MINGGU XI SETELAH TRINITAS, TGL. 8 AGUSTUS 2016, EVANGELIUM: KEJ 15:1-6
KEJADIAN
15:1 Kemudian
datanglah firman TUHAN kepada Abram dalam suatu penglihatan: "Janganlah
takut, Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar."
15:2 Abram
menjawab: "Ya Tuhan ALLAH, apakah yang akan Engkau berikan kepadaku,
karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi
rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik itu."
15:3 Lagi kata
Abram: "Engkau tidak memberikan kepadaku keturunan, sehingga seorang hambaku
nanti menjadi ahli warisku."
15:4 Tetapi
datanglah firman TUHAN kepadanya, demikian: "Orang ini tidak akan menjadi
ahli warismu, melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli
warismu."
15:5 Lalu TUHAN
membawa Abram ke luar serta berfirman: "Coba lihat ke langit, hitunglah
bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya." Maka firman-Nya
kepadanya: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu."
15:6 Lalu
percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya
sebagai kebenaran.
JANGANLAH TAKUT, AKULAH PERISAIMU; UPAHMU
AKAN SANGAT BESAR
1. Kitab
Beresyit (= Pada Mulanya) (dinamai juga: Genesis, Kejadian, 1 Musa, Pamukkaon) ditulis dengan maksud
terselubung untuk mencoba memaparkan peristiwa-peristiwa atau
kejadian-kejadian, yang dipercayai sebagai permulaan dari apa yang sedang ada,
sebagai kelanjutan dari yang terjadi dahulu, dan sedang dapat diamati oleh
penulis sedang terjadi pada masa hidup penulis kitab ini. Semua yang ditulis
dan diceritakan di dalam kitab ini hanya merupakan ungkapan iman (kepastian
berdasarkan iman) atau merupakan hal yang dipercayai demikian terjadinya.
Mengapa penulisnya berbuat demikian? Karena alat penelitian yang tersedia waktu
itu masih hanya iman. Dan definisi iman
itu sebagai alat penelitian tentang kepastian, barulah dirumuskan oleh penulis
kitab Ibrani (11:1: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan
dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.”). Kepastian iman selalu
terbuka untuk kepastian yang lebih pasti lagi.
Iman berkembang dan ilmu pasti pun berkembang. Oleh karena itu, temuan
iman tersebut tidak akan menolak temuan-temuan penelitian yang dihasilkan
dengan menggunakan alat penelitian yang lebih modern di bidang ilmu pasti atau
juga di bidang iman. Bahkan temuan iman yang didokumentasikan dalam kitab
Kejadian justru mendorong manusia di setiap zaman untuk melakukan penelitian
tentang permulaan dari apa yang sedang terjadi di masa peneliti itu hidup.
2. Dalam
kitab Kejadian tidak terpapar permulaan dari segala yang ada di zaman sekarang.
Hanya permulaan dari beberapa hal yang diceritakan. Itupun merupakan hal-hal
yang dianggap sebagai yang perlu diperhatikan manusia, agar manusia itu
benar-benar hidup sebagai manusia, terutama manusia yang menjadi bangsa pilihan
TUHAN Yahowa. Dalam kitab Kejadian itu dapat disimak: Siapa dibalik semua
permulaan; Permulaan adanya langit dan bumi berserta segala isinya; permulaan
manusia; permulaan pengetahuan manusia (yang dari TUHAN dan yang dari sesama
ciptaan); permulaan dosa manusia, permulaan pembuatan pakaian; permulaan hukum
dan penghukuman; permulaan kematian karena dosa dan permulaan kematian karena kehilangan
nyawa akibat pembunuhan; permulaan ibadah dan penyampaian persembahan;
permulaan kejahatan; permulaan silsilah; permulaan adanya pemusnahan; permulaan
adanya dewa-dewi/ilah-ilah; permulaan terseraknya manusia; permulaan bangsa
Israel (Abraham, Ishak, Yakub) dan permulaan kakek moyang Israel berada di
Mesir. Pemaparan permulaan-permulaan itu
selalu bersifat subjektif, bukan objektif. Subjektif artinya terbatas pada apa
yang disukai atau diimani dan arah pandang dan tujuan penulis. Objektif artinya terpapar sebagaimana adanya,
tanpa disaring oleh kesukaan, iman, arah pandang dan tujuan penulis. Tetapi
hukum alam penulisan unek-unek dan pendapat dari pencerita. Tetapi dalil ini
berlaku tentang objektifitas suatu cerita atau paparan adalah:
seobjektif-objektifnya dipaparkan suatu kejadian, paparan (cerita) tentang
