MINGGU IX SETELAH TRINITAS TGL. 24 JULI 2016, EVANGELIUM: KEJADIAN 18:20-32

04.12.00 0 Comments A+ a-

KEJADIAN

18:20 Sesudah itu berfirmanlah TUHAN: "Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya.
18:21 Baiklah Aku turun untuk melihat, apakah benar-benar mereka telah berkelakuan seperti keluh kesah orang yang telah sampai kepada-Ku atau tidak; Aku hendak mengetahuinya."
18:22 Lalu berpalinglah orang-orang itu dari situ dan berjalan ke Sodom, tetapi Abraham masih tetap berdiri di hadapan TUHAN.
18:23 Abraham datang mendekat dan berkata: "Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik?
18:24 Bagaimana sekiranya ada lima puluh orang benar dalam kota itu? Apakah Engkau akan melenyapkan tempat itu dan tidakkah Engkau mengampuninya karena kelima puluh orang benar yang ada di dalamnya itu?
18:25 Jauhlah kiranya dari pada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari pada-Mu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?"
18:26 TUHAN berfirman: "Jika Kudapati lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka."
18:27 Abraham menyahut: "Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan, walaupun aku debu dan abu.
18:28 Sekiranya kurang lima orang dari kelima puluh orang benar itu, apakah Engkau akan memusnahkan seluruh kota itu karena yang lima itu?" Firman-Nya: "Aku tidak memusnahkannya, jika Kudapati empat puluh lima di sana."
18:29 Lagi Abraham melanjutkan perkataannya kepada-Nya: "Sekiranya empat puluh didapati di sana?" Firman-Nya: "Aku tidak akan berbuat demikian karena yang empat puluh itu."
18:30 Katanya: "Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata sekali lagi. Sekiranya tiga puluh didapati di sana?" Firman-Nya: "Aku tidak akan berbuat demikian, jika Kudapati tiga puluh di sana."
18:31 Katanya: "Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan. Sekiranya dua puluh didapati di sana?" Firman-Nya: "Aku tidak akan memusnahkannya karena yang dua puluh itu."
18:32 Katanya: "Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata lagi sekali ini saja. Sekiranya sepuluh didapati di sana?" Firman-Nya: "Aku tidak akan memusnahkannya karena yang sepuluh itu."



ADANYA 10 ORANG SAJA ORANG BENAR DI SATU KOTA,
PENDUDUK KOTA ITU TIDAK AKAN DIMUSNAHKAN
1.        Umat manusia perlu tahu, dosa atau kesalahan atau melencengnya kehidupan penduduk suatu kota dari rancangan kemanusiaan yang baik yang direncanakan oleh penduduk kota itu sendiri atau melencengnya kehidupan mereka dari kebaikan kemanusiaan yang dirancang oleh mereka bersama-sama dengan Tuhanmereka, dapat mengundang bencana yang memusnahkan penduduk kota tersebut.  Beberapa contoh: (1) penduduk suatu kota merancang kebaikan kemanusiaan dengan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir, kemudian meningkat menjadi pembuatan senjata nuklir. Tetapi kalau “pengamanan” nuklir tersebut melenceng dari prosedur dan pemeliharaan yang telah diaturkan, maka penduduk kota itu bisa saja tiba-tiba dimusnahkan oleh nuklir itu sendiri, karena nuklir itu meledak di kota itu, bukan di tempat sasaran senjata nuklir tersebut. Secanggih apapun komputer pengendali senjata nuklir, komputer itu bisa macet, sehingga nuklir itu meledak di kota tempat penyimpanan senjata nuklir tersebut. Lalu penduduk kota itu musnah. (2) Karena manusia menikmati kebaikan – kebaikan, banyak juga sampah yang dihasilkan. Kalau