MINGGU VIII SETELAH TRINITAS TGL 17 JULI 2016, EVANGELIUM: LUKAS 10:38-42
LUKAS
10:38 Ketika Yesus dan murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di
sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya.
10:39 Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria
ini duduk dekat kaki Tuhan dan
terus mendengarkan perkataan-Nya.
10:40 sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata:
"Tuhan, tidakkah Engkau
peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku."
10:41 Tetapi Tuhan menjawabnya: "Marta, Marta, engkau kuatir dan
menyusahkan diri dengan banyak
perkara,
10:42 tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang
terbaik, yang tidak akan diambil dari
padanya."
PILIH, MILIKI DAN HASILKAN YANG
TERBAIK,
YANG
TIDAK AKAN DIAMBIL DARIPADAMu
1.
Hidup
sungguh sangat indah apabila dua orang perempuan yang bersaudara sangat kompak.
Kekompakan dua perempuan yang kakak-adek bisa membuat generasi-generasi dari
keturunan mereka menjadi kompak dan menjalin kasih yang kuat. Suami-suami
mereka bisa juga menjadi kompak (walaupun masing-masing berlainan marga dan
latarbelakang) dan keduanya bisa kerjasama membangun rumah, dan lain-lain demi
kesuksesan keluarga masing-masing. Kekompakan sedemikian merupakan penampakan
kasih storge (ikatan darah) yang bisa meningkat menjadi kasih agave. Kekompakan
perempuan berkakak-adek bisa menjalin kerukunan antar umat beragama, apabila
masing-masing dari perempuan itu nikah dengan suami yang berlainan agama dan
menjadi kompak. Keturunan mereka yang berlainan agama bisa juga menjadi kompak.
Kekompakan perempuan berkakak-adek sangat berdampak baik kepada persekutuan
umat di Huria, apabila mereka menjadi pengikut Kristus yang setia di dalam satu
jemaat. Perempuan yang kakak-adek bisa kompak, walaupun masing-masing sibuk
dengan pekerjaan masing-masing. Jadi kekompakan perempuan berkakak-adek harus
dibina dari mulai mereka sejak kecil hingga dewasa, sampai sesudah mereka
menikah.
2.
Maria
(yang kakak-an) dan Marta (yang adik-an) adalah dua gadis Yahudi yang kompak,
yang berkenalan dengan Yesus Kristus dan menjadi pengikut-Nya. Lukas
menceritakan tentang mereka dalam Kitab Injil yang ditulisnya, punya maksud
yang indah, yakni: (1) untuk menunjukkan bahwa dari sejak semula dalam
pekerjaan Yesus di Galilea/Yudea menyatakan Kerajaan Sorga telah datang di
bumi, perempuan sudah diikut sertakan di dalamnya, dan kedudukan perempuan di
tengah umat manusia yang berkumpul di sekitar Yesus sudah diubah dan diperbaiki menjadi penting, dibanding
dengan kedudukan mereka di tengah kaum umat Yahudi fanatik. (2) Dalam kehadiran
Tuhan Yesus di kalangan perempuan, para perempuan dapat mengambil peranan yang
dapat dikerjakan masing-masing, dan sebaiknya mereka tidak saling menyalahkan,
atau menjadi kesal, tetapi melihat pekerjaan-pekerjaan mereka itu merupakan
hal-hal yang saling mendukung dan saling melengkapi. Lukas menonjolkan peranan
perempuan dalam kehidupan Yesus (dalam melahirkan-Nya ke bumi, dalam
perjumpaannya dengan umat Yahudi: perempuan Samaria, Maria Magdalena, Marta dan
Maria; dan yang sambil menangis berurai
air mata “mengawal” Yesus menjalani via
dolorosa hingga ke Golgatha, serta
yang menemukan kuburan Yesus yang kosong dalam peristiwa kebangkitan Yesus). Apa
pelajaran yang dapat dihayati dan diamalkan Huria Kristen dari cerita tentang
perempuan (khususnya Marta dan Maria) dalam perjumpaan mereka dengan Yesus?
