MINGGU INVOKAVIT 14 FEBRUARI 2016, EVANGELIUM: ULANGAN 26:1-11

04.50.00 0 Comments A+ a-

26:1 "Apabila engkau telah masuk ke negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu, dan engkau telah mendudukinya dan diam di sana,
26:2 maka haruslah engkau membawa hasil pertama dari bumi yang telah kaukumpulkan dari tanahmu yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, dan haruslah engkau menaruhnya dalam bakul, kemudian pergi ke tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, untuk membuat nama-Nya diam di sana.
26:3 Dan sesampainya kepada imam yang ada pada waktu itu, haruslah engkau berkata kepadanya: Aku memberitahukan pada hari ini kepada TUHAN, Allahmu, bahwa aku telah masuk ke negeri yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyang kita untuk memberikannya kepada kita.
26:4 Maka imam harus menerima bakul itu dari tanganmu dan meletakkannya di depan mezbah TUHAN, Allahmu.
26:5 Kemudian engkau harus menyatakan di hadapan TUHAN, Allahmu, demikian: Bapaku dahulu seorang Aram, seorang pengembara. Ia pergi ke Mesir dengan sedikit orang saja dan tinggal di sana sebagai orang asing, tetapi di sana ia menjadi suatu bangsa yang besar, kuat dan banyak jumlahnya.
26:6 Ketika orang Mesir menganiaya dan menindas kami dan menyuruh kami melakukan pekerjaan           yang berat,
26:7 maka kami berseru kepada TUHAN, Allah nenek moyang kami, lalu TUHAN mendengar suara kami dan melihat kesengsaraan dan kesukaran kami dan penindasan terhadap kami.
26:8 Lalu TUHAN membawa kami keluar dari Mesir dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung, dengan kedahsyatan yang besar dan dengan tanda-tanda serta mujizat-mujizat.
26:9 Ia membawa kami ke tempat ini, dan memberikan kepada kami negeri ini, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya.
26:10 Oleh sebab itu, di sini aku membawa hasil pertama dari bumi yang telah Kauberikan kepadaku, ya TUHAN. Kemudian engkau harus meletakkannya di hadapan TUHAN, Allahmu; engkau harus sujud di hadapan TUHAN, Allahmu,
26:11 dan haruslah engkau, orang Lewi dan orang asing yang ada di tengah-tengahmu bersukaria karena segala yang baik yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu dan kepada seisi rumahmu."
SYUKURI DAN PERSEMBAHKANLAH BUAH PEKERJAANMU
MANDOK MAULIATE HUHUT MAMELEHON PARBUE NI NANIULA
1.       Firman TUHAN yang perlu diaktualisasi untuk kehidupan umat pengikut Yesus di masa kini (abad 21) mengandung makna yang cukup dalam, demi kehidupan bertanah-air, berbangsa, ber-huria, berkepribadian, berkehidupan sosial-budaya. Dari isi perikop ini dapat disimak hal-hal sebagai berikut:
  1.         Setiap pengikut TUHAN (Yesus Kristus) (dulu dan sekarang) harus memiliki tanah air yang pasti (yang sah secara hukum dan berhukum), negeri yang diberikan TUHAN Allah dan yang diperjuangkan agar menjadi milik pusaka, yang diduduki dan menjadi tempat berdiam, dengan aman tenteram, dan damai sejahtera.
  2.           Setiap pengikut TUHAN (Yesus Kristus) (dulu dan sekarang) harus memiliki lapangan kerja yang memberi hasil untuk nafkah kehidupan sehari-hari dan di kemudian hari. Hasil lapangan kerja itu harus surplus dan memberi hasil terbaik.
  3.           Setiap pengikut TUHAN (Yesus Kristus) (dulu dan sekarang) harus memiliki rumah tinggal, yang isinya dilengkapi dengan mobiler yang cukup untuk digunakan sendiri dan untuk digunakan demi keperluan ibadah (bd. bakul dalam teks).
  4.          Setiap pengikut TUHAN (Yesus Kristus) (dulu dan sekarang) harus memiliki tempat yang dipilih TUHAN Allah sebagai tempat di mana nama TUHAN berdiam, dan sebagai tempat ibadah yang dilengkapi dengan para pelayan TUHAN.
  5.          Setiap pengikut TUHAN (Yesus Kristus) (dulu dan sekarang) harus memiliki iman yang pasti, dan ajaran yang jelas yang melatar belakangi mengapa harus berbuat ini dan itu (dalam teks terutama: pemberian persembahan berupa buah sulung hasil pekerjaan) untuk TUHAN dan untuk keagamaan dan untuk sesama.
  6.           Setiap pengikut TUHAN (Yesus Kristus) (dulu dan sekarang) harus mahir dan cekatan dalam melakukan ibadah di hadapan TUHAN Allah (tahu meletakkan persembahannya di hadapan TUHAN dan mau bersujud di hadapan TUHAN, serta mengatakan syukur dan alasan-alasan syukurnya).
