MINGGU ADVENT KEDUA TGL. 4 DESEMBER 2016, EVANGELIUM: ROMA 15:4-13
ROMA
15:4 Sebab segala
sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita,
supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan
dari Kitab Suci.
15:5 Semoga
Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan
kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus,
15:6 sehingga
dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita,
Yesus Kristus.
15:7 Sebab itu
terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita,
untuk kemuliaan Allah.
15:8 Yang aku
maksudkan ialah, bahwa oleh karena kebenaran Allah Kristus telah menjadi
pelayan orang-orang bersunat untuk mengokohkan janji yang telah diberikan-Nya
kepada nenek moyang kita,
15:9 dan untuk
memungkinkan bangsa-bangsa, supaya mereka memuliakan Allah karena rahmat-Nya,
seperti ada tertulis: "Sebab itu aku akan memuliakan Engkau di antara
bangsa-bangsa dan menyanyikan mazmur bagi nama-Mu."
15:10 Dan
selanjutnya: "Bersukacitalah, hai bangsa-bangsa, dengan umat-Nya."
15:11 Dan lagi:
"Pujilah Tuhan, hai kamu semua bangsa-bangsa, dan biarlah segala suku
bangsa memuji Dia."
15:12 Dan
selanjutnya kata Yesaya: "Taruk dari pangkal Isai akan terbit, dan Ia akan
bangkit untuk memerintah bangsa-bangsa, dan kepada-Nyalah bangsa-bangsa akan
menaruh harapan."
15:13 Semoga
Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai
sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah
dalam pengharapan.
BERSUKACITALAH,
HAI BANGSA-BANGSA DENGAN UMAT TUHAN
1.



Roma, ibukota kekaisaran yang sangat
kuat dan telah menjadi negara adikuasa pada waktu itu dan sangat keras
menundukkan semua daerah jajahan mereka, termasuk Yudea dan Samaria. Setiap
kelompok yang dianggap sebagai perongrong kekaisaran Romawi dibasmi oleh
tentara Romawi yang terkenal biadab. Isu melawan kaisar, digunakan para
Sanhedrin, tua-tua Yahudi, ahli Taurat, Farisi dan Saduki, mengadukan Yesus kepada
Pilatus, kepala pemerintahan Romawi yang membawahi daerah Yudea/Yerusalem,
sehingga Yesus ditangkap, disiksa, dihukum mati, disalibkan. Tidak hanya itu,
Yahudi yang anti-Yesus dan anti Kristen (anti pengikut Kristus) mengadukan
orang Kristen sebagai pengacau negara Romawi, sehingga umat Kristen itu diburon
di mana-mana. Mereka harus bersembunyi di katakombe-katakombe. Mereka tidak
bisa terang-terangan menunjukkan diri sebagai Kristen. Mereka harus
mengembangkan bahasa simbol untuk dapat mengetahui kawan atau lawan ( ikhthus). Mereka sangat minoritas. Dalam
situasi kehidupan yang demikian, justru semua pengikut Yesus yang setia, bertekad
agar seluruh penduduk kekaisaran Romawi menjadi pengikut Yesus; agar istana
kaisar diduduki oleh pengikut Yesus; agar hukum-hukum Kristus diberlakukan di
seantero kekaisaran Romawi. Semangat mereka tidak terpadamkan. Walau banyak di
antara pengikut Yesus menjadi murtad karena tidak tahan terhadap tekanan orang
Yahudi (agama bersyariah) yang sangat berpengaruh dan tekanan pemerintah Romawi
yang pro-Yahudi, para pengikut Yesus yang setia semakin gigih memberitakan
Injil, membuat para anti-Kristen menjadi pro-Kristen dan menjadi pengikut
Yesus. Mereka mengasihi musuh-musuh mereka, sehingga menjadi kawan dan pembela
mereka. Para pengikut Yesus yang setia benar-benar menyadari dan mempraktekkan
perlunya kesepadanan kata dan perbuatan, keteguhan iman, kasih dan pengharapan
walau bagaimana beratnya tantanga. Semakin disadari perlunya persatuan dan
kesatuan, walaupun mereka terdiri dari berbagai bangsa dan latar-belakang
hidup. Rasul Paulus terus mendorong umat
Kristen Roma, agar benar-benar menjadi alat TUHAN memenangkan ibukota
kekaisaran Romawi untuk Kristus. Dia yakin, lambat atau cepat, pasti itu
berhasil. Benih Firman TUHAN yang telah berkecambah harus dipelihara dalam iman
dan perbuatan. Tubuh Kristus, atau jemaat, yang masih ibarat bayi mungil yang lahir
di Roma, harus diurus agar bertumbuh dengan sehat dan penuh tanggungjawab.