penduduk suatu kota salah dalam mengelola sampah-sampah yang dihasilkannya (misalnya membuang begitu saja sampah-sampah di depan rumahnya atau di selokan-selokan yang ada di kota itu), maka suatu saat hujan deras mengguyur kota itu berhari-hari, lalu banjir memusnahkan penduduk kota tersebut. Karena sampah-sampah telah menyumbat semua saluran air. (3) Alam juga bisa menjadi sumber bencana, yang disebut bencana alam, yang dapat memusnahkan penduduk suatu kota. Longsor, banjir kiriman seperti rob atau tsunami, gempa bumi, gunung meletus menyiramkan hujan belerang atau menghembuskan debu panas/gas beracun ke suatu kota; terpaan meteor yang jatuh dari langit, merupakan beberapa contoh. Bencana alam itu memusnahkan penduduk suatu kota karena penduduknya salah dalam melindungi diri mereka dari bencana yang mungkin timbul. Misalnya: membangun kota di daerah rawan longsor, di atas pasir. Membangun kota di pantai rawan rob /tsunami. Membangun kota dengan bangunan-bangunan dan infrastruktur tidak tahan gempa 15 skala richter. Membangun kota tanpa menyediakan alarm tsunami atau banjir rob. Membangun kota tanpa menyediakan bunker perlindungan tahan debu super-panas / debu beracun. Penduduk kota tidak melengkapi diri dengan masker pencegah terhirupnya gas beracun. Penduduk kota tidak membangun senjata yang pelurunya mampu menghancurkan meteor sebelum memasuki atmosfer bumi. Itu merupakan kesalahan-kesalahan yang dapat mengundang (atau memberi kesempatan kepada) bencana dapat memusnahkan penduduk suatu kota.    Kedatangan bencana pemusnah selalu tiba-tiba, tanpa peringatan terlebih dahulu. Oleh karena itu, agar penduduk kota tidak dimusnahkan bencana yang tiba-tiba, penduduk kota harus melakukan pencegahan yang berkelanjutan, yang terus menerus sepanjang waktu. Penduduk kota itu harus setia hidup sesuai dengan aturan-aturan mencegah terjadinya pemusnahan mereka. Kalau tidak bisa semua penduduk kota itu terus menerus waspada (setia dalam aturan untuk kebaikan bersama), harus ada sedikitnya “kelompok” atau “pasukan inti” yang benar-benar setia mengemban tugas dan hidup sesuai dengan etika dan moral kemanusiaan; dan karena kesetiaan “kelompok” atau “pasukan inti” itu pemusnahan menjadi tercegah menimpa semua penduduk kota tersebut.  Kelompok / Pasukan inti yang setia itu sedikitnya “sepuluh” unit.  Dalam Perjanjian Baru diberitakan bahwa “seorang saja pun” dapat dan mampu mencegah pemusnahan umat manusia yang diakibatkan dosa-dosa umat manusia. Orang itu bernama Yesus Kristus. Dia satu-satunya, Anak Tunggal Allah Yang Mahatinggi. Dia orang yang tertinggi martabatnya di sorga dan di bumi. Dari PB umat manusia dapat belajar, bahwa seorang saja setia menjalankan “aturan untuk kebaikan kemanusiaan” di satu kota/daerah/negara, dia dapat mencegah pemusnahan penduduk kota/daerah atau negara tersebut. Orang seperti itu tidak orang sembarangan, tetapi dia itu harus kepala negara (misalnya: (Presiden) atau kepala daerah (misalnya: gubernur atau bupati) atau pimpinan kota (misalnya: walikota) itu. Manusia seperti itu, yang setia bekerja untuk keselamatan kemanusiaan di mana dia memerintah, dapat dan wajib melakukan dan memerintah seluruh penduduknya agar mengerjakan segala sesuatu demi kebaikan seluruh penduduk, dan tidak seorangpun dari penduduk itu menjadi musnah (menuju kemusnahan), tetapi menuju dan menukmati kesejahteraan.