  7.            Setiap pengikut TUHAN (Yesus Kristus) (dulu dan sekarang) hidup dan perbuatannya harus berpengaruh atau berdampak sosial yang baik (memberi sukaria penuh seperti sukaria dirinya sendiri) kepada para imam/pelayan rumah TUHAN (Kaum Lewi), dan para orang asing. (Di kesempatan lain dikatakan juga kepada para janda dan yatim maupun piatu).

Tujuh hal di atas merupakan hal-hal yang harus diperhatikan, dihayati dan diamalkan oleh setiap pengikut TUHAN (Yesus Kristus) masa kini, apabila dia menginginkan hidup dan perbuatannya dikatakan baik (walau masih belum sempurna), dan kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat dan ber-huria ( ber-agama) di tanah air ini semakin baik.
2.       TUHAN mengatakan” “Apabila engkau telah masuk ke negeri yang diberikann TUHAN Allahmu (Yahowa ’Eloheka). TUHAN tidak asal memerintahkan. Dia pikirkan hal-hal yang perlu bagi bangsa/umat-Nya, supaya umat itu dapat  mempersembahkan hasil pertama. Umat TUHAN harus mempunyai tanah-air, yang sering disebut tanah perjanjian, tanah yang dijanjikan. Bagi Israel tanah air itu tanah Israel, yang dulu diduduki oleh kaum Kanaan, Amori, Het, Feris, Hewi dan Yebus. Tanah orang Palestina tidak ikut. Pada awalnya, kaum penduduk asli ini disuruh untuk dibasmi habis, agar tanah itu dapat menjadi tanah pusaka umat Israel. Tetapi perintah itu dicabut kembali oleh TUHAN, dan Israel diperintahkan harus hidup berdampingan dengan mereka secara damai. Walaupun umat Israel, secara perhitungan duniawi, adalah bangsa yang “manoluk” (yang mengambil alih), tanah itu harus dibuat resmi secara hukum agama dan secara hukum nasional dan hukum internasional sebagai milik pusaka mereka, dan sebagai tempat mereka berdiam yang sah. Dan mereka tidak sebagai warga kelas dua di negeri tersebut. Tanah itu pemberian TUHAN Allah, tetapi sekaligus sebagai tanah yang mereka (Israel) perjuangkan mati-matian, sampai titik darah penghabisan. Hal seperti ini harus diperhatikan dan dilakukan serta diperjuangkan oleh setiap warga negara di tanah air ini, dan khususnya oleh pengikut Yesus Kristus. Indonesia adalah pemberian TUHAN Allah, menjadi milik pusaka setiap warga negara Indonesia, termasuk umat pengikut Yesus Kristus (warga HKI), dan setiap pertapakan tempat berdiam (tempat tinggal) harus sah secara hukum nasional, bersertifikat yang harus diberikan oleh negara. Umat Kristen tidak warga kelas dua, tidak pendatang di tanah air ini, tidak panoluk, tetapi yang resmi menguasai, dengan/karena warisan atau karena dibeli. Yang dilakukan umat Kristen dan umat beragama lainnya di tanah air ini, adalah sesuai dengan isi Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia (DUHAM) dan Hak-hak Ekosob dan Hak-hak sipil dan politik yang disetujui PBB dan diratifikasi pemerintah Indonesia. Tanpa modal utama ini, mana mungkin dapat melaksanakan perintah memberi hasil pertama.
3.          Apabila sudah bertanah air, dan sudah pasti ada tempat tinggal (tempat berdiam) (yang masih sementara atau sudah menetap), tidak boleh berpangku tangan saja. Setiap pengikut Kristus harus mendapat lapangan pekerjaan. Tak mungkin seseorang yang tidak punya lapangan pencaharian diperintah untuk membawa hasil pertama setiap musim. Agar bisa mempunyai lapangan kerja (mata pencaharian), setiap pengikut Yesus harus memiliki keterampilan, ilmu yang dapat diterapkan, dan dapat terandalkan dari segi keahlian, mentalitas, spiritualitas dan emosionalitas. Dengan andalan-andalan itu dia dapat membukan lapangan kerja sumber mata pencaharian atau mendapat lapangan kerja di negara atau di perusahaan swasta. Dalam lapangan kerja itu (yang dibuat sendiri atau yang disediakan pihak lain) dia harus berjuang agar lapangan kerja itu memberi hasil maksimal, bahkan lebih dari yang diharapkan; dia harus memperjuangkan agar di sana terjadi keadilan, kebenaran, kasih dan damai sejahtera. Pengusaha beruntung, pekerja sejahtera, dan berdampak baik bagi lingkungan dan masyarakat. TUHAN akan turut bersukacita menerima pesembahan dari hasil kerja yang sedemikian. Tanah Israel (yang disebut negeri yang penuh susu dan madu) tidak seindah Indonesia. Dulu di sana pertanian tergantung kepada musim hujan. Tanah kebanyakan sebagai gurun. Kalau ada steppe (tanah berumput) hanya cocok sebagai peternakan. Air sangat terbatas. Untuk mendapat mata pencaharian yang lumayan, setiap umat TUHAN harus berjuang habis-habisan. Konglomerat seperti Abraham yang bisa memiliki ribuan ekor sapi, lembu, kambing, domba. Para pekerjanya bergantung kepadanya. Tetapi semua itu taat melaksanakan perintah TUHAN. Maing-masing mengumpulkan penghasilannya, dan menyisihkan sebagian dari itu yang terbaik, untuk kebutuhan keagamaan, untuk ibadah. Mereka punya uang, punya hasil bumi, punya ternak. Dari semua itu ada disisihkan dan dimasukkan ke dalam bakul. Yang tidak bisa masuk bakul, dijadikan menjadi benda yang bisa masuk bakul. Misalnya, kalau ternak atau hasil bumi itu tidak bisa langsung dibawa ke tempat ibadah, maka ternak atau hasil bumi itu diuangkan agar bisa dimasukkan di bakul. Bakul yang khusus untuk digunakan sebagai alat tempat persembahan kepada TUHAN. Manusia zaman sekarang pun tidak sulit melakukan hal sedemikian.