Dijawab masing-masinglah, agar rame dan enak.
3.
Yesus
dan murid-muridnya (13 orang) dalam perjalanan, dari mana dan mau ke mana tidak
diberitahu Lukas. Diduga, dari Yerusalem ke luar kota. Mereka singgah di satu
kampung, tempat tinggal Maria dan Marta, yang dari Yoh.11:1 dan 12:3 diketahui
kampung itu bernama Betania (Beth-‘Ani = Rumah/Kampung kaum Miskin), kira-kira
dua mil (2,7 km) jauhnya dari kota Yerusalem (Yoh.11:18), ditempuh setengah jam
berjalan kaki, terletak di sebelah timur Bukit Zaitun. Dulu kampung ini bernama
Ananya (Neh.11:32). Di zaman pendudukan
Arab, kampung ini bernama El-Azariye. Di masa Yesus, kampung ini juga tempat
tinggal Simon yang Kusta (Mat.26:6). Yesus sering berkunjung ke tempat ini
(baca: Mat.21:17; 26:6, selain kunjungan ke rumah Maria & Marta (Luk.10:38;
dan sewaktu menghidupkan kembali Lazarus (saudara Maria & Marta) yang sudah
empat hari sebelumnya dikuburkan (Yoh.11:1-44).
Kampung ini lain dengan kampung Bethania yang ada di seberang sungai
Yordan, dekat tempat Yohanes Pembaptis membaptis, suatu kampung yang terletak
di perlintasan umat Israel dari timur sungai Yordan pergi ziarah ke Yerusalem.
Di Bethania (yang di seberang Yordan)
ini Yesus pernah juga melakukan pelayanan (Baca: Yoh.3:26; 10:40; 3:22; 4:1.2;
Mat.3:9.10; Mk.1:4; Yoh.1:48). Kadang kampung Bethania di seberang Yordan
bernama Beth-Ainon. Kampung Maria dan
Marta disebut Bethania (Kampung Orang-orang Yang Menderita Kemiskinan, das Haus der Elende). Kalau penduduk
kota ini benar-benar seperti nama kampung ini (huta ni akka naporsuk ngoluna), dan Yesus sering datang ke kampung
ini, itu pertanda bahwa Yesus sangat solider (punya solidaritas yang
tinggi) kepada orang-orang miskin. Di
kunjungan di kesempatan yang lain ke rumah Maria & Marta (Yoh.12:1-8) Maria
meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya (Bd. Mrk.14:3-9: meminyaki
kepala Yesus). Rumah itu menjadi harum, tetapi Yudas Iskariot memprotes, karena
menurut dia lebih baik minyak itu dijual 300 dinar dan uangnya diberikan kepada
orang-orang miskin (mungkin maksudnya kepada penghuni Bethania yang miskin).
Memang kalau ada orang seolah menghamburkan harta di kampung orang miskin, ada
juga kejanggalannya. Tetapi Yesus memberi arti peminyakan itu sehubungan dengan
penguburan-Nya. Hanya kali itu saja, peminyakan Yesus lebih penting dari pada
kepedulian bagi orang miskin. Kata Yesus: “Orang miskin selalu ada pada kamu,
tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu!” “Semiskin apapun manusia, akan
benar-benar kaya apabila Yesus ada padanya.” Dari dekat Bethania, Yesus naik ke
sorga (Luk.24:50). Banyak pelajaran diberikan Yesus di Bethania, yang perlu
didengar Huria Kristen sepanjang masa.
4.