2.              Salah seorang dari tamu Abraham yang datang berkunjung dan yang telah dijamu oleh keluarga oleh Abraham bersama “tim”-nya, di Kej.18:3 disapa dengan ’adonay (tuan), tetapi bagi pencerita dia disebut  YHWH (Yahowa), Kyrios, yang terjemahan Indonesianya  “TUHAN”. Dari itu Huria Kristen dapat mengetahui, bahwa Yahowa (TUHAN) (= Allah Pencipta Langit dan bumi atau Bapanya Tuhan Yesus Kristus) yang datang melawat manusia dalam wujud manusia dapat dipanggil ’adonay / kyrios / tuan / Tuhan. Huria Kristen, yang mengenal Yesus Kristus sebagai Yahowa yang datang ke dunia dan mengerjakan keselamatan bagi seluruh umat manusia (dunia dan segala isinya), tidak berlebihan tetapi tepat, apabila Huria Kristen memanggil Yesus Kristus itu Tuhan (Kyrios).  Yahowa, yang datang menjumpai Abraham, disertai dua orang. Penafsir sering mengatakan bahwa tiga oknum yang menampakkan diri kepada Abraham di Mamre itu adalah penampakan dari Allah Tritunggal. Itu bisa saja. Tetapi yang jelas, ada dua oknum (orang) menyertai TUHAN, dan dua orang itu diutus memasuki “dunia manusia yang penuh dosa”, yaitu Sodom dan Gomora.  Itu juga dapat dianalogikan dengan dua penampakan TUHAN (Yahowa) yang diutus datang ke “dunia umat manusia yang penuh dosa”, yaitu Anak Yahowa Allah Yang Mahatinggi dan Roh Kudus Yahowa.  Yahowa dan dua yang menyertai-Nya turun ke dunia ternyata bukan hanya untuk memberi berkat bagi orang yang menyambut dan menjamu-Nya dengan sungguh dan dengan iman yang kuat (dalam cerita ini Abraham dan keluarganya), tetapi juga untuk menginpeksi (melihat dan merasakan secara langsung) tentang laporan-laporan yang sampai kepada TUHAN (Yahowa), bahwa "sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya. Baiklah Aku turun untuk melihat, apakah benar-benar mereka telah berkelakuan seperti keluh kesah orang yang telah sampai kepada-Ku atau tidak; Aku hendak mengetahuinya" (Kej.18:20-21). Yahowa mengutus Anak-Nya yang Tunggal (Yesus Kristus) yang disertai Roh Kudus Yahowa ke dunia untuk menginspeksi dan mengalami sudah bagaimana berat dosa umat manusia.  Kedatangan TUHAN melalui utusan-Nya yang dua orang ke Sodom dan Gomora, menunjukkan betapa TUHAN sangat menginginkan objektivitas, keakuratan dan kebenaran yang sebenar-benarnya tentang laporan-laporan (keluh-kesah) yang sampai kepada TUHAN Yahowa.  Yahowa blusukan, untuk memastikan situasi, agar Yahowa dapat menentukan tindakan apa yang harus dilakukan terhadap manusia yang diinspeksi. Cobalah dibayangkan, bahwa TUHAN yang mahatahu itu butuh akurasi laporan dan ingin melihat dan mengalami langsung bagaimana berada bersama kaum berdosa.  Puncak tindakan TUHAN seperti ini adalah dalam Yesus Kristus. Kalau TUHAN butuh yang begitu, tentu saja semua jajarannya di bumi pasti harus memperhatikan aspek akurasi, on the spot, langsung berada di tengah manusia/umat untuk melihat keberadaan manusia berdosa dan merasakan sendiri  dampak keberdosaan manusia itu terhadap TUHAN yang maha pengasih itu.

3.             “Lalu berpalinglah orang-orang itu dari situ dan berjalan ke Sodom, tetapi Abraham masih tetap berdiri di hadapan TUHAN” (ay.22). Abraham sudah dijadikan tamunya sebagai “teman serahasia”, dan oleh karena itu, kepadanya diberitahukan oleh tamunya, tentang apa yang akan ditimpakan kepada penduduk Sodom dan Gomora kalau dosa penduduk Sodom/Gomora semakin memuncak, dan mereka tidak mau menyesali keberdosaan mereka dan tidak mau kembali ke jalan yang benar (menurut hukum kemanusiaan dan menurut hukum TUHAN). Tamu “sorgawi” Abraham tidak segera menghilang dari hadapan Abraham. Mereka, memperlakukan diri sebagai manusia biasa, berpaling menuju Sodom dan mulai berjalan. Mereka menunggu reaksi Abraham, dan memang reaksi terhadap rencana yang diberitahu TUHAN kepadanya, akhirnya dilontarkan oleh Abraham. Kalau ada hamba TUHAN yang kepadanya diberitahu tentang apa yang akan terjadi terhadap penduduk suatu kota, dia harus memberikan reaksi, yang dalam bahasa Toba dikatakan “marroha pangoluhon” (berniat memungkinkan kehidupan mereka berkelanjutan), “mangodihon” (melindungi agar hukuman tidak ditimpakan). Sikap seperti ini harus diperhatikan oleh  umat dan hamba TUHAN yang ada di zaman sekarang, apalagi oleh umat/hamba yang sudah “serahasia” dengan TUHAN.