4.       Tanah air kita ada di sorga. Tetapi tempat tinggal resmi kita harus ada di tanah-air. Di tanah-air pengikut Yesus harus membangun rumah. Sedangkan Israel yang dibuang ke Babel diajurkan oleh Yeremia agar membangun kota tempat mereka berada dan membangun rumah bagi mereka di sana. TUHAN tidak ingin umat-Nya tetap sebagai pengembara di bumi. Cukup lah umat Israel mengembara 40 tahun lebih di padang gurun. Rumah untuk tempat tinggal, untuk tempat mendidik dan membesarkan anak-anak, untuk menikmati kesejahteraan, harus ada. Setiap pengikut TUHAN Yesus harus meningkatkan kegigihan dan keuletan kerjanya demi penambahan pendapatannya agar dia dapat membangun rumah di tanahnya yang bersertifikat. Itu kewajiban bagi orang yang hendak memberikan pesembahan syukur kepada TUHAN.  Kalau TUHAN mengatakan: “Taruh di bakul!”, itu berarti bahwa setiap pengikut TUHAN (Yesus Kristus) punya peralatan rumah tangga di rumah, yang dapat digunakan. Meminjam-minjam peralatan untuk membawa persembahan ke tempat ibadah, merupakan hal yang memalukan.
5.       Kitab Ulangan tidak menyebut di mana “tempat yang aka dipilih TUHAN, Allahmu, untuk membuat nama-Nya diam di sana”. Belakangan dipahami tempat itu adalah Bait Allah di Yerusalem. Namun rumusan kitab Ulangan ini  bisa juga tidak harus menunjuk ke Yerusalem.  Oleh karena itu frasa itu sangat berguna, dan itu sesuai dengan pemahaman bahwa bahwa TUHAN itu bebas bertempat tinggal di mana saja, dan hanya DIA yang menentukan di mana Nama-Nya akan berdiam. Dengan demikian rumah ibadah tempat memberikan persembahan bukan hanya di satu tempat, tetapi diizinkan di berbagai tempat, namun  tempat manapun itu harus sebagai tempat yang dipilih oleh TUHAN. Oleh karena itu kebebasan mendirikan rumah ibadah di seluruh negara-negara yang ada di dunia ini harus diperjuangkan. Pertapakan Rumah ibadah yang didirikan itu harus bersertifikat, dan sangat baik apabila pendiriannya tidak ditolak oleh masyarakat sekitar. Adanya rumah ibadah adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan berkekristenan atau berhuria. Sederhana atau mewah bangunan rumah ibadah tidak menjadi persoalan bagi TUHAN. Yang penting, kekudusan tempat itu harus tetap dipelihara. Karena setiap rumah ibadah adalah tempat nama TUHAN berdiam, walaupun itu sederhana atau mewah. Nama TUHAN itu tertulis di sana: YHWH (Yahowa) (Empat Huruf) atau ChRAO (ΧΡΑΩ) (Chi-Rho-Alpha-Omega) (Empat Huruf), yang artinya: Christus (Kristus), Rex (Raja), Alpha (= Yang awal/’Elohim), Omega (Yang Akhir/Hakim di Hari Penghakiman). Bisa juga  huruf Yunani P (Rho) merupakan singkatan dari Rema (= Firman). Sehingga ΧΡΑΩ berarti Kristus, Firman, Alpha Omega.   ChR juga bisa singkatan dari Christus (Kristus). Jangan lupa menuliskan nama TUHAN itu di setiap rumah Ibadah. Setiap rumah ibadah dilengkapi dengan altar di ruang mahakudus dan podium (tempat pemberitaan Firman) di depan ruang kudus (depan altar sebelah kanan) untuk menunjukkan bahwa Firman itu keluar dari ruang mahakudus dan datang kepada manusia (bd, Yoh.3:16). Rumah Ibadah itu juga harus dilengkapi dengan imam atau pelayan rumah ibadah, yang bertugas untuk menyambut persembahan umat atas nama TUHAN. Ke rumah ibadah itulah setiap pengikut TUHAN (Yesus Kristus) mem bawa persembahan hasil pertama mata pencaharian, tidak harus ke Bait Allah di Yerusalem. Bait Allah (tempat ibadah) yang ada di tempat pengikut Yesus berada sama nilainya dengan Rumah Ibadah yang dibangun Salomo di Yerusalem.