Marta,
si gadis yang siadekan, menerima Yesus di rumahnya. Maria, kakaknya ikut di
rumah itu. Kalau Lazarus ada di rumah itu, maka mereka semua sedikitnya ada 16 orang di rumah itu. Marta yang merasa mendapat
kehormatan sebagai yang punya tamu, dapat dimaklumi kalau Marta repot
menyediakan yang perlu untuk tamu (misalnya: minum teh dan snacknya), sesuai
tradisi kaum Yahudi. Maria yang merasa ikut dalam penyambutan itu bersikap seperti
air mengalir, merasa bahwa sudah cukup adiknya saja yang repot (sibuk)
menyediakan air minum/snack. Dia memilih duduk dekat kaki Yesus untuk mendengar
apa yang akan dikatakan Yesus kepada mereka yang ada di rumah itu. Dua sikap
dan perbuatan ini (yang ditunjukkan Marta dan Maria) merupakan sikap
menghormati dan mengagumi Yesus yang datang ke rumah mereka. Marta menyediakan
yang dibutuhkan tubuh (makanan jasmani), dan Maria mencari dan menikmati yang dibutuhkan jiwa
atau rohani (pengajaran dan nasihat). Di rumah itu terjadi penyuguhan (perbuatan
melayankan) makanan jasmani dan makanan rohani (kebutuhan jiwa). Kebutuhan
jasmani dilayankan Marta mewakili saudara-saudarinya. Kebutuhan rohani (jiwa)
dilayankan Yesus mewakili diri-Nya dan murid-murid-Nya. Dua macam kebutuhan ini
sebenarnya sangat baik apabila dalam satu waktu bisa sama-sama dilayankan.
Untuk itu Tuhan Yesus (yang di masa sekarang diwakili hamba-hamba-Nya), dan
warga jemaat (seperti Marta, Maria dan Lazarus)
harus kerja sama, atau membuat pemenuhan kebutuhan jasmani dan kebutuhan
rohani (jiwa) itu berjalan spontan.
5.
Ternyata, setelah Yesus dan rombongan masuk ke
rumah itu, Marta dan Maria saling mengambil pekerjaan masing-masing, yang
hendak membuat hati Yesus senang. Agak aneh juga kalau Marta dan Maria pergi
bersama-sama ke dapur, dan meninggalkan Yesus bersama murid-Nya di ruang tamu.
Adalah pertanda keramah-tamahan kalau ada tuan rumah yang menyertai tamu di
ruang tamu bercakap-cakap, sedangkan yang lainnya sibuk menyediakan teh ala
kadarnya. Bisa demikian kalau kebetulan ada dua atau tiga orang di rumah itu
yang menyambut tamu. Kecuali kalau yang dijumpai di rumah itu hanya seorang. Pengambilan
kesibukan untuk menunjukkan keramah-tamahan (oleh Marta dan Maria) dalam
menyambut Yesus, dilakukan oleh Marta dan Maria spontan dan tidak saling
diatur-atur. Indah kehidupan kalau yang menyambut Yesus bisa mengambil kerja
masing-masing tanpa diatur-atur. Ciri khas Huria Kristen adalah “teratur tanpa
diatur”.
6.
Maria
memilih “bagian”-nya: “duduk dekat kaki Yesus dan terus mendengarkan perkataan-Nya”
(perkataan Yesus). Lukas tidak menceritakan tentang apa yang dikatakan Yesus
didengarkan oleh Maria (dan murid-murid Yesus), sewaktu Maria duduk dekat kaki
Yesus. Apakah ajaran hidup rohani atau ajaran tentang hidup sehari-hari yang
dikatakan Yesus, tidak diberitahu oleh Lukas. Hal-hal itu bisa saja dibicarakan
Yesus waktu itu, tapi tidak diberitahu oleh Lukas. Jadi kalau dikatakan” Maria
telah “memilih yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya” maksudnya
pertama-tama, bahwa yang terbaik itu
adalah: berada dekat (sangat dekat) kepada Yesus, bahkan dekat kaki Yesus, dan
mendengarkan perkataan Yesus. Berada
dekat Yesus dan mendengar perkataan Yesus, merupakan yang terbaik, bagi Maria
dan juga bagi Huria Kristen sampai sekarang. (Di kesempatan lain Maria
melakukan hal ini lagi di hadapan Yesus, dan bahkan Maria mencurahkan minyak
narwastu ke kaki Yesus (ke kepala Yesus), dan menyeka minyak di kaki Yesus
dengan rambutnya (bd. Yoh.12:1-8). Sewaktu
Lazarus, saudara Maria & Marta, dipisah dari mereka (termasuk dari Yesus)
oleh kematian, Yesus membuat Lazarus dekat
kepada-Nya dan kepada dua
saudarinya dengan menghidupkan kembali Lazarus
walaupun sudah empat hari mati dan dikubur. Dekat kepada Yesus dan mendengar perkataan
Yesus merupakan bagian terbaik. Dari “mendengar”
berlanjut kepada “memelihara” (yang juga meliputi “melakukan”) perkataan yang didengar itu. Yesus berkata: Yang berbahagia ialah mereka yang
mendengarkan Firman (Yahowa) Allah dan yang memeliharanya” (Luk.11:28).