kejadian itu selalu diwarnai oleh subjektifitas penulis, terutama oleh
keterbatasan kemampuan penulis memaparkan totalitas kejadian tersebut. Meragukan
kebenaran paparan hasil penelitian iman yang didokumenkan dalam kitab Kejadian,
bisa saja, tetapi kebenaran hasil penelitian iman itu jangan diganti dengan
hasil penelitian ilmiah (eksakta) yang diragukan kebenarannya, tetapi dengan
hasil penelitian ilmiah (ilmu pasti) yang kebenarannya tidak tergugat oleh apa
dan oleh siapapun. Misalnya, karena kepastian kebenarannya, TUHAN sendiri tidak
mampu menggugatnya. Apabila kebenaran sedemikian telah ditemukan, maka kebenaran
yang dipaparkan dalam kitab Kejadian berdasarkan temuan iman, pasti akan
menyerapnya. Sewaktu diajarkan
berdasarkan berita kitab Kejadian (Alkitab), bahwa matahari yang mengitari
bumi; lalu Copernicus dan Galilei menemukan kepastian bahwa bumi yang mengitari
matahari, dan TUHAN sendiri tidak bisa menggugat kebenaran yang ditemukan
Copernicus dan Galilei, pengajaran berdasarkan kebenaran iman yang ada di kitab
Kejadian (Alkitab) menyerap kebenaran mutlak yang ditemukan oleh Copernicus dan
Galilei. Kesimpulannya: Bukan Yahowa Allah yang salah memberitahu, tetapi
manusia yang salah mengajarkan tentang peredaran bumi dan matahari. Demikian
juga halnya, temuan iman yang dipaparkan dalam kitab Kejadian mengatakan bahwa
langit dan bumi diciptakan dalam enam hari (yom
= masa), dan temuan ilmu pasti mengatakan bahwa langit dan bumi tercipta
sendiri dalam waktu billiunan tahun yang lalu. Kedua temuan itu tidak menjadi
temuan yang saling membatalkan satu dengan yang lainnya, tetapi justru sebagai
temuan-temuan itu saling melengkapi. Iman berkembang, ilmu pasti berkembang,
dan sebaliknya. Kedua-duanya terus belajar untuk saling memahami. Terciptanya
alam semesta dengan sendirinya tidak menghilangkan otoritas Yahowa Allah sebagai
Pencipta alam semesta. Dibalik kemampuan mencipta sendiri masih ada lagi
“sesuatu”, yang disebut Kej.1 sebagai Allah. Kemampuan manusia menguraikan atau
memaparkannya yang menjadi persoalan.
3. Perikop
Kej.15:1-6 adalah bagian dari paparan tentang permulaan bangsa Israel dan
bangsa-bangsa yang bermula dari kakek moyang bangsa Israel dan permulaan
keturunan kakek moyang Israel berada di Mesir (Kej.12 -50). Di sana ada juga
ditemukan permulaan bangsa Edom, dan juga permulaan 12 Kerajaan yang dibentuk
oleh anak-anak Ismael (putra Abraham dari isterinya Hagar), dan permulaan orang
Asyur, keturunan Abraham dari isterinya Ketura. Ternyata berkat yang
disampaikan kepada Abraham bukan hanya berlaku bagi bangsa keturunan Ishak,
tetapi justru lebih besar bagi bangsa keturunan Ismael. Duabelas suku bangsa
Israel (yang menjadi satu dan kemudian menjadi dua kerajaan) jauh lebih
belakangan terberkati dibanding 12 anak Ismael yang masing-masing menjadi raja
di duabelas (kampung) kerajaan yang ada di daerah Hawila (timur Mesir)
hingga ke arah Assyur, daerah yang lebih luas dari negeri Israel Raya. Sewaktu
keturunan Ismael telah bertanah air, dan berkerajaan, keturunan Ishak masih
pengembara di negeri Kanaan. Di kitab Keluaran dan kitab Yosua diceritakan
bahwa keturunan yang disebut si cacing Jakub dan si ulat Israel (cucu-cucu
Abraham) (Yes.41:14) lebih 350 tahun
diperbudak di Mesir, dan 40 tahun mengembara di padang gurun tanpa negeri, lalu
mencaplok daerah Kanaan dan mengklaimnya sebagai tanah perjanjian, tanah yang
diberikan Yahowa Allah kepada mereka. Semua itu dipaparkan, agar para pembaca dapat mengetahui apakah dalam memulai
bangsa-bangsa yang menjadi keturunan Abraham terjadi “sala mandasor, gabe sega luhutan” (salah membuat dasar/fundasi
(permulaan), sehingga bangunan rusak), atau memang “tikkos do mandasor, ala ni i gabe gopos situtu luhutan” (benar dalam membuat
dasar/fundasi (permulaan), sehingga bangunan sungguh sangat kuat)? Dalam
Perjanjian Lama cerita tentang keturunan Abraham dari garis Ismael tidak berlanjut,
tetapi cerita tentang keturunan Abraham dari garis isterinya Sarai, yang
melahirkan Ishak (atau bangsa Israel), terus berkelanjutan. Cerita-cerita itu