6.       Seorang atheis, apalagi yang anti-Kristus tidak cocok memberi persembahan hasil pertama ke rumah ibadah. Persembahan itu juga tidak boleh asal diberikan begitu saja. Harus ada yang menyertai dan alasan yang jelas mengapa persembahan itu harus dipersembahkan. Tanpa itu, nantinya persembahan itu hanya sebagai yuran ntuk Serikat Tolong Menolong (STM) saja. Dalam treks khotbah ini diaturkan apa yang harus dikatakan pemberi persembahan hasil pertama (baca ayat 3b + 5b-10a). Bagian pertama: Memberitahu bahwa sipemberi persembahan telah masuk di negeri yang TUHAN janjikan, atau di zaman sekarang : “telah punya tanah air yang pasti”.  Bagian kedua: mengungkapkan perjalan panjang dan perjuangan dari sejak kakek moyang hingga ke generasinya sehingga ada tanah air itu, di mana pemberi persembahan mendapat mata pencaharian. (Dalam teks – kerena berkenaan dengan orang Israel: menceritakan bagaimana kakek moyangnya (Abraham) masih pengembara, kemudian ke Mesir, bertambah banyak, ditindas, lalu dibebaskan TUHAN dan diberikan tanah perjanjian).  Bagian ketiga: Ditegaskan apa yang dibawa ke hadapan altar TUHAN. Dulu hasil pertama bumi yang diolah; sekarang: hasil mata pencaharian sebagai pedagang, atau sebagai manager; atau sebagai tukang parkir. Dalam memberikan persembahan itu, si pemberi meletakkan pemberitannya di hadapan TUHAN (di altar TUHAN), kemudian sujud di depan altar itu, seraya membujuk TUHAN agar menerima persembahan itu. 
       Di zaman sekarang, ungkapan iman itu dapat dilihat seperti dalam Doa Persembahan yang selalu didoakan di ibadah minggu. Tetapi bisa dirumuskan secara baru. Misalnya: I. Aku beritahukan sekarang kepada TUHAN, bahwa aku sudah punya tanah air, punya rumah di atas tanah milik sendiri, dan juga sudah mendapat mata pencaharian, yang  memberikan hasil. (Persembahan diberikan kepada imam/pelayan huria yang datang menyambut). Lalu diucapkan lagi (II): Kakek moyangku dan ayah-ibuku selalu mendoakan aku sewaktu kecil agar aku menjadi manusia yang berhasil dan berguna. Setelah aku selesai sekolah di kampung halaman, aku pergi merantau ke negeri orang. Pada mulanya aku sangat menderita, karena sangat sulit mendapat lapangan kerja, tiada kenalan. Tetapi aku berdoa dan berdoa, dan TUHAN mendengar doaku, sehingga aku dapat pekerjaan di perusahaan A, dan mendapat gaji/pendapatan yang lumayan. Dengan pemberian TUHAN itu, rumahku sekarang sudah berlimpah susu dan madu. Oleh sebab itu aku datang mempersembahkan hasil pertama dari mata pencaharianku itu. (Persembahan diletakkan di altar; tetapi lihat juga yang diaturkan dalam Imamat 2:12), lalu si pemberi persembahan sambil bersujud mengatakan (III): Kiranya TUHAN berkenan menerimanya!
7.       Seseorang yang sering beribadah pada dia cekatan dan trampil dalam mengikuti seluruh ritus peribadahan. Sangat janggal nampaknya apabila pemberi persembahan hasil pertama kaku dalam mengikuti peribadahan. Teks ini tidak menjelaskan semua ritus ibadah penyampaian hasil pertama. Pasti ada nyanyian, pujian, pembacaan mazmur, pembacaan berita Keluaran atau teks lain dari kitab suci dan kadang berdiri, sujud, datang ke depan, kembali ke tempat duduk, dan gerak yang lainnya. Hati TUHAN sangat senang melihat anak-anak-Nya yang betul-betul tidak mempermalukan dirinya di hadapan TUHAN. Maka setiap pengikut TUHAN (Yesus Kristus) juga harus membiasakan diri beribadah. Pasomal-somal diri tu hadaulaton. Orang yang malas beribadah sebenarnya tergolong kepada orang yang sedang mengidap penyakit jiwa. Obatnya adalah pergi beribadah, dan merasakan sukacita di hadapan TUHAN dan oleh TUHAN.
