
kamu bagi-Ku, sebab Aku ini, TUHAN, kudus dan Aku telah memisahkan kamu dari
bangsa-bangsa lain, supaya kamu menjadi milik-Ku” (Imamat 20:26).
Raqi‘a
(cakrawala, yang juga dinamai langit/Ibraninya: shamayim) adalah yang
diciptakan TUHAN Allah pada hari kedua. Fungsinya untuk memisahkan air dari air, yakni air yang
ada di atas langit dan air yang ada di bawah langit (= di bumi) (baca
Kej.1:6-8). Cakrawala ini dipandang sangat kuat (‘az), karena dia mampu menahan semua air yang ada di atasnya
sehingga air itu tidak tercurah sekaligus ke bumi untuk melanda bumi. Berita
Air Bah mengajarkan bahwa sewaktu tingkap-tingkap langit (cakrawala) dibuka,
maka air meluap dari langit dan terjadilah air bah yang memusnahkan penghuni
bumi, kecuali Nuh dan keluarganya yang mematuhi perintah TUHAN. Kalau cakrawala
itu tidak kuat, maka bumi akan mengalami hal yang lebih dahsyat lagi dari air
bah. Pemberian Allah inipun menjadi alasan untuk memuji TUHAN Allah.
Ayat
2: Pujilah Dia karena segala keperkasaan-Nya, pujilah Dia
sesuai dengan kebesaran-Nya yang hebat!
a.
Dalam
ayat 2 ini pemazmur memberi alasan mengapa harus memuji (berhalleluya) bagi
TUHAN. Dikatakan di sana: bigeburotaw
(LAI: karena segala keperkasaan-Nya).
Geburah berarti “perkasa, kekuasaan,
kemenangan, kemegahan, kepahlawanan” (lht. Achenbah, h.44). TUHAN Allah itu
diakui sebagai gibor yakni “yang
kuat, yang berkuasa, pemegang kekuasaan, pahlawan” (lht. Achenbah, 44). (Jerman:
Kraft, Stärke; Mzm. 147:10; Ayub 39:10; 41:4; Pkh. 9:16;
Hak.8:21; Yes. 28:4; Yer.9:22, Genius, Handwörterbuch, s.126). Yang perkasa adalah orang yang kuat dan menang dalam
perang. Awalan be dalam bigeburotaw
diartikan dengan “karena”. Dibalik kata geburotaw (keperkasaan-Nya;
kepahlawan TUHAN) orang yang berhalelluya dapat “menghitung” berapa banyak
hal-hal yang telah dilakukan TUHAN Allah untuk menyelamatkan Israel/umat-Nya. Dari
sejak penciptaan langit dan bumi, penyelamatan Nuh dari Air Bah, pemanggilan
Abraham, penuntunan ke Mesir, membawa keluar dari Mesir, pengalaman umat Israel
di padang gurun, memasuki tanah perjanjian, di masa Hakim-hakim, di masa
Kerajaan, di masa pembuangan ke Babel, masa Ester, pengembalian dari Babel ke
Yehuda, masa Ezra, Nehemia, masa penjajahan Yunani, masa penjajahan Romawi di
Yerusalem, masa penyelamatan oleh Yesus Kristus, masa Israel Baru (umat Huria),
2000 tahun perjalanan huria hingga masa sekarang. Sungguh banyak yang dapat
diberitakan tentang kepahlawanan TUHAN Allah membela umat-Nya. DIA pantas
dipuji. Mari rumuskan masing-masing pemujian untuk DIA, baik dengan khotbah
ini, maupun dengan karya tulis, karya seni, dan karya-karya lainnya seperti
pembentukan generasi setia pada TUHAN Allah dalam Yesus Kristus.
b.