7.
Kalau
ada yang terbaik, apa yang menjadi kedua terbaik? Untuk mengetahuinya, juga dapat
dipelajari dari kisah Maria dan Marta. Tentu yang kedua terbaik adalah yang
dilakukan Marta, sewaktu Yesus hadir/berkunjung ke rumahnya waktu itu:
Menyediakan kebutuhan jasmani bagi Yesus dan bagi semua yang hadir di rumah
itu. Sebenarnya perbuatan ini pada awalnya sama kadarnya dengan perbuatan
“berada dekat Yesus dan mendengarkan perkataan Yesus”. Karena perbuatan
melayankan kebutuhan jasmani merupakan pekerjaan “melakukan Firman TUHAN yang
sudah didengarkan”. Beriman dan melakukan Hukum Taurat pada mulanya sama kadar
dan bobotnya di hadapan TUHAN. Tetapi perbuatan “melayankan kebutuhan jasmani
kepada Tuhan dan para pengikutnya” (sebagai penampakan melakukan Hukum taurat)
menjadi degradasi (turun) ke hal kedua
terbaik, karena ada “keluh kesah”, “kekesalan”
atau ada rasa iri hati “mengapa harus sendiri saya” atau parungutunguton
(sungut-sungut) dalam mengerjakannya. Dalam teks ini jelas diberitahu, bahwa
Yesus menjawab Marta yang membisiki meminta bantuan dari Yesus agar Yesus
menyuruh Maria membantu melayankan apa yang seharusnya dilayankan bagi tamu
mereka, setelah Marta menyampaikan “omelan’-nya. Kalau Marta tidak
mengungkapkan omelannya itu, tidak akan ada pendapat dari Yesus tentang apa
yang dilakukan Maria, bahwa “Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang
tidak akan diambil dari padanya." Tanpa ucapan Yesus ini, pasti apa yang
dilakukan Marta untuk Yesus dan apa yang dilakukan Maria untuk Yesus akan sama
nilai, bobot dan kegunaannya. Tetapi omelan itu membuat berkurang nilai, bobot
dan kegunaan yang dilakukan Marta. Bahkan Yesus menegor Marta dengan mengatakan:
"Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara!”
Sebenarnya percakapan Yesus dan Marta, dan perbuatan dua perempuan ini di
hadapan Yesus, menggambarkan dua macam perbuatan manusia beragama. Yang satu
dekat dengan TUHAN dan dengar-dengaran pada perkataan TUHAN (disebut aja
kelompok ini kelompok A, dan kelompok ini diwakili murid-murid Yesus dan ke
dalam kelompok ini Maria bergabung); dan kelompok yang satu lagi adalah
kelompok yang repot melakukan peraturan-peraturan agama, hukum-hukum agama,
yang sudah menjadi adat-istiadat (disebut aja kelompok ini kelompok B, dan
kelompok ini diwakili oleh Marta) dan kelompok B ini selalu berkeberatan
apabila orang lain tidak melakukan seperti yang dilakukan oleh kelompok B
tersebut. Ke dalam kelompok B ini sebenarnya termasuk para ahli-ahli taurat,
kaum Farisi, dan para Yahudi penganut
agama Taurat yang sangat keras. Kelompok A dalam sikap dan perbuatan mereka
(dekat Yesus dan mendengar Yesus) bertujuan mendapat bimbingan baru, paradigma
baru dari Tuhan, untuk dapat dikerjakan. Sedangkan kelompok B, berpijak pada
bimbingan lama dan paradigma lama, serta melakukan semua pekerjaan berdasarkan bimbingan
lama dan paradigma lama tersebut. Manusia tipe kelompok A selalu merindukan
hal-hal yang baru; sedangkan manusia tipe kelompok B selalu ingin berada dalam
“status quo” ( di nasomalsomal i ma).