4.           Di zaman sekarang sangat dibutuhkan orang-orang yang peka melihat dan mengetahui ancaman-ancaman pemusnahan yang sedang akan terjadi menimpa kemanusiaan. Dan apabila ada orang seperti itu, di harus mau berdiri di hadapan TUHAN untuk membujuk TUHAN agar TUHAN tidak memusnahkan umat manusia, atau agar TUHAN turut mencegah pemusnahan umat manusia. Abraham masih tetap berdiri di hadapan TUHAN, yang hendak pergi ke Sodom menghukum penduduk Sodom. Abraham menghadang dan menghalangi TUHAN melakukan niat-Nya. Dia berani melakukan itu, karena dia tahu, bahwa TUHAN itu maha pengampun dan maha penyayang. Dia tahu, bahwa TUHAN tidak akan memusnahkan Abraham, kalau dia menghalangi TUHAN menghukum Sodom. Abraham tahu, bahwa biarlah dirinya sendiri dihukum oleh TUHAN, sebagai ganti Sodom, kalau TUHAN tersinggung dan marah, karena Abraham menghalangi TUHAN melakukan niat-Nya itu. Abraham rela menanggung risiko, asalkan penduduk Sodom dan Gomora diampuni oleh TUHAN. Sikap-sikap dan keberanian ini, ditunjukkan oleh Tuhan Yesus Kristus di hadapan Bapa-Nya, Yahowa Allah, agar umat manusia terbebas dari murka Yahowa Allah yang akan memusnahkan umat manusia karena dosa-dosa mereka. Kalau Abraham tidak berhasil mencegah TUHAN menghukum Sodom dan Gomora, Tuhan Yesus berhasil mencegah Yahowa Allah menghukum/memusnahkan  umat manusia, dan berhasil membuat Yahowa Allah menimpakan hukuman itu kepada Tuhan Yesus Kristus. Sodom dan Gomora beserta penduduknya musnah. Tetapi umat manusia selamat, oleh karena kesediaanYesus Kristus menerima hukuman yang aturan ditimpakan kepada umat manusia. Masih adakah dari kalangan Huria Kristen yang benar-benar rela memberi dirinya (bahkan nyawanya bila perlu) untuk menghalangi terjadinya pemusnahan penduduk suatu kota atau suatu daerah atau suatu negara, dalam era persaingan ekonomi dunia dan perlombaan pembuatan senjata yang semakin sengit, dan era perusakan bumi yang semakin menggila ini? Tampillah Huria Kristen untuk itu.