Di
ayat 2 itu dikatakan kerob gudelo
(LAI: sesuai dengan kebesaran-Nya yang
hebat. Imbuhan ke
dapat juga (lebih tepat) dengan “karena banyak/hebatnya kebesaran-Nya”. Awalan ke
biasanya menunjuk kepada alasan. Rob artinya banyak (LAI: hebat). Tak
mungkin seseorang memuji TUHAN sesuai dengan banyak/kehebatan TUHAN, karena
seseorang tidak bisa memastikan bobot kehebatan itu, tetapi bisa memberitakan
karya-karya TUHAN yang sangat hebat dalam perjalanan sejarah, yang sudah
disaksikan dalam Alkitab. TUHAN hebat karena mahakuasa, mahatahu, mahabisa, pada
TUHAN semuanya maha, lalu tak mungkin memuji TUHAN sesuai ke-maha-an TUHAN tersebut.
Tetapi memuji TUHAN dapat dilakukan karena TUHAN sudah menunjukkan banyak
sekali kebesaran-Nya. Dalam setiap peristiwa di masa-masa yang disebutkan di
atas, TUHAN menunjukkan banyak sekali kebesaran-Nya tersebut. Orang percaya
dapat menghitungnya, lalu mengaguminya, mempercayainya, merumuskannya, dan
kemudian memuji TUHAN oleh karena semuanya itu, seraya mengharapkan bahwa
kebesaran TUHAN itu juga masih akan DIA tunjukkan kini dan di sini.
Ayat 3 – 5: Pujilah Dia dengan tiupan sangkakala, pujilah
Dia dengan gambus dan kecapi! Pujilah Dia dengan rebana dan tari-tarian,
pujilah Dia dengan permainan kecapi dan seruling! Pujilah Dia dengan ceracap
yang berdenting, pujilah Dia dengan ceracap yang berdentang!
a.
Dalam ayat-ayat ini diberitahu peralatan-peralatan
musik yang dapat digunakan memuji TUHAN mengiringi nafas/suara segala yang
bernafas/segala makhluk ciptaan: manusia, hewan, tumbuhan, bahkan bumi sebagai
ciptaan yang hidup). Alat musik itu: 1) theka‘ sopar (LAI: sangkakala; Batak
Toba/BT: sarune); 2) nebel (LAI: gambus; BT: arbab; taganing); 3) khinor
(LAI:kecapi; BT: sordam; hasapi); 4) top (LAI: rebana; BT: tali sajak; taganing);
5) minim (LAI: permainan kecapi; Achenbach: juga berarti senar; BT:hasapi; );
6) ‘ugab (LAI: seruling; BT: tulila; sulim); 7) tziltzele-shama
(LAI: ceracap berdenting; BT:ogung panggora; ogung nasihil); 8) tziltzele-teru‘ah
(LAI: ceracap berdentang; BT: ogung panonggahi; ogung nabongor). Lihatlah
gambar alat-alat musik ini dalam Kamus Purbakala Alkitab. Masih ada lagi alat
musik yang tidak disebutkan di sini. Itupun dapat dimainkan untuk memuji TUHAN.
Menggunakan alat-alat musik ini dengan suara yang satu dengan yang lain serasi,
dan enak didengar telinga, bahkan mengundang turut bersukacita dan menari,
sudah termasuk pada pekerjaan ‘memuji TUHAN Allah’. Bahkan dapat menjadi sarana
mengusir iblis atau roh jahat yang datang mengganggu. Tetapi memainkan
alat-alat musik ini secara bersama-sama sehingga terdengar suara yang hingar
bingar saja dan merusak pendengaran, itu bukan memuji TUHAN Allah, melainkan
menghina-Nya. Adalah tugas masyarakat dan huria mempersiapkan dan melatih
orang-orang yang dapat dan mahir memainkan alat-alat musik yang banyak itu. Para
pemain musik yang baik akan terpuji di bumi, dan akan menjadi rombongan
malaikat memainkan musik di sorga. TUAHN mengharapkan semakin banyak pemusik
masuk sorga.
b.