8.       Mengapa harus mempersembahkan hasil pertama? Untuk menunjukkan bahwa pengikut TUHAN (Yesus Kristus) bukan orang-orang yang egois, tetapi sosialis dan cinta TUHAN. Persembahan hasil pertama adalah salah satu dari belasan jenis persembahan yang diaturkan TUHAN. Jenis persembahan ini yang tidak dihapus oleh TUHAN Yesus tetapi tetap berlaku/harus dijalankan setelah kedatangan-Nya ke dunia. Menurut ajaran Alkitab, setiap anak sulung (dari hewan maupun dari manusia) maupun buah sulung dari hasil pekerjaan, adalah hak TUHAN, dan harus diberikan kepada TUHAN. Kalau tidak, itu harus ditebus dengan barang yang lain. Putera sulung harus ditebus dengan persembahan berupa anak lembu atau anak domba. Hasil pertama harus dipersembahkan, karena hasil pertama itu adalah hak TUHAN. Dari seorang atheis pun itu dituntut TUHAN  dengan cara yang lain (misalnya dengan membayar ini dan itu demi kebaikan masyarakat). Tiada yang terlepas dari kewajiban itu. Maksud TUHAN dalam hal ini bukan hendak memeras par pengikut-Nya yang setia. Tetapi itulah cara paling adil yang diaturkan TUHAN dalam rangka mempedulikan kehidupan pada pekerja di rumah Ibadah (dulu kaum Lewi), para orang asing; para janda, dan para anak yatim. Mereka-mereka ini tidak mempunyai sumber mata pencaharian untuk dapat sandang, pangan, papan, dan kasih serta sukacita. Keadilan Soaial bagi seluruh Rakyat harus diciptakan, dan jalan pewujudannya tidak dengan paksa, dan tidak diluar kemampuan setiap kepala rumah tangga dari pengikut TUHAN Yesus. TUHAN melihat – dan hal itu benar – bahwa apabila seorang pengikut TUHAN bersukaria sendiri, maka dia terhitung sebagai orang yang kurang waras alias gila. Sama halnya dengan apabila seseorang selalu ketawa sendiri, dia terhitung orang gila. Tepat yang diajarkan  Paulus: Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis! (Roma 12:15).
9.       Sembilan bahan pokok harus tersedia dan dapat diperoleh oleh setiap warga negara atau oleh semua umat  TUHAN tanpa kecuali, sebagai tanda bahwa penduduk tanah air  telah mengalami keadilan sosial, dan damai sejahtera. Sedangkan pengikut Iblis saja tidak boleh dibiarkan kelaparan di negara yang berkeadilan sosial dan ber-damai sejahtera. Orang Lewi (termasuk imam kepala/imam besar, para imam lainnya) yakni para pelayan di rumah ibadah, yang hanya mengurusi peribadahan dan kerohanian umat, harus ikut bersukaria, kalau umat lainnya bersukaria. Orang asing seperti pelancong, pencari suaka, pengungsi, harus menikmati sukaria kalau warga satu negeri bersukaria. Itu perlu agar mereka tidak menjadi pencuri atau perampok di tanah air tercinta, tempat mereka menjadi orang asing. Salah satu negara yang melakukan hal ini adalah Jerman di era setelah mereka mengalami kemakmuran yang luar biasa (terutama 30 tahun belakangan ini). Dengan mengatur tanggungjawab sosial warganya melalui pajak penghasilan, negara Jerman memberikan santunan kepada orang asing yang sakit di negerinya sampai sembuh; memberikan tempat dan kebutuhan yang cukup bagi pengungsi, agar tidak satupun dari mereka yang terlantar di jalanan atau kurus kelaparan; dan memberikan tunjangan pemeliharaan anak kepada setiap ibu yang melahirkan anak, termasuk kepada ibu yang bukan warga negara Jerman. Demikian indahnya perbuatan itu. Hanya sangat disayangkan bahwa banyak orang asing yang tidak menghargai kebaikan itu, bahkan banyak yang menyalahgunakan kesempatan itu. Tetapi walaupun demikian, pemerintah Jerman terus mengatur dengan lebih baik lagi, agar tanggungjawab terhadap orang asing itu semakin lebih baik. Dalam pekerjaan ini, gereja berperan banyak juga.