5.          Abraham datang mendekat kepada tamunya, yang semakin dikenalnya sebagai yang berkekuatan untuk menghukum/memusnahkan Sodom dan Gomora. Dengan penuh kesopanan dan hormat, Abraham mempertanyakan keadilan TUHAN kepada TUHAN dan membujuk TUHAN  memberlakukan keadilan dan belas kasihan-Nya. “Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik?”, demikian argumen Abraham. Prinsip/hukum/aturan bagi orang Batak Toba dalam pergaulan mereka sehari-hari, mengatakan: “Unang baen masapsap na so magulang!” (hurufiah: “Jangan bikin terluka orang yang tidak terjatuh”).  Artinya, jangan hukum orang-orang yang tidak turut melakukan kejahatan. Prinsip “tidak mengikutkan orang yang tidak turut melakukan kejahatan terhukum” atau “tidak menghukum orang benar bersama-sama dengan orang-orang salah”,  sudah dari sejak Abraham dikenal, dan prinsip itu berlaku di sorga dan di bumi, sampai sekarang. TUHAN dan siapapun yang punya kuasa menghukum, harus diperingatkan agar dia tidak menghukum siapapun yang tidak turut melakukan kejahatan, sewaktu dia menghukum para pelaku kejahatan. Itulah gunanya ada pengadilan yang seadil-adilnya. Dosa dan kesalahan seseorang tidak boleh direkayasa oleh orang lain, agar seseorang itu turut terhukum. Perbuatan mengikutkan orang benar turut terhukum sewaktu menghukum orang-orang jahat (yang dianggap musuh) merupakan dosa yang dilakukan para pembuat  perang antar bangsa, seperti Hitler, Kaisar Hirohito, Mussolini, Napoleon Bonaparte, Sultan Sulaiman, para teroris, pembom bunuh diri.  TUHAN juga tidak perlu jatuh ke dalam dosa sedemikian. TUHAN bisa jatuh ke dalam dosa sedemikian, kalau tidak diperingatkan oleh para hamba-hamba-Nya, walaupun TUHAN itu mahatahu dan maha bijaksana. Abraham, selaku sahabat TUHAN, memperingatkan TUHAN agar tidak melakukan dosa seperti itu (yakni mengkenakan hukuman kepada orang benar sebagaimana hukuman yang dikenakan kepada orang jahat, hanya karena mereka tinggal sekampung, sekota atau senegara). Memang TUHAN mau berargumentasi dengan para sahabat-Nya, menguji apakah DIA akan jatuh ke dalam dosa sedemikian, apabila DIA yang melakukan penghukuman terhadap penduduk suatu kota atau kepada penghuni dunia? Di zaman sekarang, TUHAN sering dituduh “memusnahkan” orang benar/orang baik-baik bersama-sama dengan orang-orang jahat sewaktu terjadi tsunami, gempa bumi yang meluluh-lantakkan umat manusia yang menjadi korbannya. Sewaktu hamba-hamba TUHAN menuduh TUHAN sebagai penyebab tsunami dan gempa bumi yang memusnahkan itu, TUHAN dengan lembut menjelaskan, dan mengantakan: “Bukan saya yang membuat terjadinya tsunami atau gempa bumi itu!” “Alam itu sendiri yang membuat terjadinya tsunami dan gempa bumi yang memuskahkan itu!”, demikian TUHAN. Memang di zaman modern ini, tsunami dan gempa bumi, tidak pernah lagi disebut sebagai “bencana TUHAN”, tetapi selalu disebut “bencana alam”. Karena alam sendiri yang menimbulkan bencana-bencana yang telah terjadi. Alam diberi kuasa oleh TUHAN untuk menumbuhkan yang baik, dan juga menghancurkan yang ada di dalamnya. Kalau manusia tahu dan paham akan hal itu, manusia tidak lagi menyalahkan TUHAN, tetapi mempersiapkan diri agar tidak ikut musnah oleh karena tsunami dan gempa bumi yang bisa saja tiba-tiba terjadi. Siapa yang tidak mempersiapkan diri agar terhindar dari pemusnahan oleh bencana alam, terhitung sebagai orang-orang bersalah. Kebaikan orang-orang benar yang turut tertimpa dan musnah karena tsunami atau gempa bumi, tidak hilang begitu saja dari dirinya dan dari ingatan TUHAN.
Dalam Alkitab sedikitnya ada dua cerita tentang pemusnahan manusia yang sudah terjadi, dan satu lagi pemusnahan manusia yang masih akan terjadi, yang diyakini sebagai hal yang direncanakan TUHAN. Yang pertama adalah peristiwa “Air Bah”, dan peristiwa “Sodom dan Gomora”. Dalam dua peristiwa ini sangat ditekankan, bahwa TUHAN tidak melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang jahat/fasik. Nuh, isteri, para putranya dan para mantunya diselamatkan. Orang lainnya tidak selamat, karena tidak percaya bahwa “bencana dari TUHAN” akan terjadi. Demikian juga Lot dan putrinya diselamatkan, dan orang lainnya musnah karena terjebak dalam “kekerasan hati dan perbuatan mereka”. Di peristiwa pemusnahan manusia di hari penghakiman terakhir, yang akan terjadi, orang-orang benar akan diselamatkan/selamat dan bahagia, tetapi orang-orang jahat (yakni yang lalai melakukan kebaikan selama hidupnya di bumi) akan terhukum, dan dihukum dengan membakar mereka hingga musnah.  TUHAN masih lolos dari tuduhan, bahwa DIA melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sebab tuduhan itu tidak benar. TUHAN melepaskan orang benar dari hukuman pemusnahan  yang akan dilakukan-Nya terhadap orang-orang fasik. Dan keselamatan itu akan dinikmati manusia yang setia mengikuti tuntunan TUHAN agar terus berjalan di jalan keselamatan yang disediakan/ ditunjukkan TUHAN.