Di hari-hari berikutnya Maria menunjukkan dirinya benar-benar manusia tipe
kelompok A tersebut, sewaktu dia meminyaki kaki (atau kepala) Tuhan Yesus, dan
menyeka minyak di kaki Yesus dengan rambutnya. Perbuatan Maria itu merupakan
perbuatan cinta kasih yang luar biasa,
dan mengandung banyak arti, seperti diterangkan oleh Yesus. Perbuatan Maria itu
bukan sesuatu yang menunjukkan “status quo” (nasomalsomal i), melainkan hasil dari pada kedekatannya kepada
Yesus dan kesediaan Maria mendengar perkataan-perkataan Yesus. Pelaksanaan
Hukum Taurat tetapi dibarengi dengan
sungut-sungut (atau perbuatan manguhumuhumi;
perbuatan memvonnis-vonnis) membuat
kepatuhan kepada Taurat itu menjadi sia-sia, dan tidak membangun relasi yang
indah, dan nilai perbuatan itu menjadi “nilai merah” (punten lima).
Kehadiran Yesus di hadapan seseorang atau
di tengah-tengah umat (orang banyak) bersama murid-murid-Nya membawa hal-hal
yang baru, bahkan ingin menjadikan manusia itu menjadi “manusia baru”, atau
dalam bahasa Paulus, menjadi “ciptaan baru”. Langkah pertama dan yang terutama
untuk itu adalah bersedia/mau dekat kepada Yesus atau duduk bersama Yesus dan
benar-benar mendengar perkataan/Firman Yesus, tentang hal-hal yang baru itu.
Langkah kedua adalah bahwa yang mendengar perkataan/Firman Yesus tidak berhenti
hanya sebagai pendengar saja, melainkan maju melangkah menjadi “pelaku firman”
Yesus. Dengan demikian dasar perbuatan setiap orang yang mendengar Firman Yesus
bukan lagi Hukum Taurat atau adat Tradisi peninggalan Kakek Moyang, melainkan
Firman Yesus yang merelevankan atau mendinamisasi Hukum Taurat dan Adat Tradisi kakek moyang; dan Firman
Yesus yang membebaskan manusia dari kekuatiran serta kerepotan maupun
perkara-perkara yang menyusahkan diri manusia itu sendiri.
Memang tunduk terhadap Hukum Taurat
(hukum-hukum agama) dan Tradisi kakek-moyang, dan membuatnya sebagai dasar
perbuatan, akan membuat seseorang akan kehilangan pengenalan akan anugerah
TUHAN, tetapi sangat menghitung-hitung berapa perbuatan-perbuatan baik yang
dapat dia lakukan dari hari demi hari, dan dengan demikian dia akan mengalami
kekuatiran demi kekuatiran, yang semakin bertambah-tambah. Dia kuatir bahwa
pengabdiannya kepada Hukum Taurat dan tradisi kakek-moyang akan menjadi sia-sia
kalau orang lain tidak ikut melaksanakannya atau orang lain tidak ikut
mendukung dia untuk melakukannya. Dia kuatir bahwa dirinya akan dihukum, karena
dia tahu bahwa pengabdiannya kepada Hukum Taurat dan tradisi kakek moyang selalu tidak sempurna. Dia kuatir bahwa
diukur dari Hukum Taurat dan Tradisi Kakek-moyang, dia kedapatan berdosa, dan
dia akan tercampak dari muka umum dan dari hadapan TUHAN. Dia kuatir bahwa dia
akan gagal mematuhi Hukum Taurat dan Tradisi Kakek-moyang, karena
manusia-manusia di lingkungannya sebagai penyebab kegagalannya, sebab mereka
menggoda dia untuk tidak mematuhi Hukum Taurat (hukum agama) dan tradisi
kakek-moyangnya. Gejala-gejala kekuatiran inilah yang membuat Yahudi di zaman