Memang hasil pekerjaan rasul Petrus dan rasul Paulus setelah ratusan tahun tampak
lebat dan dampaknya adalah hampir sudah “duaribu tahun kota Roma bisa menjadi
ibukota Kerajaan Kristus.” Di abad 21 dan seterusnya, kejayaan Kerajaan Kristus
harus semakin nyata lagi. Tahta di
Riadh, Jakarta, Kualalumpur, Tripoli, Damaskus, Teheran, Kairo, London, Paris,
Moskow, Beijing, Yerusalem, New Delhi, Tokyo, suatu waktu kelak harus diduduki
oleh Pengikut Yesus yang setia. Itulah salah satu butir dari pengharapan umat
Kristen. Mengapa? Karena tampaknya dunia ini semakin tidak beres, semakin
tercerai-berai, dan separatisme (atas nama agama, bangsa, politik dan budaya)
semakin kuat, kalau para pengikut Yesus Kristus tidak menjadi kepala (Ul.28:13) di setiap negeri,
sebagaimana diinginkan oleh TUHAN Yesus Kristus. Persiapan dan pekerjaan untuk
itu harus terus digalang oleh semua pengikut Yesus yang hidup sekarang. Masa advent ini merupakan kesempatan
mengevaluasi sudah sampai di mana umat Kristen, dan menemukan apa lagi yang
harus dilakukan, sehingga Kristus benar-benar menang (datang/advent) di dunia
ini. Pemuda Kristen harus bergerak, seperti Paulus, pemuda yang sangat tangguh
sampai hari tuanya.




2.
Kepada jemaat Roma, Paulus menasihatkan agar yang kuat wajib menanggung kelemahan
orang yang tidak kuat, wajib membuat kesenangan sesama Kristen demi kebaikan
dan pembangunan yang bersangkutan (bd. ayat 1-3). Senada dengan itu sudah
dikenal orang Batak Toba, dengan menasihatkan agar semua umat Kristen dari
semua Huria/Gereja mau “masiaminaminan
songon lappak ni gaol; masitukkoltukkolan songon suhat di robean” (saling
lapis melapisi seperti pelepah pohon pisang; saling topang-menopang seperti tanaman
talas (olocasia esculenta; keladi) yang tumbuh di dataran terbuka). Yang paling lemah daripada batang
pisang adalah bagian terdalamnya (inti batang/hukkam, unok), yang dari sana nantinya muncul buah pisang. Kalau
pelepahnya pohon pisang itu tidak melapis-lapisnya dengan erat dan kuat dari
luar, inti batang yang di tengah batang itu pasti patah; dan apabila demikian,
pisang itu pasti mati percuma. Pelepah-pelepah itu harus menanggung kelemahan
inti batang pisang yang lemah itu, baru berhasil. Tangkai daun talas bisa
sepanjang 80 cm, apabila tumbuh rapat di dataran luas yang subur. Angin kencang
bisa saja menerpanya, yang bisa saja membuat tangkai-tangkai daun itu
berpatahan. Dan apabila tangkai-tangkai daun itu berpatahan, maka umbi talas
yang ada di dalam tanah akan rusak, dan menjadi
tidak enak untuk digunakan manusia sebagai bahan makanan. Talas bercita-cita
agar umbinya enak dimakan manusia, maka talas-talas itu menjaga tangkai-tangkai
daunnya tidak patah, walau angin kencang datang menerpa. Caranya:
tangkai-tangkai daun talas-talas itu saling topang-menopang, dan daunnya yang
lebar menghempang angin turun ke bawah daun itu, sehingga tidak mematahkan
tangkai-tangkai daun tersebut. Talas yang saling menopang itu berhasil. Angin