mengajak pembacanya menilai apakah
memang manusia-manusia itu (keturunan Abraham) sendiri dalam perjalanan
sejarahnya berdiri di atas dasar yang sudah diletakkan oleh Yahowa Allah, atau
tidak? Dasar/fundasi (permulaan) yang diletakkan Yahowa Allah dalam memulai
bangsa-bangsa keturunan Abraham adalah janji berkat yang diberikan Yahowa Allah
kepada Abraham (Kej.12:2-3: “Aku akan
membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat
namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang
yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan
olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." Untuk pemenuhan
janji ini, sewaktu belum ada keturunan Abraham dan harapan Abraham tentang itu (adanya
keturunannya dari Sarah) sudah hampir pupus, Yahowa Allah mengikat janji dengan
Abraham (Kej.15). Isi janji itu: (1) ada keturunan Abraham sebanyak bintang di
langit; dan (2) ada tanah air (negeri tempat tinggal) bagi semua keturunan
Abraham. Itu merupakan upah yang sangat besar bagi Abraham. Dia menjadi bangsa yang besar melalui dua jalur,
yakni melalui jalur keturunan atas inisiatif
Abraham sendiri (yakni melalui keturunannya dari isterinya Hagar (mantan
budaknya) yang memperanakkan Ismael dan melalui keturunannya dari isterinya
Ketura yang memperanakkan Zimtran, Yoksan, Medan, Midian, Isybak, dan Suah),
dan melalui jalur keturunan atas inisiatif Yahowa Allah (yakni melalui keturunannya
dari isterinya Sarah yang melahirkan anaknya Ishak). Dalam Alkitab (terutama
Perjanjian Lama) tidak ada catatan tentang adanya perselisihan atau peperangan
antara keturunan Yakub (Israel) dengan bangsa-bangsa keturunan Ismael. Lain
ceritanya dengan hubungan Israel dan
Edom, maupun Samaria atau dengan orang Asyur (keturunan Dedan) (mereka pernah
saling berperang, walaupun dapat
dikatakan bahwa mereka masih dalam lingkup keturunan Abraham dari garis
keturunan Sarah dan dari Ketura).
Keturunan Ishak dan keturunan Ismael tidak pernah berperang atau saling
memerangi satu sama lain. Itu berarti, sepanjang sejarah kuno, dua garis
keturunan Abraham ini berada/berdampingan dalam hidup damai dan rukun, seperti
kakek moyang mereka Ishak dan Ismael yang rukun. Itu mungkin perlu diketahui
manusia zaman sekarang, agar pihak-pihak yang mengatakan dirinya “keturunan
Abraham” atau “penganut agama
abrahamistis” melestarikan damai dan kerukunan tersebut.
4. Rasa
takut seseorang timbul bukan hanya karena persoalan yang timbul dari dalam diri
manusia, tetapi juga karena persoalan yang datang dari luar dan menekan
kehidupan, keadaan dan jiwa seseorang
itu. Itu merupakan temuan iman dan temuan psikologi. Setelah Abraham
mematuhi perintah Yahowa Allah untuk pindah dari Ur-Kasdim (kampung kakek-moyangnya)
ke tanah yang akan ditunjukkan Yahowa kepadanya, dia mengembara ke tanah Kanaan, (Betel, Beersyeba, dll.) hingga
ke Mesir, kemudian kembali ke Kanaan, lalu
berdiam di dekat pohon-pohon tarbantin (hutan) di Mamre, dekat Hebron.
Dia mendirikan kemahnya di sana dan juga mezbah
bagi Yahowa. Di pengembaraan itu, dia mengalami tantangan. Di Mesir
Abraham mendustai Firaun di Mesir tentang isterinya Sarah, karena takut akan
dibunuh oleh raja Mesir itu. Di Kanaan, sewaktu Kedor-Laomer menawan Lot, kemenakannya,
Abraham berperang mengalahkan Kedor Laomer, sehingga dengan demikian
sudah mulai ada musuhnya. Abraham semakin kaya dan semakin kaya. Dia memiliki
banyak ternak, perak dan emas (Kej.13:2). Para pekerjanya sendiri sudah ada 318
orang yang turut memerangi Kedor Laomer (bd. Kej.14:14), selain yang tinggal di
kampung/ perkemahan menjaga ternak dan membantu Sarah. Namun demikian Abraham
belum memiliki negeri yang pasti, dan belum memiliki putra kandung dari
isterinya Sarah. Mau dikemanakan harta kekayaannya? Apakah Eliezer, orang
Damsyik, dan orang baik terhadap Abraham, menjadi pewaris harta kekayaan
Abraham? Hal-hal di atas membuat Abraham cemas dan takut, walaupun dalam banyak
hal mengalami kesuksesan, tetapi dalam beberapa hal masih belum mendapat titik
terang. Jiwanya cemas, lingkungannya dan
keadaan mengancam.