10.   Alasan menggunakan kesempatan bersukaria dengan orang Lewi dan orang asing yang ada di negeri adalah “karena segala yang baik yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu dan kepada seisi rumahmu”. Yang dimaksud dengan “segala yang baik” bukan hanya “hasil pertama” yang dipersembahkan, melainkan semuanya yang dimiliki pengikut TUHAN (Yesus Kristus) seperti tujuh hal yang telah disebutkan di atas, yang memungkinkan seseorang mempersembahkan hasil pertama dari mata pencahariannya. “Kepala keluarga dan seisi rumah” adalah ayah dalam satu keluarga, bersama dengan isteri dan putera-puterinya dan cucu-cucunya (kalau sudah ada) dan juga para pekerja/pelayan di rumah itu dan di perusahaan-perusahaan yang dimiliki si ayah tersebut. Dalam hal memberikan itu,  pengikut TUHAN (Yesus Kristus) diajari agar tidak egois dalam menikmati segala yang baik yang diberikan TUHAN kepada setiap kepala keluarga dan seisi rumahnya. Tetapi cara menyalurkan sukaria itu juga tidak dianjurkan dengan cara egois, melainkan dengan cara penyaluran dengan menggunakan lembaga sosial-keagamaan yang berfungsi sosial, yang diaturkan TUHAN di  kalangan pengikut TUHAN (Yesus Kristus). Cara egois adalah cara dengan membagi-bagikan secara langsung kekayaan yang dimiliki itu kepada fakir-miskin,kepada pelayan huria, dan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Kesediaan menggunakan lembaga–penyalur membagi-bagikan “sukaria” itu, membuat semua pihak semakin ketat menjaga agar tidak terjadi korupsi di tengah proses penyaluran, seperti korupsi yang terjadi sewaktu penyaluran bantuan-bantuan kepada korban tsunami Aceh dan Nias. Ingat, mengkorupsikan persembahan umat membuat umat tidak mau memberikan persembahan hasil pertama dari mata pencahariannya. Maka para imam dan pelayan di rumah TUHAN harus benar-benar terpercaya dan sama sekali bermental dan berperilaku sangat anti-korupsi. Mari, usahakan semakin banyak anggota jemaat yang memiliki lapangan kerja (sumber pencaharian) yang memberi hasil terbaik, dan yang benar-benar paham dan tulus mempersembahkan hasil pertama dari mata pencaharian mereka. Dan kiranya semua (tanpa kecuali) pelayan rumah ibadah terus jujur dan tulus dalam mendayagunakan sebaik mungkin persembahan hasil pertama itu  kepada yang membutuhkan, dan kemudian memberitahu kepada umat secara transparan penggunaannya. Itu semua adalah demi penguatan iman umat, pembangunan kemanusiaan dan pengembangan pengaruh huria di masyarakat, negara dan bangsa, dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
PENOPANG UNTUK PENAFSIRAN LEBIH DALAM
(1)    Kitab Ulangan [yang disebut juga Deuteronomium (bahasa Yunani: deuteronomion) (deutero = kedua; nomium/nomion < nomos = hukum) atau Kitab 5 Musa; judul Iberaninya: debaryim = Firman-Firman/ LAI: = perkataan-perkataan] berisi hukum-hukum keagamaan dan hukum-hukum kemasyarakatan agamis yang diaturkan TUHAN untuk dijalankan umat Israel selaku umat yang telah dipilih dan ditebus serta dibebaskan TUHAN dari perbudakan di Mesir dan dibawa ke tanah perjanjian yang penuh susu dan madu. Hukum-hukum itu dibingkai dengan cerita keluaran bangsa Israel dari Mesir, dengan tuntunan tangan TUHAN yang kuat. Kitab ini dibagi dalam 34 pasal, dan ceritanya dimulai dengan “Musa meriwayatkan pengalaman di gunung Horeb” (bukan seperti Kitab Keluaran yang dimulai dengan berita kelahiran Musa dan pemanggilannya). Isinya: riwayat-riwayat, nasihat-nasihat Musa, hal-hal yang harus ditata apabila sudah masuk di tanah perjanjian dalam bidang kemasyarakatan dan keagamaan, hukum-hukum keagamaan dan kemasyarakatan agamis, mengenai berkat dan kutuk yang dijanjikan, nyanyian Musa, berkat Musa kepada umat Israel, dan terakhir kematian Musa dan penggantinya (Yosua bin Nun). Kalimat-kalimat terakhir dari Kitab ini adalah pujian dari penyusun buku ini tentang Musa. Isi Kitab Ulangan tidak cukup untuk menggantikan Kitab Keluaran dan Bilangan. Lebih baik dikatakan, bahwa kitab isi Ulangan menjadi pelengkap juga untuk isi kitab Keluaran dan Bilangan, dan kemudian lebih dilengkapi lagi dengan isi Kitab Imamat (khusunya mengenai hukum-hukum keagamaan bagi umat TUHAN).
(2)    Dalam Kitab Ulangan banyak diaturkan mengenai persembahan, seperti disebutkan dalam Ulangan  12:6: “Ke sanalah harus kamu bawa korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu, korban nazarmu dan korban sukarelamu, anak-anak sulung lembu sapimu dan kambing dombamu.” Selain itu diaturkan juga korban Paskah (Ul.16:5) dan secara khusus diaturkan persembahan “hasil pertama” dalam Ul.26:1-11 (bd. Bil.18:12). Persembahan “hasil pertama” berbeda dengan “persembahan persepuluhan”, yang kegunaannya untuk kesejahteraan “orang Lewi, orang asing, anak yatim, dan kepada janda, supaya mereka dapat makan dan menjadi kenyang” (Ul.26:12). Jadi kewajiban untuk memenuhi kesejateraan orang asing adalah melalui persembahan hasil pertama dan persembahan persepuluhan. Untuk kesejahteraan orang Lewi bukan hanya dari dua macam persembahan ini, tetapi juga dari persembahan-persembahan lainnya. Tentang membawa buah bungaran sebagai persembahan diaturkan dalam kitab Keluaran 23:19 “Yang terbaik dari buah bungaran hasil tanahmu haruslah kaubawa ke dalam rumah TUHAN, Allahmu. Janganlah kaumasak anak kambing dalam susu induknya."