kencang yang menerpa, lewat dari atas daun, tanpa mencederai tangkai daun talas-talas
itu. Kalau tanaman (pisang dan talas) tahu berbuat begitu, apalagi lah manusia
pengikut TUHAN Yesus Kristus. Apabila memang bukan untuk menghasilkan buah,
untuk apa saling lapis-melapisi atau saling topang menopang. Huria Kristen
harus berbuah, maka harus saling melapis-lapisi dan saling menopang. Buah yang
diharapkan adalah: memenangkan sebanyak mungkin manusia menjadi pengikut TUHAN
Yesus Kristus; dan agar semua umat manusia –tanpa kecuali - dapat mencicipi
kehidupan yang terbaik. Maka jangan biarkan orang seperti Ahok, Luhut, Jokowi, jatuh
kepada kesendirian. Mereka harus dilapisi, dibentengi, ditopang. Demikian juga
terhadap pendeta, praeses, bishop, sebab mereka harus berbuah yang baik.
3.
Apa yang ditulis dalam Perjanjian Lama, dan apa
yang baik dari “kearifan lokal”, semuanya menjadi pelajaran bagi umat TUHAN.
Tujuannya agar umat TUHAN tidak mau goyah, melainkan teguh; tidak mau patah,
melainkan kenyal dalam mengharap dan dalam bertekun bekerja, memberitakan Injil
dengan kata dan perbuatan. Kitab Suci
berisi nasihat-nasihat yang mendorong pengikut TUHAN tekun dalam
tugas-tugasnya, dan bermuatan kata-kata yang menghibur, apabila umat Kristen
mengalami pergumulan-pergumulan berat. Ketekunan dan penghiburan yang
terkandung dalam Kitab Suci itu bersumber dari TUHAN Allah, sehingga semuanya
itu dapat terandalkan untuk menjawab tantangan-tantangan yang menghadang, dan
untuk meraih apa yang diharapkan. TUHAN Yahowa bukan hanya memberikan ketekunan
dan penghiburan, tetapi juga mengaruniakan kerukunan
di kalangan para pengikut-Nya. Tekun berharap dan tekun bekerja serta terhibur
dalam pergumulan berat, itu bisa dilakukan dan dinikmati sendiri-sendiri oleh
setiap pengikut Yesus, pribadi lepas
pribadi. Tetapi TUHAN tidak menginginkan pengikut-Nya menjadi individualis
egoistik, tetapi menjadi individu-individu yang sosialis-hemeistik
[bermasyarakat-kitaistik (yang selalu memperhatikan teman sesamanya yang
tergabung dalam apa yang disebut “kita” (hemeis),
bukan hanya ‘saya’ atau “kami”]. Untuk itulah makanya Paulus berharap agar
TUHAN yang menjadi sumber ketekunan dan penghiburan itu mengaruniakan kerukunan
kepada umat Kristen (pengikut Yesus)
yang ada di Roma. Kerukunan adalah keadaan sedang tidak bertengkar, tidak
ribet, tidak berkelahi, tidak berselisih, tidak saling menjelekkan; tetapi
manusia-manusia yang rukun itu berada dalam keadaan dapat saling menerima, saling memahami, damai
satu sama lain, saling membantu, saling menopang, saling memaafkan, berlomba
saling membuat yang terbaik bagi sesamanya. Kerukunan keluarga berkembang menjadi
kerukunan bertetangga, berkembang menjadi
kerukunan sekampung, lalu berkembang menjadi kerukunan masyarakat. Kerukunan internal jemaah, berkembang menjadi
kerukunan antar suku, kerukunan antar umat beragama, kerukunan antar bangsa. Kerukunan
sangat dibutuhkan untuk Injil Yesus Kristus. Sirnanya kerukunan di kalangan