5. Dalam
keadaan gundah, cemas dan takut seperti itu, Yahowa menyampaikan firman-Nya
kepada Abraham melalui penglihatan. Yahowa masih belum menjumpai
Abraham secara langsung (seperti diceritakan dalam Kej.18). Penglihatan (Batak
Toba: alatan; Ibrani : maḥazeh; Inggris: vision-audition; Yunani: horamati;
Jerman: Gesicht). Dengan alat komunikasi
ini seseorang dapat melihat Yahowa berfirman dan sekaligus mendengar apa yang
difirmankan Yahowa. Metode penglihatan ini menginspirasi manusia menciptakan
alat komunikasi terhadap sesamanya, dan sekarang sudah sampai kepada tingkat
bisa melakukan video-call, orang yang
berkomunikasi bisa saling melihat dan mendengar apa yang dicakapkan, bahkan
sudah bisa video-call- tele-conference
(konferensi percakapan dengan saling melihat satu sama lain walaupun jarak
jauh). Tetapi metode/alat penglihatan
masih jauh lebih canggih dari alat komunikasi termodern ini. Karena tanpa
alat-alat modern seperti yang ada sekarang, dalam penglihatan, seseorang dapat
berkomunikasi jarak jauh dengan Yahowa, saling melihat dan saling mendengar apa
yang dicakapkan yang satu kepada yang lain. Yahowa dan temannya, yang berbicara
dalam penglihatan, saling tahu paswort
atau nomor kode komunikasi mereka masing-masing. Kalau manusia zaman sekarang
ingin berkomunikasi dengan Yahowa dalam penglihatan, silahkan dia memasukkan
dalam peralatan komunikasi yang ada di dalam dirinya (di tempat khusus dalam batinnya) paswort: iman kepada yahowa dalam yesus kristus. Paswort ini cukup
panjang, dan untuk itu silahkan perpanjang tempat penulisannya dalam alat
komunikasimu. Yang bersangkutan harus
luar biasa menjaga agar paswort ini jangan sampai terhapus dari alat
komunikasinya, sebab sifat paswort ini sangat mudah terhapus. Silahkan berjuang
sampai berhasil berkomunikasi, dan mendapat penglihatan.
6. “Janganlah
takut, Abram!”, demikian Yahowa menyapa Abram. Abraham tidak perlu takut berbincang dengan Yahowa. Abraham tidak perlu
takut terhadap tantangan hidupnya yang datang dari dunia sekitarnya. Abraham
tidak usah takut tentang masa depan kekayaannya. Abraham tidak usah takut
tentang belum adanya putranya. Abraham tidak usah takut karena belum ada
negerinya yang pasti. Sebab Yahowa akan memberi jawaban tentang semua yang
ditakutkan Abraham. “Aku perisaimu!”, kata Yahowa Allah kepada Abraham. (LAI-TB:
perisai; LAI-BT: lombulombu; Ibrani: magen; Yunani LXX: ego huperaspizo sou = saya melindungi engkau dengan perisai).