(3)    Teks Ulangan 26:1-11 dipelihara dengan baik dalam penyalinan dan dalam penterjemahan. Beberapa catatan yang ditemukan: Di ayat 2 ada kata kol (yang ditandai dengan a ) ( = semua) mengikuti naskah VKen80 2 Mss, naskah tulis tangan, dan G Go c ast, dan dengan demikian kalimat itu: dan engkau ambil (LAI: membawa) yang pertama dari semua buah dari tanah yang engkau kumpulkan dari tanahmu yang TUHAN Allahmu berikan kepadamu.... Dalam ayat 2 itu juga frasa “’ašer tabyi’ me’arşeka” yang ditandai dengan bb adalah mengikuti naskah G-Oms. Di ayat 3 kata  ’loheyka (Allahmu) (yang ditandai dengan a ) dalam naskah G-F*Momin diterjemahkan dengan tō theō mou (kepada Allahku) = ’elohay (huruf k hilang di sana), terjemahan yang kurang pas. Dan kata YHWH (yang ditandai dengan b ) dalam naskah Syria ditambah kata ’lhk = Iberani: ’loheyka, sehingga kalimat itu menjadi YHWH ’eloheyka. Di ayat 4 kata yang ditandai dengan a (yaitu kata miyyadeka = dari tanganmu) dalam sedikit naskah Mss G-Ms  ditulis dengan: miydeyka (dari tangan –tanganmu atau dari dua tanganmu). Dalam ayat 5 kata yang ditandai aa (frasa: ’arammi ’obed = seorang Aram, seorang pengembara) diterjemahkan dalam GB Suryan apebalen (dari: apelaben, demikian di GAF*min?), dalam GMnmin diterjemahkan: Suryan katel(e)ipen; ada beberapa naskah Mss dan Targum menuliskannya ’arammi ’owbed, bandingkan Targum, Vulgata : lbn ’rm’h b’’ l’wbd’ jt; naskah Syria dan TargumJ lain menulisnya. Semua terjemahan ini tidak jauh dari arti aslinya. Dalam ayat 5 itu kata yang ditandai dengan b : ‘aşşum (= kuat) ada beberapa nasakan yang membuatnya dengan kata penghubung we (= dan): we‘aşşumI = dan kuat), yakni naskah: Mss Naskah Tulis Tangan (NTTW GL S TJ V. Yang ada dalam teks Masora  mengikuti Grel.  Sedangkan kata warab (= dan banyak) mengikuti naskah S. Di ayat 8 kata yang bertanda  aa  yakni frasa: ubemor’a gadol (= dengan kedahsyatan yang besar) di naskah NTT ditulis dengan ubemor’ah gadol (= dengan kedahsyatan yang besar); di naskah G berbentuk plural seperti ada dalam Ul.4:34. Ini hanya masalah bentuk tunggal maskulin atau feminin, atau bentuk plural untuk kata “kedahsyatan” (bemor’a).  Di ayat 10 dibelakang kata yang ditandai a yaitu kata YHWH dalam terjemahan G ditambahkan frasa: gen reousan gala kai meli (tanah yang penuh susu dan mmadu), atas pengaruh ayat 9. Dalam ayat 11 kata yang ditandai aa   dalam terjemahan Gmin (L) diterjemahkan dengan su kai he oikia su (kau dan rumahmu); dalam GAOmin diterjemahkan: kai te oikia su (dan dalam rumahmu) [sedangkan dalam Gmin frasa ini dilengkai dengan su (kau)] kai (dan); dalam Targum : ulebetek (dan kepada rumahmu), sedangkan dalam Vulgata diterjemahkan: tibi et domui tuae ( + kepada engkau dan kepada rumahmu). Sungguh kebenaran teks perikop ini layak dipercaya.
APA PESAN TUHAN YANG LEBIH KONKRIT UNTUK UMATNYA SEKARANG
(a)    Sepanjang diketahui, hampir semua lembaga sosial dan lembaga keagamaan memiliki cara dan sistem untuk mengumpulkan dana demi menunjukkan kepedulian lembaga itu untuk kehidupan pelayannya, dan kesejahteraan orang laing, kaum miskin dan kaum duafa. Di agama tetangga kita ada yang dikenal amal, zakat, infak dan sedekah. Mereka tidak mengenal persembahan jens apapun kepada Allah yang mereka percayai. Selain itu mereka mengerahkan kewenangan negara untuk memperhatikan kesejahteraan para tenaga keagamaan mereka. Baik di agama Buddha ada juga pemberian sumbangan-sumbangan oleh umat kepada para biksu dan pengumpulan dana untuk pekerjaan sosial. Hal yang sama ada di kalangan Hindu, dan Konghuchu. Sejak awal kekristenan, kepedulian terhadap kaum miskin sudah sangat tinggi. Kalau kita baca Kisah Para Rasul 2:41-47 dan 4:32-36, umat jemaat mula-mula itu mengatur sedemikian rupa agar mereka dapat dikatakan “seharta dan sepemilikan”, “sependeritaan dan sekebahagiaan”. Jemaat Kristen mula-mula melakukan hal itu sebagai dampak dari pemahaman mereka tentang ajaran Perjanjian Lama dan ajaran Yesus yang disampaikan oleh para rasul Kristus.