jemaat Kristus, membuat para pengikut Yesus tumpul dalam memberitakan kebenaran
Injil Kristus. Perhatikanlah: Di suatu kampung berdiri satu jemaat dari Huria
X. Hanya jemaat itu pada mulanya satu-satunya kumpulan orang Kristen di kampung
tersebut. Anggotanya ada empat puluh keluarga. Tetapi entah kenapa, para sintua
di jemaat itu berselisih, mulai ribut, dan tidak ada bulan yang tidak diisi
dengan pertengkaran. Mengapa mereka begitu, karena mereka tidak menjalankan
nasihat Yesus Kristus. Lalu jemaat itu pecah, dan di kampung itu berdirilah
jemaat Kristen dari sekte P (sepuluh keluarga). Kemudian di Huria X terjadi
lagi perselisihan, lalu jemaat itu pecah, dan berdirilah satu lagi jemaat
Kristen dari sekte K (sepuluh keluarga). Demikian jemaat X sampai lima kali
pecah dan hasilnya ada lima jemaat lain yang sekte-sektenya berbeda-beda
(masing-masing lima atau tujuh keluarga). Di jemaat X tinggal hanya empat
keluarga. Datang lah seseorang hendak
mengunjungi jemaat X di kampung itu, dan bertanya kepada orang yang ada di
pinggir jalan: Di mana kira-kira jemaat X di kampung itu berada? Lalu orang
yang ditanya itu berkata: “Oh jemaat yang selalu bertengkar itu, ya? (Huria parbada-bada i do?). Jangan pergi
ke sana, agar penyakit pertengkaran dan perselisihan mereka tidak menular sama
kalian!,” katanya. “Anggotanya tinggal empat keluarga lagi. Mereka yang menjadi
biang kerok ketidak rukunan di kampung kami,” kata orang yang ditanya. Orang
yang bertanya menjadi terkejut. Entahlah siapa yang menjadi biang kerok
ketidak-rukunan jemaat X itu. Yang jelasnya, setiap kumpulan yang pecah dari
jemaat X, tidak bergabung dengan jemaat sekte-sekte yang sudah ada, tetapi
mendirikan jemaat sekte yang lain. Itu pertanda, bahwa keluarga-keluarga yang
keluar dari jemaat X akibat ketidak rukunan mereka, tidak bisa juga rukun
dengan orang yang sudah duluan keluar (pergi) dari jemaat X dan bergabung
dengan mereka, tetapi mereka mendirikan jemaat sekte baru. Perpecahan jemaat X
sampai lima kali, tidak menghasilkan kerukunan di kalangan keluarga-keluarga
yang sudah keluar dari jemaat X. Jadi mereka semua juga biang kerok
ketidak-rukunan, dan terhitung sebagai orang-orang yang tidak mau saling
mengampuni, tidak mau saling memaafkan. Mereka mampu hanya saling mengutuki,
doanya pun jadi kutuk kepada kelompok yang di luar kelompoknya. Mereka semua
adalah umat Kristen yang buahnya “lapung”
(kosong, tidak bernas). Mentalitas Kristen Batak Toba yang sedemikian, membuat
begitu banyak denominasi gereja, yang sangat sulit untuk menyatu kembali, dan keadaan
ini akan menghancurkan semua gereja/huria orang Batak. Masing-masing denominasi
itu menjadi tumpul memberitakan Injil, dan pemberitaan Injil yang dilakukan
masing-masing hanya “untuk kalangan sendiri” mereka masing-masing. Penganut
agama non-Kristen menjadi sangat mudah menggerogoti mereka. Kalau begitu terus,
maka gereja nantinya hanya tinggal gedungnya. Ngeri, bah.