6.                Abraham mengajukan berkalikali pertanyaan kepada TUHAN, untuk mengetahui apa pendapat dan tindakan TUHAN terhadap Sodom dan Gomora, sehubungan dengan bahaya “dosa” menghukum / melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik. Abraham perlu tahu, berapa jumlah orang benar yang harus ada di Sodom dan Gomora, agar penduduk kota itu tidak dimusnahkan. Jumlah orang benar itu seolah-olah seperti tameng yang dapat melindungi penduduk Sodom dan Gomora karena jumlah itu cukup untuk menangkis “peluru pemusnah” yang akan tiba di Sodom dan Gomora. Seolah terbandingkan dengan perhitungan tentara Israel sekarang ini dalam menghadapi senjata pemusnah yang ditembakkan dari Gaza. Berapa  senjata dan peluru Patriot yang harus ada, menjadi tameng penangkis peluru kendali Scud yang ditembakkan dari seberang tembok Gaza – Israel agar tidak jatuh di daerah Israel. Cukupkah 1000, atau 900 atau 800 atau 700 atau 600 peluru kendali Patriot atau berapa? Abraham bertanya kepada TUHAN, bagaimana kalau ada 50, atau 45, atau 40, atau 35, atau 30 atau 25 atau 20 atau 15 atau 10 orang  yang benar di Sodom dan Gomora, apakah TUHAN melenyapkan mereka bersama penduduk yang fasik di sana?, demikian pertanyaan Abraham berulang-ulang dengan sangat sopan dan menjaga agar TUHAN tidak tersinggung karena dia bertanya dan membujuk berulang-ulang. Kalau orang benar masih ada sebesar “quota” yang diharapkan di Sodom dan Gomora, orang-orang fasik yang ada di sana pun menjadi tidak dimusnahkan/dilenyapkan.  Setiap kali Abraham mengajukan pertanyaan: apakah mereka akan dilenyapkan?, TUHAN menjawab, bahwa kalau ada orang benar sebanyak yang disebutkan Abraham, maka penduduk kota itu seluruhnya  tidak akan dilenyapkan. Terakhir, batas jumlah orang benar yang diajukjan Abraham hanya sepuluh orang. Dan TUHAN mengatakan bahwa apabila ada 10 orang benar di Sodom, maka penduduk Sodom tidak dilenyapkan. Rupanya jumlah 10 itulah batas minimal, yang dibutuhkan untuk menyelamatkan kota itu. Begitu berharganya dan begitu pentingnya ada sedikitnya sepuluh orang benar di suatu kota. Dengan adanya sepuluh orang itu, penghuni kota itu pasti tidak dimusnahkan. Bagaimana bisa itu terjadi?  Itu lumrah terjadi. Misalnya, satu dari sepuluh orang itu adalah Walikota tersebut, satu lagi wakil walikota, satu lagi ketua DPRD, satu lagi wakil ketua DPRD, satu lagi kepala Kejaksaan, satu lagi Ketua Pengadilan, satu lagi Komandan Kodim, satu lagi Kapolresta kota itu, satu lagi Kepala Adat kota itu, dan yang kesepuluh orang terkaya yang ada di kota itu. Kalau kesepuluh orang seperti ini di satu kota benar-benar sebagai orang benar (dalam arti yang seluas-luasnya), pasti kota itu tidak akan musnah/dimusnahkan. Karena kesepuluh orang tersebut dapat segera bertindak untuk mengarahkan seluruh penduduk kota itu berhenti melakukan dosa, dan kembali hidup sesuai  dengan aturan keagamaan, peradatan dan peraturan kota. Kalau penduduk kota itu segera sadar akan bahaya yang mengancam, yakni datangnya hujan belerang, mereka dapat dengan segera mengambil tindakan-tindakan untuk mencegah pemusnahan oleh