Perisai adalah alat yang dipegang di tangan dan digunakan melindungi diri
(terutama waktu berperang) sehingga panah, lembing atau pedang musuh tidak
menyentuh tubuh orang yang menggunakan perisai itu). Kalau Yahowa yang menjadi
perisai seseorang atau melindungi seseorang dengan perisai, pasti seseorang
itu selamat, segar bugar, dan panah,
lembing, pedang musuh pasti tidak tertusuk ke tubuh seseorang itu dan sengat
lebah pun, apalagi sengat Iblis tidak akan menusuk seseorang tersebut. Dari itu Paulus menganjurkan: “dalam segala
keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat
memadamkan semua panah api dari si jahat” (Ef.6:16). Menggunakan Yahowa sebagai
perisai, berarti beriman kepada Yahowa (Yesus Kristus). Karena Yahowa menjadi
perisai Abraham, maka Yahowa menegaskan kepada Abraham: “Upahmu sangat besar!”,
karena perisai itu dapat memadamkan semua panah api dari si jahat. Upah;
LAI-BT: upa; Ibrani: śekar;
Yunani-LXX: mistos; yaitu
sesuatu imbalan yang diperoleh karena kesetiaan dalam kerja atau dalam
perjanjian). Upah yang sudah dijanjikan Yahowa kepada Abraham: (1) berkat; (2)
menjadi bangsa yang besar (3) nama yang masyhur (4) menjadi berkat [nomor
(1)-(4) di Kej.12:2]; (5) keturunan Abraham seperti debu tanah banyaknya
(Kej.13:16); (6) tanah/negeri yang sejauh mana Abraham dapat memandangnya dari
tempatnya berdiri ke timur, selatan, barat, utara, menjadi negeri yang pasti
bagi Abraham dan keturunannya (Kej. 13:14-15). Mengingat semua janji Yahowa
Allah dan mendengar dari Yahowa bahwa upahnya (keberuntungannya) sangat besar,
Abraham protes kepada Yahowa. Abraham memang menemukan kekayaan yang luarbiasa dalam
kehidupannya, sehingga janji Yahowa itu tidak hanya kata-kata belaka (ndang holan hata), tetapi satu dari
janji itu, yang paling utama bagi Abraham, belum terpenuhi, yakni keturunan dan
negeri. Bagaimana menjadi bangsa yang sangat besar, bagaimana bisa keturunan
seperti benyaknya debu tanah, seorang putera pun belum lahir dari isterinya
satu-satunya?
7. Abram menjawab: "Ya Tuhan ALLAH, apakah
yang akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak
mempunyai anak, dan yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik
itu." Lagi kata Abram: "Engkau tidak memberikan kepadaku keturunan,
sehingga seorang hambaku nanti menjadi ahli warisku." (Kej.15:2-3). Jarak
waktu peristiwa Kej.12 (pemanggilan Abram) hingga menetap di Mamre (Kej.13) dan
peristiwa komunikasi melalui penglihatan ini, sudah ada 10 (sepuluh tahun) [dari umur Abraham 75 tahun (Kej.12:4) hingga dia berumur 85 tahun (setahun sebelum
kelahiran Ismael)]. Karena sudah menanti sepuluh tahun dalam umur yang sudah
mulai uzur, bahkan sampai Sarah sudah menopause (tidak haid lagi), dan kematian
karena lanjut-umur sudah semakin mendekat, muncullah protes ini langsung kepada
Yahowa Allah. Meninggal tanpa putera kandung, merupakan kesialan yang luar
biasa bagi kaum Semitis. Kalau Abraham meninggal tanpa putera kandung, itu
membuat Yahowa juga menjadi pendusta, maka Abraham mengajukan kekesalannya
kepada Yahowa. Di kalangan kaum Semitis, adalah peradaban yang benar, apabila
seorang kepala keluarga meninggal tanpa memiliki putera kandung, maka dia
berhak menetapkan hambanya yang terbaik mewarisi semua harta kekayaan
peninggalannya. Dalam kekesalannya itu, Abraham sebenarnya ingin mendapat restu
dari Yahowa, apakah dia sudah dapat secara resmi membuat surat warisan
mewariskan segala harta miliknya kepada Eliezer, hambanya yang terbaik di
rumahnya: “Apakah yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik itu?”, itu pertanyaan Abraham kepada Yahowa. “Engkau
tidak memberikan kepadaku keturunan, sehingga seorang hambaku nanti menjadi
ahli warisku,” itu pendapat yang pasti dari Abraham, dan dia ingin mendapat
restu tentang hal itu dari Yahowa, Allahnya. Apabila restu itu diperoleh, maka Abraham akan
mengatur segala sesuatunya untuk membuat perjanjian dan pengadopsian hambanya
itu menjadi putera baginya, dan mengumumkan bahwa hambanya itulah yang menjadi
pewaris semua harta kekayaan peninggalannya. Abraham mencari jalan keluar untuk
melestarikan keberuntungan (upah) hidupnya, yang telah diberikan Yahowa
kepadanya. Memang kalau sudah pasti bahwa sampai akhir hayatnya Abraham tidak
mempunyai putera atau puteri kandung, jalan pewarisan seperti ini yang harus
ditempuh Abraham, dan itu sah menurut hukum yang berlaku di tengah masyarakat
semitis. Memang di balik pewarisan seperti itu, yang sekaligus sebagai meterai
janji bahwa orang yang diadopsi itu menjadi penerus keturunan ayah yang
mengadopsi, masih ada kekuatiran, apakah dia setia selamanya dengan janjinya,
atau nanti akan menyangkalnya, dan dia hanya ingin mendapat kekayaan itu saja,
tetapi tugas meneruskan keturunan ayah yang mengadopsinya dilupakannya! Di
tengah orang Batak Toba, harta kekayaan peninggalan satu keluarga yang “punu” (meninggal tanpa keturunan, baik
putera atau puteri) akan diwariskan/diwarisi oleh saudara kandung atau putera
daripada saudara kandung dari kepala keluarga (bapa) yang punu tersebut. Hatoban (budak)
orang Batak Toba tidak akan pernah mewarisi harta tuannya dan tidak pernah ditentukan untuk meneruskan
keturunan daripada tuannya yang punu.