Demi pengembangan Kerajaan Kristus di bumi, begitu penting adanya
kerukunan di dalam jemaat, di kalangan umat Kristen, dan kerukunan mereka harus
menjadi teladan bagi seluruh umat manusia, sehingga mereka menjadi turut dalam
arak-arakan manusia yang rukun. Kerukunan itu harus sesuai dengan kehendak
Kristus Yesus. Biarlah semua pengikut Yesus yang hidup sekarang mengevaluasi
apakah memang kerukunan antar denominasi gereja, antar sekte, dengan adanya
DGD, WARC, CCA, LWF, UEM, PGI, PGPI, PGLII, PGMI, PGTI, Bamag, BKAG, Bamag
Nasional, Katolik, Kharismatik, MUKI, sudah tercapai atau semua pengikut Yesus
Kristus sudah rukun? Belum tentu! Kenyataannya, akar pertengkaran dibiarkan
tetap ada, dan buah pertengkaran itu juga dipelihara. Mungkin ada orang
berkata: “Itu semua hanya merupakan seni mengikut Yesus Kristus.” Ya, bolehlah
itu dikatakan “seni”. Tetapi seni itu
jangan sampai menunjukkan bahwa para sekte umat Kristen atau semua pengikut
Yesus tidak satu hati atau tidak satu suara memuliakan Allah dan Bapa Tuhan
Yesus Kristus. Semua seni mengikut Yesus harus benar-benar menunjukkan bahwa
semua umat Kristen satu hati dan satu
suara memuliakan TUHAN Yesus Kristus.
4.
Agar orang Kristen, huria/gereja Kristen, bisa
satu hati dan satu suara memuliakan TUHAN Yesus Kristus, rasul Paulus
menasihatkan agar orang Kristen/Huria/gereja Kristen, dengan penuh kesadaran
dan keimanan mau saling menerima satu
sama lain. Yang diharapkan saling menerima adalah semua “warna” kekristenan
yang ada di zaman Paulus. (Kristen yang berlatarbelakang Yahudi, Yunani,
Peranakan Yahudi-Yunani, yang dulunya sebelum Kristen adalah pelbegu atau
pengikut agama non-Kristen; Kristen dari jemaat-jemaat hasil penginjilan
Paulus, Petrus, Barnabas, Thomas, dan rasul-rasul lainnya; semuanya diharapkan
dapat saling menerima). Tanda-tanda bahwa umat Kristen itu mau saling menerima,
dibuktikan dengan tekad seluruh umat/gereja/huria Kristen mau mengadakan
konsili (dimulai dengan konsili atau sinode para rasul tahun 49 di Yerusalem),
mengadakan sidang raya (MAWI, DGD, PGI, PGPI, PGLII, LWF, UEM dll), mengadakan
sinode (HKI, HKP, GMI, GPIB dll), mengadakan sidang daerah/distrik (I – XII di
HKI; I s/d XXXIV di HKBP, dll.), rapat resort dan rapat/sinode jemaat (di
setiap denominasi). Tetapi bukan hanya dengan adanya pertemuan-pertemuan
seperti itu. Konsili, Sidang Raya, Sinode, Sidang, Rapat, harus dalam rangka
tekad bersama untuk merealisasikan program bersama, mewujudkan cita-cita
bersama, dan tekad untuk saling menopang.