Satu yang bukan alat musik, yang dikatakan di sini sebagai
sarana memuji adalah “tari-tarian” (BT: tortor na marliat; Ibrani: mahol). Menari dengan asal ada saja termasuk
kepada pekerjaan menghina TUHAN Allah, bukan memuji-Nya. Menari di hadapan
TUHAN Allah harus benar-benar indah dan menyenangkan mata TUHAN Allah yang
melihat. Maka menari itu harus terlatih. Adalah kewajiban umat TUHAN melatih
diri masing-masing dan kelompok-kelompok hingga mantap menari, dan pasti
terpuji apabila ditampilkan di hadapan manusia dan di hadapan TUHAN. Ada
berbagai macam tari-tarian. Itu semua dapat dibuat sebagai sarana memuji TUHAN,
kecuali tari yang tidak menunjukkan kekudusan atau kesucian. Para penari yang
memuliakan TUHAN akan sangat terpuji di bumi, dan menjadi kelompok utama di
sorga.
Ayat
6: Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya!
a.
Di atas
disebutkan bahwa segala yang bernafas (kol
hannesamah) adalah segala makhluk ciptaan:
manusia, hewan, tumbuhan, bahkan juga bumi apabila dipandang sebagai ciptaan
yang bernafas. Semua yang bernafas menjadi makhluk hidup. Manusia menjadi
makhluk (ciptaan) yang hidup setelah TUHAN menghembuskan nismat hayah (nafas hidup) ke dalam hidungnya. “ketika
itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan
nafas hidup (nismat hayah) ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu
menjadi makhluk yang hidup (nefes hayah)” (Kej.
2:7). Dari itu dapat disimpulkan bahwa setiap yang bernafas (hannesamah) adalah makhluk hidup, yang dapat memuji TUHAN Allah,
Penciptanya. Sedikitnya ada tiga macam makhluk hidup yang bernafas, yakni:
segala macam manusia, hewan dan tumbuhan. Di antara segala yang benafas ini ada
yang bersuara (manusia dan hewan) dan ada yang tidak bersuara, yakni tumbuhan. Di
antara yang bersuara itu ada yang bisa mengatur suaranya, bisa mengubah-ubah
suaranya, bisa berkata-kata, suaranya bisa tinggi, bisa rendah, bisa bas, bisa
tenor, bisa sopran, dan bisa alto; bisa solo dan bisa koor. Sedangkan hewan
pada umumnya hanya bisa menyuarakan suara yang sama (misalnya: kambing
mengembik; kerbau melenguh; kuda meringkik; burung berkicau, masing-masing
hewan punya suara khas khusus), tetapi suaranya bisa pelan dan bisa kuat. Kecuali burung beo
atau kakaktua yang dilatih dapat mengucapkan kata-kata manusia. Melihat
kenyataan ini, dapat dikatakan bahwa memuji TUHAN Allah itu – menurut pemazmur
- bukan hanya dengan perkataan atau suara-suara yang diucapkan, tetapi suara
dan kata-kata dari setiap yang bernafas itu hanya merupakan salah satu dari sarana
memuji TUHAN Allah (Yahowa El(ohim). Yang paling utama dalam memuji TUHAN
adalah menggunakan nafas hidup (hannesamah) itu sebagaimana fungsi dan tujuannya, yakni membuat
hidup, dan hidup itu dinilai TUHAN menjadi membuat segala sesuatunya
(semua-semuanya) “sungguh amat baik” (bd. Kej.1:31). Setiap manusia harus
hidup, jangan ada yang menjadi mati. Kalau mati di bumi, biarlah dia hidup di
sorga. Manusia yang hidup janganlah menjadi musnah, dan manusia yang hidup sama
sekali tidak memusnahkan yang bernafas yang lainnya. Manusia ditugaskan untuk "Beranakcuculah
dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi."