Sebab kalau sempat demikian, maka
keturunan yang diteruskan hatoban tersebut,
akan tetap selamanya sebagai hatoban,
suatu status yang tidak diinginkan oleh orang Batak Toba. Bagi kaum semitis,
seorang hamba yang diangkat menjadi pewaris dan penerus keturunan, status
“kehambaan” atau statusnya sebagai budak akan dengan sendirinya hilang/terhapus dan seluruh kaum semistis harus menerima dan
memperlakukannya sebagai yang berstatus sederajat dengan mereka. Nama tuannya harus digunakannya selamanya hingga ke
keturunan-keturunannya, dan namanya sebagai hamba (budak) harus lenyap
selamanya. Abraham minta restu dari Yahowa, apakah sudah bisa melakukan
demikian? Tetapi Yahowa memberi jawaban sesuai dengan rencana Yahowa sendiri.
8. Tetapi datanglah firman TUHAN kepadanya,
demikian: "Orang ini tidak akan menjadi ahli warismu, melainkan anak
kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu." (Kej.15:4). Tuhan
merancang keturunan Abraham tidak dari seorang hamba Abraham yang bisa
diangkatnya menjadi pewarisnya. Keturunan Abraham harus dari anak kandungnya
sendiri, yang lahir dari isterinya yang sah. Putera-putera dari isterinya yang
sah itulah yang menjadi ahli waris Abraham. Isteri Abraham satu-satunya waktu
itu adalah Sarai (yang kemudian bernama Sarah). Abraham tahu bahwa isterinya
sudah menopause yang dari sudut
pengetahuan manusia dipastikan bahwa kandungannya tidak lagi memproduksi sel
telor, sehingga tidak haid lagi, karena sel telor itu tidak dibuahi. Sarai,
isteri Abraham juga tahu keadaan dirinya yang sudah demikian. Abraham tahu
tentang dirinya, sebagai seorang
laki-laki yang masih produktif, masih bisa membuahi sel telor isterinya
kalau masih ada. Tetapi sel telor itulah yang tidak lagi diproduksi rahim
Sarai, jadi tidak mungkin dibuahi. Lalu bagaimana mungkin Sarai mengandung
(memberi keturunan bagi Abraham) kalau Sarai tidak mungkin lagi mengandung
(hamil)? Yahowa tidak memberi cara mengatasi pergumulan yang sedang terjadi
dalam diri Abram (Abraham) dan Sarai
(Sarah). Yahowa hanya memberi kepastian, bahwa usul-pertanyaan Abraham tentang ahli
warisnya, ditolak oleh Yahowa. Ahli waris Abraham pasti adalah anak kandung
Abraham sendiri. Abraham dituntut, agar yakin atau tidak. Abraham lebih
beruntung kalau yakin daripada tidak yakin.
9. Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta
berfirman: "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau
dapat menghitungnya." Maka firman-Nya kepadanya: "Demikianlah
banyaknya nanti keturunanmu." (Kej.15:5). Dari ayat ini ketahuan bahwa
penglihatan itu dialami oleh Abraham sewaktu malam hari. Karena di malam
harilah dan sewaktu langit cerah, maka bintang-bintang di langit dapat dilihat.