Program-program yang diambil dalam setiap pertemuan itu harus sambung
menyambung, dan menjadi kenyataan dalam kehidupan Huria Kristen di tingkat
jemaat, resort, daerah, nasional dari setiap denominasi gereja/huria, juga di
tingkat regional, dan tingkat sedunia. Sangat aneh , apabila di tingkat
nasional huria-huria/gereja-gereja sudah menandatangani naskah/Piagam Saling Mengakui
dan Saling Menerima, pada hal dalam
Program Pertukaran Mimbar pun masih ada jemaat dari salah satu sekte yang
menolak pelayan khotbah dari sekte yang lain. Aneh juga, bahwa walaupun
huria-huria yang ada di salah satu daerah sudah saling mengakui dan menerima,
para pendeta dari semua denominasi huria/gereja itu tidak pernah mengadakan
sermon bersama; belum terbiasa semua bishop denominasi gereja/huria itu
bersama-sama menahbiskan para pendeta baru di salah satu denominasi gereja
(Catatan: dari kalangan Huria yang berlairan lutheran di Indonesia, masih HKI
yang mengajak bishop gereja lutheran lainnya untuk bersama-sama menahbiskan
pendeta baru di HKI). Dalam hal ini, HKI masih dicibir, padahal HKI ingin
mematuhi anjuran Yesus dan anjuran para rasul agar umat pengikut TUHAN Yesus
Kristus saling mengakui dan saling menerima. Perayaan Natal oleh semua umat
Kristiani di Sumatera Utara, sebagai tanda bahwa huria-huria/gereja-gereja
sudah saling mengakui dan saling menerima, baru dimulai tahun 2001. Sekarang
mulai ada kemunduran, dan sempalan-sempalan huria/gereja semakin banyak, dan
semakin banyak huria/gereja yang saling tidak mengakui dan saling tidak
menerima. Situasi ini adalah seni berkristen yang jelek. Masa-masa adven dan
natal harus dijadikan sebagai bukti nyata abahwa umat Kristen dari denominasi mana/apapun
bisa saling mengakui dan saling menerima; jangan untuk saling memperdaya.
5.
TUHAN Yesus Kristus telah menunjukkan contoh
dalam menggunakan ajaran dan menentukan sikap untuk saling mengakui dan saling
menerima itu. Yesus menerima semua pengikut-Nya, hanya dengan satu syarat,
yakni “sejak diterima dia (mereka) wajib menjalankan hidupnya dalam ajaran
kasih yang diajarkan Yesus Kristus”. Itu artinya “bertobat”. Mereka diterima
menjadi pengikut Yesus bukan untuk kemuliaan Yesus, melainkan untuk kemuliaan
Allah. Artinya, kalau Yesus Kristus masih belum
mereka kenal betul, Allah yang mulia yang harus mereka kenal dan patuhi.
Sebab kalau mereka mengenal Allah,
kemuliaan-Nya dan kehendak-Nya, mereka dengan sendirinya memuliakan Yesus
Kristus. Yesus bersedia menjadi pelayan orang-orang bersunat (= Yahudi atau
penganut agama abrahamistis), agar semua tahu, bahwa Yesus Kristus dan
ajaran-ajaran-Nya adalah (1) dalam rangka memenuhi pesan/perintah TUHAN dan
harapan (janji datangnya Mesias) yang ada dalam Perjanjian Lama. Tetapi Yesus
Kristus tidak berhenti hanya dalam hal pemenuhan pengharapan Mesias dalam PL,
melainkan juga memenuhi ajaran Perjanjian Lama, serta memenuhi pengharapan yang
ada di kalangan bangsa-bangsa; agar (2) keturunan Abraham menjadi berkat bagi
bangsa-bangsa; dan bangsa-bangsa seluruh dunia bergabung dengan umat TUHAN
(Israel dan Israel baru) memuliakan TUHAN
Yahowa (Allah yang Mahakuasa). Bahwa tujuan kedua ini, yang merupakan jalan
memenuhi yang pertama, sungguh dianggap sangat penting oleh Paulus, sehingga
dia mengutip beberapa kutipan dari Perjanjian Lama, yang mengajarkan agar
bangsa-bangsa mengalami kerukunan satu sama lain dan kerukunan dengan keturunan
Yahudi/Israel, di dalam jemaat umat TUHAN di Roma (lalu di seluruh dunia).