hujan belerang tersebut. Mereka dapat mengambil langkah-langkah pertobatan. Langkah pertama misalnya: Dengan baik-baik datang menjumpai tamu yang masuk ke rumah Lot, dan menanyakan apa gerangan yang akan disampaikan kedua orang tersebut tentang penduduk kota tersebut. Langkah kedua, kalau kedua orang itu memberitahu bencana yang mengancam, mereka dapat segera bertindak, entah mengungsi, atau  membuat bungker perlindungan. Hal seperti itu terjadi di kalangan penduduk kota Niniwe, sewaktu Yunus datang memperingatkan, bahwa ada bahaya yang sedang mengancam, karena dosa-dosa penduduk Niniwe.  Tetapi waktu itu penduduk Sodom dan Gomora justru  semakin memperdalam keterperosokan mereka di dalam dosa yang sudah membuat bising telinga TUHAN. Hal itu tampak dari dialog  mereka dengan Lot, yang dicatat dalam Kej.19:5-7.  Tinggal hanya empat orang yang terhitung sebagai orang benar yang ada di kalangan penduduk Sodom dan Gomora (yakni Lot, isterinya dan dua orang putrinya). Mereka terdiri dari rakyat kecil, yang tidak punya pengaruh terhadap penduduk kota itu. Sehingga kehadiran mereka di kota itu tidak mencukupi untuk mencegah pemusnahan yang sedang diancamkan kepada Sodom dan Gomora. Kalau memang sudah terlalu sedikit jumlah orang benar, mereka (walaupun mereka adalah nabi-nabi) tidak akan mampu mencegah pemusnahan  penduduk orang berdosa. Yesus mampu seorang diri (jumlahnya kurang dari sepuluh) mencegah pemusanahan umat manusia, karena memang DIA adalah pemegang kekuasaan di sorga dan di bumi, dan mampu mengambil alih kepada dirinya pemusnahan itu dan segala konsekwensi.

TUHAN meninggalkan Abraham setelah memberi jaminan kepada Abraham, bahwa apabila ada sepuluh orang benar di Sodom dan Gomora, maka kota-kota itu dan penduduknya tidak akan dimusnahkan. Janji itu terus berlaku sampai sekarang. Kalau ada sedikitnya sepuluh orang benar di DKI, di Medan, di setiap kota yang ada di bumi ini, atau di setiap negara yang ada di dunia ini, di zaman sekarang, pasti penduduk kota itu/bumi tidak akan mengalami pemusnahan. Tetapi kesepuluhorang itu haruslah “orang kunci” (yang paling menentukan untuk kehidupan dan kelangsungan hidup manusia di kota/negara itu). Misalnya di satu negara: Presiden, Wakil Presiden, Panglima; Kepala Kepolisian, Ketua Mahkamah Agung, Ketua DPD, Ketua DPR, Ketua Mahkamah Konstintusi, Jaksa Agung, Orang terkaya di negara itu. Bila sepuluh orang ini benar-benar adalah orang benar, pasti negara itu selamat dari keruntuhan.

Tugas Huria Kristen adalah mengusahakan agar para petinggi-petinggi (orang-orang kunci) di suatu kota, kabupaten, propinsi, dan di negara, harus  benar-benar adalah orang benar, bukan orang yang suka dibenar-benarkan atau yang selalu membuat pembenaran terhadap/bagi dirinya sendiri.  Jadilah menjadi seorang dari sepuluh “orang kunci” di kota di mana kamu berada, dan usahakanlah sembilan orang lagi kawanmu yang dapat menjadi orang kunci di kota tersebut. Dengan sepuluh orang baik, satu kota atau satu negara dapat selamat dari bahaya kemusnahan.

  Pematangsiantar, 30 Juni 2016. Pdt. Langsung Maruli Sitorus (Pdt. LaMBaS).