Kembali Yahowa menegaskan tentang banyaknya keturunan Abraham. Kalau sebelumnya
dikatakan keturunannya itu sebanyak debu
tanah, sekarang dikatakan sebanyak bintang-bintang di langit. Waktu itu Abraham
tidak berada di tepi pantai, sehingga tidak dikatakan kepadanya bahwa
keturunannya sebanyak pasir di sepanjang tepi pantai. Dengan disuruh melihat
bintang-bintang di langit, Abraham diajak untuk menggantungkan cita-citanya
memiliki keturunan sampai ke langit. Bintang di langit tidak terhitung
banyaknya. Sampai sekarang pun, dengan peralatan teleskop tercanggih yang sudah
diciptakan manusia dan yang ditempatkan di bumi dan di angkasa (di luar orbit
bumi), manusia belum berhasil menghitung berapa banyak bintang di langit alam
semesta. Bintang di langit bisa di lihat dari tempat manapun di bumi ini. Dengan janji ini, juga hendak dikatakan bahwa
keturunan Abraham bukan hanya sebanyak bintang di langit, tetapi juga dapat
“dilihat” di (dari) tempat manapun yang ada di bumi ini. Kehadiran mereka (keturunan
Abraham itu) di semua tempat manusia di bumi ini adalah dalam rangka agar
mereka menjadi berkat bagi bangsa-bangsa yang ada di sekitar mereka. Kalau
matahari sedang tenggelam, maka bintang-bintang itu memberi penerangan kepada
bumi. Kalau penduduk bumi (bangsa-bangsa) mengalami “kegelapan”, keturunan
Abraham harus memberi terang kepada bangsa-bangsa itu. Jadi bukan hanya Abraham
yang perlu disenangkan, tetapi rencana Yahowa melalui keturunan Abraham juga
harus terpenuhi, yakni “memberikan berkat bagi semua bangsa-bangsa, tanpa
kecuali”. Janji akan adanya keturunan sebanyak itu merupakan hal yang
mengejutkan, dan menuntut agar berpikir keras bagaimana bisa meyakininya dan
bagaimana bisa merealisasinya, di kala isteri sudah mandul dan status masih
“mengembara”, tiada negeri (tanah air) sebagai tempat tinggal menetap. Orang
bisa kaya-raya, tetapi kalau tidak ada dua hal ini (keturunan dan tanah air),
untuk apa kehidupan itu. Di waktu Abraham mengalami penglihatan ini, Yahowa
tidak hanya menjanjikan keturunan bagi Abraham, tetapi Yahowa juga semakin
menegaskan daerah mana yang menjadi negeri (tanah air) bagi Abraham dan
keturunannya (Kej.15:18-21: Pada hari berikutnya Yahowa mengadakan perjanjian
dengan Abram serta berfirman: "Kepada keturunan-mulah Kuberikan negeri
ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat:
yakni tanah orang Keni, orang Kenas, orang Kadmon, orang Het, orang Feris,
orang Refaim, orang Amori, orang Kanaan, orang Girgasi dan orang Yebus
itu."). (Inilah penegasan awal (permulaan) tanah air yang konkrit bagi
keturunan Abraham). Keturunan Abraham dijanjikan hidup bersama dengan
bangsa-bangsa ini, setanah air dengan mereka, dan membangun kemanusiaan
bersama-sama dengan mereka semua, bukan melenyapkan bangsa-bangsa tersebut. Dua
hal yang sangat utama diperlukan Abraham dijanjikan Yahowa akan dimiliki oleh
Abraham dan terutama oleh keturunan-keturunannya. Tetapi modal pertama dan
utama agar hal yang dua itu dapat terealisasi, adalah percaya dan memperhitungkan
janji yang diterima itu sebagai kebenaran, dan dari itu meningkat menjadi
keimanan.
10. Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka
TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.(Kej.15:6). Bila
seseorang (sekumpulan orang) memegang suatu “pernyataan” atau “janji” menjadi
kebenaran, itu mendorong seseorang (orang-orang itu) bekerja dalam kebenaran
itu. Setelah Soekarno dan Muhammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
tanggal 17 Agustus 1945, seluruh penduduk Hindia Belanda (yang dengan
proklamasi itu sudah diberi nama Indonesia) menerima bunyi proklamasi itu
sebagai kebenaran. Lalu seluruh penduduk Indonesia yang sudah mengetahuinya dan
menerimanya sebagai kebenaran berjuang habis-habisan agar kebenaran itu
teralisasi di daerah tempat mereka masing-masing berada. Belanda tidak
diizinkan lagi kembali datang menjajah Indonesia. Terjadilah perang
kemerdekaan, sampai Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengakui kebenaran itu.
Yahowa
memperhitungkan apa yang dikatakan-Nya kepada Abraham sebagai kebenaran, maka
Yahowa bekerja di dalam kebenaran yang dipegang-Nya itu. Abraham menyambutnya
dengan “percaya dan bekerja dalam kebenaran itu. Maka Abraham dan Sarai bekerja
sama merencanakan “membuat keturunan” yang resmi bagi Abraham melalui hamba
mereka yang bernama Hagar. Sarai menyetujui Abraham menyetubuhi (kawin dengan)
Hagar agar ada benih keturunan yang benar-benar sebagai putera bagi Abraham. Adanya
Ismael dan keturunannya adalah dalam rangka pemenuhan janji Yahowa bahwa
Abraham akan mempunyai keturunan sebanyak debu tanah atau sebanyak bintang di
langit. Tetapi pemenuhan janji Yahowa ini dilakukan dengan inisiatif sendiri
daripada Abraham dan Sarai; demikian
juga keturunan Abraham dari isterinya Ketura. Yahowa menginginkan agar ada keturunan
Abraham atas inisiatif Yahowa juga. Apa yang dipercayai Abraham tidak cukup
direalisasi dengan inisiatifnya sendiri, tetapi juga harus direalisasi dalam
inisiatif Yahowa. Dari itu jalan terbaik bagi Abraham dan bagi keturunannya,
akan tampak dan nikmat.