"Sebab itu aku akan memuliakan Engkau di antara bangsa-bangsa dan
menyanyikan mazmur bagi nama-Mu." "Bersukacitalah, hai bangsa-bangsa,
dengan umat-Nya." "Pujilah Tuhan, hai kamu semua bangsa-bangsa, dan
biarlah segala suku bangsa memuji Dia." "Taruk dari pangkal Isai akan
terbit, dan Ia akan bangkit untuk memerintah bangsa-bangsa, dan kepada-Nyalah
bangsa-bangsa akan menaruh harapan." Pertama-tama, pemazmur (pengikut TUHAN Yesus
Kristus) bergabung dengan bangsa-bangsa untuk memuliakan TUHAN. Jadi langkah
pertam yang sudah terjadi adalah kedatangan umat TUHAN kepada bangsa-bangsa
agar mereka bisa bersama-sama memuliakan TUHAN. Kemudian ada ajakan agar
bangsa-bangsa bersukacita bersama-sama dengan umat TUHAN (dengan Israel). Yang
perlu dirasakan dan diungkapkan bersama adalah “bersukacita”, bukan
“berdukacita”, bukan pengalaman pahit di masa lalu, melainkan pengalaman
sekarang (yang sudah bisa hidup berbaur dan menyatu penuh damai; dan kehidupan
di masa depan yang sangat indah karena mereka bisa Bhinneka Tunggal Ika; dan
membangun kehidupan secara bersama-sama; kehidupan yang penuh kebahagiaan dan
damai sejahtera, yang dapat dinikmati oleh semua tanpa kecuali). Sukacita semua
bangsa-bangsa itu harus diungkapkan dalam dan melalui puji-pujian, yakni pujian
kepada TUHAN; tidak cukup hanya
dinikmati begitu saja. Berbahagialah bangsa-bangsa, kalau lidah bangsa-bangsa
itu penuh dengan puji-pujian kepada TUHAN; bukan bangsa-bangsa yang penuh
dengan teriakan-teriakan yang meneriakkan nama ilah mereka tetapi tujuannya
membumihanguskan bangsa lain atas nama agama dan ilah mereka. TUHAN
menginginkan agar tidak ada lagi manusia yang terbunuh atas nama agama dan
TUHAN/dewa/ilah yang dikenal bangsa-bangsa. Tetapi biarlah mulut bangsa-bangsa
penuh dengan puji-pujian terhadap TUHAN, yang sebenarnya di dalamnya tersirat
juga puji-pujian terhadap bangsa yang memuji TUHAN itu.
Kebersamaan bangsa-bangsa itu sungguh indah dan penuh damai sejahtera dan
sukacita, apabila mereka berada di bawah panji-panji taruk Isai, tunas Daud, bukan
di bawah panji-panji atau bendera Israel. Taruk Isai atau tunas Daud yang
dimaksud adalah TUHAN Yesus Kristus. Dia sering dinamai Yesus dari Nazareth atau
Yesus Nazareus, yang artinya adalah Yesus Sang Tunas (Nazareth < nezer =
tunas). Pengakuan itu tersirat dalam sebutan INRI (Iesus Nazareus Rex
Ioudaiorum = Yesus Sang Tunas, Raja KaumYahudi). Mengapa harus di bawah panji
Sang Tunas, bangsa-bangsa mengalami sukacita, damai sejahtera dan keindahan
hidup? Karena dalam diri Sang Tunas ini
berdamai TUHAN dan Manusia; berdamai manusia dengan manusia; berdamai tradisi
Yahudi/Israel dengan tradisi bangsa-bangsa; berdamai individu dengan individu;
berdamai keluarga dengan keluarga; berdamai suku dengan suku; berdamai bangsa
dengan bangsa; berdamai musuh dengan musuh; terjadi hidup mengasihi sesama dan
mengasihi musuh. Tidak ada yang terindah dari pada itu, dan tidak ada yang mengajarkan
demikian. Memang itulah yang tersulit; tetapi dengan berhasil melakukan yang
tersulit ini umat manusia akan penuh sukacita, damai sejahtera dan mengalami
keindahan hidup yang sangat luar biasa. Apabila Sang Tunas memerintah
bangsa-bangsa, maka bangsa-bangsa akan berbahagia. Sebab perintah TUHAN Yesus
Kristus (Sang Tunas) tidak terlalu banyak, tetapi cukup sederhana: "Kasihilah
Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap akal budimu.” Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” "Segala
sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian
juga kepada mereka.” Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang
membenci kamu.” Kalau manusia sulit menjadi Kristen, tetapi manusia itu tidak
boleh luput dari melaksanakan perintah itu, dan kalau itu dilakukan oleh semua
bangsa-bangsa, pasti mereka sudah berada di bawah panji Sang Tunas, dan itu
membahagiakan mereka.