(b)   Di huria (milik Kyrios) sekarang ini masih dikenal pesta panen atau disebut juga pesta gotilon atau thanksgiving. Dalam pesta ini semua anggota jemaat diharapkan memberikan yang terbaik dari penghasilannya, agar ada yang akan digunakan huria untuk membantu orang miskin, untuk pekerjaan diakoni dan untuk kesejahteraan pelayan. Pesta Gotilon / pesta panen/thanksgiving (sebagai kesempatan mempersembahkan hasil pertama), harus semakin diintensifkan dan ditingkatkan mutunya di zaman ekonomi semakin sulit ini. Huria tidak bermaksud untuk “memeras” anggota jemaat, tetapi mendidik jemaat untuk melihat tanggungjawab sosial dan tanggungjawab kebertuhanan. Dua dimensi ini ibarat dua sisi uang yang tak terpisahkan. Keberuntungan setiap keluarga dengan melakukan itu adalah 1) Dia telah menunjukkan bahwa keluarga itu benar-benar manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa TUHAN, yang telah diselamatkan TUHAN dalam Kristus 2) Keluarga itu benar-benar menunjukkan dirinya sebagai pengikut Yesus yang benar, menjadi imitatio Christi/peniru Kristus. 3) Keluarga itu semakin terdorong untuk terus memperbaiki penghasilannya, karena dia sadar betul bahwa bukan hanya dirinya sendiri yang harus ditanggungjawabinya. Dengan dorongan ini, keluarga itu akan semakin kaya dan semakin kaya (dalam harta dunia dan harta rohani), dengan cara yang terpuji dan sesuai Firman TUHAN. 4) Cinta kasih TUHAN dan cinta kasih sesama akan semakin bertambah-tambah bagi keluarga tersebut. 5) Berkat TUHAN tetap terbuka untuk dilimpahkan kepada keluarga tersebut. 6) Tempat keluarga tersebut akan semakin baik di tengah-tengah masyarakat. Paulus mengatakan bahwa dengan memberikan persembahan (termasuk persembahan hasil pertama), keseimbangan akan terwujud, ketimpangan sosial akan semakin hilang. Sangat baik apabila pengikut TUHAN (Yesus) mencamkan apa yang dikatakan Paulus dalam 2 Kor.8:13-15: “Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan. Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan. Seperti ada tertulis: "Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan." Dan selanjutnya dalam 2 Kor.9:6-9: “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan. Seperti ada tertulis: "Ia membagi-bagikan, Ia memberikan kepada orang miskin, kebenaran-Nya tetap untuk selamanya."
Banyak sekali umat atau keluarga-keluarga yang mengatakan bahwa mereka tidak sanggup memberi (termasuk mempersembahkan hasil pertama) karena mereka sendiri tidak memiliki apa-apa untuk dimakan. Kemiskinan  begitu mencekik. Bila memang semua warga huria terdiri dari orang-orang miskin, maka mereka harus berani mempersembahkan “kemiskinan” mereka itu kepada TUHAN sebagai persembahan hasil pertama. Di Mesir ada jemaat Kristen yang tinggal di Kampung Sampah. Mereka terdiri dari orang-orang miskin dan mereka inilah yang setia kepada Yesus Kristus. Tidak ada dari keluarga di tempat itu yang tidak bekerja untuk  mengumpulkan sampah dari kota Kairo, sampai kota itu bersih. Lalu mereka mempersembahkan kemiskinan mereka itu sebagai hasil pertama di hadapan TUHAN. Persembahan mereka juga terdiri dari sampah. Dan gereja mengorganiser mereka agar sampah-sampah yang mereka kumpulkan itu menjadi kekayaan yang luar biasa, termasuk sampah yang dipersembahkan sebagai hasil pertama. Hasilnya: mereka bangkit, dan sanggup membangun dan membangun kemasyarakatan yang sangat damai, kompak dan kampung mereka menjadi objek wisata yang  wisatawan rindu mengunjunginya. Mereka menjadi pemberi devisa untuk negaranya dan mereka mendapat kemakmuran.  Mampukah masyarakat Kristen yang miskin di negeri ini mengelola kemiskinannya menjadi modal kekayaan rohani dan kekayaan  duniawi yang luar biasa? Kalau serba tanggung, dan tidak digeluti atau dilaksanakan dengan luar biasa sungguh-sungguh, memang kemiskinan itu menjadi sumber kebinasaan. TUHAN tidak ingin umat-Nya binasa, maka tanggungjawab sosial dan tanggungjawab kebertuhanan mereka  harus benar-benar dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Mari memulai dari diri sendiri, dari jemaat  sendiri, dari denominasi sendiri. TUHAN pasti akan menunjukkan mujizat-mujizatnya.

Pematangsiantar, 31 Januari 2016
Pdt. Langsung Maruli Sitorus (Pdt. LaMBaS).