11. Janji
Yahowa kepada Abraham berlangsung terus hingga ke zaman bangsa Yahudi di masa
Yesus Kristus, keturunan-keturunan Abraham, menurut garis keturunan melalui
isterinya Sarah. Keturunan Abraham sudah seperti banyaknya bintang di langit,
yakni tidak terhitung banyaknya. Janji berkat dan menjadi berkat bagi seluruh
bangsa-bangsa juga terus berjalan seiring dengan waktu. Berkat itu hendak
dibagi-bagikan dengan kampanye “keselamatan” yang diajarkan oleh dan dalam
Perjanjian Lama (mungkin juga dalam al-Qur’an). Di zaman Yesus, bangsa Yahudi - berdasarkan agamanya dan pemahaman mereka
terhadap isi Perjanjian Lama – berusaha menyebarkan jalan keselamatan itu
dengan cara proselitisme dan setiap orang Yahudi (yang percaya kepada Yahowa
Allah) dapat memperoleh keselamatan dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik
atau melakukan tuntutan-tuntutan hukum Taurat. Jalan keselamatan ini terkenal
dengan jalan keselamatan atas inisiatif pengikut agama Yahowa, yang ikut dalam janji menjadi
berkat bagi seluruh bangsa-bangsa. Tetapi Yahowa membuka jalan keselamatan
melalui inisiatif-Nya sendiri. Dia mengutus
Anak-Nya yang Tunggal, Yesus Kristus, datang ke dunia, supaya orang yang
percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal. Ini
merupakan jalan yang sangat lain dari yang dikenal oleh manusia beragama
sepanjang masa (dari dulu hingga sekarang), sehingga banyak sekali
musuh-musuhnya. Kepada Yesus yang diutus-Nya itu dikatakan: Jangan takut, Aku
perisaimu!, Upahmu sangat besar!, walaupun tidak sama kata-katanya. (bandingkan
kata-kata yang diucapkan Simeon tentang Yesus, Sang Bayi Kudus, yang dibawa ke
Bait Allah di Yerusalem: “...mataku telah melihat keselamatan yang dari
pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang
menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu,
Israel." "Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau
membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang
menimbulkan perbantahan dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri --,
supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang." (Luk.2:28-35). Kepada Abraham dijanjikan banyak sekali
keturunan. Kepada Yesus Kristus dijanjikan akan banyak sekali bangsa-bangsa
yang mendapat keselamatan, dan Dia menjadi terang bagi bangsa-bangsa lain dan
menjadi kemuliaan bagi umat Israel. Dalam pemenuhan janji-Nya Yahowa menjadi
perisai bagi Yesus Kristus. Upahnya sangat besar, yakni bahwa kepada-Nya telah
diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi (Mat.28:18). Yahowa memberikan
janji keselamatan kepada seluruh keturunan Abraham, sehingga mereka semua
menjadi berkat bagi bangsa-bangsa yang ada di dunia. Itu merupakan suatu
kebenaran bagi Yahowa dan menjadi
kebenaran iman bagi seluruh keturunan Abraham. Dari kalangan keturunan Abraham
yang ada sekarang, ada yang terus menerus berusaha merealisasikan janji
keselamatan itu dengan inisiatif sendiri, lalu membangun “agama amal jasa”. Dan
ada sebagian dari keturunan Abraham ini yang menempuh jalan keselamatan yang
direalisasikan dengan inisiatif Yahowa sendiri, lalu membangun “agama anugerah
Yahowa saja”. Ada juga sebagian dari keturunan Abraham itu yang berpegang pada
dan berjalan di jalan anugerah keselamatan, lalu bergiat dalam kehidupan penuh
amal-bakti, dan mereka membangun “agama integrasi anugerah keselamatan dan amal –bakti”. Kepada seluruh umat keturunan Abraham (yang
menjadi keturunan secara silsilah/jasmani dan secara rohani) Yahowa telah memberikan
janji keselamatan dan berkat. Sekarang diserahkan kepada setiap orang dari
mereka, jalan mana yang akan ditempuhnya untuk merealisasikannya. Pada
dasarnya, keselamatan adalah anugerah, sedangkan berkat harus tampak dalam dan
melalui amal-bakti. Amen.
PS.,
28/7-2016.Pdt. LaMBaS,