6.
Setelah menerangkan perlunya kerukunan
bangsa-bangsa/segalas suku bangsa, kerukunan segala penganut agama, dan
dampaknya untuk kehidupan umat manusia, rasul Paulus berharap: “Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi
kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh
kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan”. Kemanusiaan
yang sehat adalah kemanusiaan yang berpengharapan. Siapapun harus memiliki
pengharapan, sehingga dia dapat melangkah maju ke depan. Orang yang tidak
berpengharapan, bisa saja mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Iman,
pengharapan dan Kasih merupakan tiga hal yang tidak boleh lekang dari diri
manusia. Satu lagi, agar sempurna adalah : DAMAI. Damai akan menghasilkan
sukacita. TUHAN Yesus Kristus adalah sumber pengharapan. Dia sanggup
melimpahkan sukacita dan damai sejahtera. Di kalangan orang Batak Toba ada
pengalaman panjang hingga sampai kepada kesimpulan, yang mengatakan: “Asal rap dohot si Anu on, pasti do
mengkel-engkel hita!” (Bersama dengan si Anu ini, pasti kita penuh gelak
tawa!). Mungkin karena si Anu itu pandai luar biasa melawak. Pengalaman panjang
bersama TUHAN Yesus Kristus akan sampai kepada kesimpulan: “Bersama TUHAN Yesus
Kristus pasti penuh dengan sukacita dan damai sejahtera!” (Siapa yang ragu
terhadap kebenaran kesimpulan ini, silahkan dia mempraktekkan hidup bersama
TUHAN Yesus Kristus, dan hanya demikian jawaban agar dia dapat yakin tentang
kebenaran kesimpulan tersebut). Orang yang mau lama bersama TUHAN Yesus Kristus
akan merasakan bahwa Roh Kudus bekerja dalam dirinya untuk memberi padanya
berlimpah-limpah pengharapan. Masa bersama Yesus adalah masa pengharapan dan
Roh Kudus TUHAN akan menyegarkan pengharapan itu setiap waktu. Pengharapan itu
meliputi: ingin mengalami kehidupan sorgawi, kehidupan penuh sukacita dan damai
sejahtera, kehidupan penuh kasih dan kehidupan mengasihi musuh, dan kehidupan
yang penuh kesempatan berbuat baik bagi orang lain selain bagi diri sendiri. Banyak
lagi yang dapat diharapkan. Inilah alasan utama, sehingga Paulus, mengikuti
para pendahulunya, menyeru kepada seluruh bangsa-bangsa: “Bersukacitalah, hai bangsa-bangsa, dengan
umat-Nya.” Masa advent adalah kesempatan bersukacita secara bersama-sama dan
puncaknya pada setiap kali merayakan Natal TUHAN Yesus Kristus. Amen.
Pematangsiantar, 23 Nopember 2016. Pdt. Langsung Maruli Basa Sitorus (Pdt.
LaMBaS).