(Kej.1:28), dan dalam melaksanakan tugas ini manusia wajib: “untuk mengusahakan dan memelihara taman
itu” (Kej.2:15b). Semua bagian bumi yang dihuni hewan dan ada
tumbuh-tumbuhan adalah taman yang diserahkan TUHAN untuk dipelihara oleh
manusia. Tujuan pemeliharaan taman itu adalah agar: 1) agar segala binatang di
bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa,
sepanjang zaman/waktu dapat menikmati segala tumbuh-tumbuhan sebagai makanan
mereka (bd. Kej.1:30). 2) agar manusia tanpa kecuali dapat menikmati dengan
bebas segala tumbuhan berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang
buahnya berbiji sebagai makanan mereka (bd. Kej.1:29 dan Kej.2:16). Tanpa
pengusahaan dan pemeliharaan atau pelestarian semuanya itu, tidak mungkin
terwujud tujuan mulia yang diperintahkan TUHAN itu. Dan kalau tujuan itu tidak
terwujud berarti segala yang bernafas (terutama manusia) tidak memuji TUHAN.
Kelalaian manusia berusaha mencapai tujuan itu berarti manusia menghancurkan
diri mereka sendiri.
b.
Juga
hewan-hewan dikehendaki oleh TUHAN agar tidak ada dari antara mereka yang
menjadi musnah atau memusnahkan hewan lain. Walaupun di antara hewan-hewan itu
ada binatang buas, yang memangsa binatang yang lain, dia justru dimaksudkan
bukan untuk memusnahkan binatang lain, tetapi menjadi alat TUHAN menggunakan
binatang yang sudah lemah. Singa-singa yang buas di Siranggetti masih tidak
lebih rakus dari manusia, dan tak pernah berbuat untuk memusnahkan para antilop
dan rusa, kerbau, dan hewan lainnya yang ada di sana. Jenis-jenis hewan yang
diciptakan TUHAN itu tidak boleh hanya menjadi benda pajangan di
ruangan-ruangan museum binatang. Setiap jenis hewan itu harus hidup sejahtera
di habitat mereka masing-masing. Mereka sangat berguna untuk manusia dan
tumbuhan dan untuk kehidupan. Hal seperti inilah menjadi pujian yang paling
merdu di hadapan TUHAN.
c.
Dan tumbuh-tumbuhan, yang daun dan buah atau
biji-bijinya dinyatakan TUHAN sebagai makanan bagi manusia dan hewan, harus
melestarikan diri sendiri dan juga harus dilestarikan oleh manusia dan oleh
hewan-hewan. Tumbuh-tumbuhan harus tumbuh sehat, dan mengembang-biakkan
dirinya. Tumbuhan yang tidak mampu mengembangbiakkan dirinya sendiri harus
dibantu oleh manusia dan oleh hewan-hewan. Kalau manusia sudah diberikan
keahlian membuat hewan dan dan tumbuhan bisa ada kembali dengan mengolah gen
dari hewan atau tumbuhan yang telah musnah itu, manusia harus menggunakannya
sebagai alat untuk melestarikan hewan dan tumbuhan yang sempat hilang dari
permukaan bumi puluhan bahkan ribuan tahun lalu. Dengan demikian manusia
menguasai hewan dan tumbuhan, mengusahakan yang terbaik bagi mereka dan
memelihara mereka terhindar dari kemusnahan. Itu merupakan salah satu pujian
teragung di hadapan TUHAN.
6.
Rangkaian mata rantai kehidupan ini, yang diungkapkan
dalam kombinasi penggunaan musik dan suara manusia serta karya manusia – bila berjalan dengan baik dan
sehat – sungguh indah luar biasa, dan inilah pemujian yang paling indah kepada
TUHAN. Bila demikian halnya, maka segala yang bernafas dapat ber-halleluya
dengan penuh sukacita. Dan manusia dapat mengumandangkannya dalam suara-suara
mereka dan dalam karya-karya mereka. Dengan demikian terpaparlah
(terlaksanalah) kebaktian yang paling
agung dan mulia serta penuh pujian di bumi (di bawah cakrawala yang kuat) (di tempat kudus, yang dikuduskan TUHAN) di
hadapan TUHAN yang diselenggarakan oleh manusia. Prestasi pemujian seperti itu
akan abadi di bumi dan di sorga. Selamat ber-HALLELUYA!
Penulis:
Pdt. Langsung Maruli Basa Sitorus (Pdt. LaMBaS).