dahulu kala sangat membenci Yesus, yang mereka tuduh merongrong kepatuhan kepada
Hukum Taurat dan Tradisi Kakek-moyang Israel. Gejala kekuatiran seperti itu
masih tampak sampai sekarang di kalangan penganut agama-agama tauratis dan
penegak tradisi-tradisi kakek-moyang, termasuk tradisi nabi dan kebiasaan umat
mula-mula pada zaman dahulu kala. Hidup tauratis dan tradistis tampaknya sangat
indah, apalagi semua umat manusia dapat dipaksa menjalankan hidup tauratis dan tradistis itu. Tetapi
keindahan hidup sedemikian merupakan “rantai emas” yang membelenggu umat
manusia, dan mengekang manusia mencapai kemajuan-kemajuannya dalam berbudaya,
beragama, berteknologi, bernegara demokratis, berpolitik, berekonomi, dan
berilmu. Kalau demikian halnya, sebaiknya bagaimana?
8. Sebaiknya
setiap pengikut Yesus melakukan “yang terbaik” dalam segala hal. Yang terbaik
apabila dibanding dengan kepatuhan terhadap hukum-hukum agama dan tradisi
kakek-moyang. Prestasi-prestasi terbaik yang dihasilkan pasti tidak akan lekang
atau tanggal dari yang menghasilkannya.
Sejarah tidak akan menyangkal
prestasi terbaik yang dihasilkan seseorang, siapapun itu, apalagi dia
itu pengikut Yesus. Prestasi terbaiknya akan dicatat di bumi (mungkin di buku
Museum, atau di lembaran negara) dan di sorga. Sebagai contoh: bahwa seorang
bernama Pdt. Mangaraja Hesekiel Manullang (seorang pendeta HKI) telah turut
berjuang di Republik ini (khususnya di Tapanuli) mempertahankan agar Tapanuli
tidak dianeksasi VOC menjadi daerah perkebunan mereka, dan perjuangannya
berhasil sehingga dengan ketentuan dari Ratu di negeri Belanda, Tapanuli tetap
diperhitungkan di negara ini sebagai tanah adat dan tanah leluhur marga-marga
Batak, dan itu dipetakan. Atas prestasi beliau, oleh pemerintah RI cq
Departemen Sosial RI dia diperhitungkan sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan.
Walaupun monumen untuk beliau tidak ada dan mungkin beliau sudah hampir
dilupakan di negara ini, tetapi prestasi beliau pasti tidak akan lekang dan
tanggal dari diri beliau. Tak ada orang yang bisa menghapus prestasi beliau. Dia
telah melakukan suatu “yang terbaik” di negara ini, dan di kalangan Huria yang
ada di tanah Tapanuli.
Sangat dibutuhkan di
masa sekarang orang yang benar-benar dapat melakukan “yang terbaik”. Di era
Nawacita yang dicanangkan oleh Jokowi, di bumi persada Nusantara NKRI, yang
berpancasila, berempat-pilar, berdemokrasi, yang bermulti (majemuk) dalam
segala hal, tapi berkesatuan tunggal ika, dan yang sedang giatnya
merealisasikan pembangunan merata di seluruh bumi Indonesia, walaupun
bermodalkan pinjaman dan kapital para investor, sangat dibutuhkan sangat banyak
orang yang dapat beprestasi “yang terbaik”. Percayanya dari sudut agamanya
terbaik. Budayanya dari budaya sukunya terbaik. Ilmunya dari ilmu
spesialisasinya terbaik. Mentalitasnya dari ukuran mental bangsa Indonesia
terbaik. Pertaniannya dengan hasil-hasilnya terbaik. Perkebunannya dengan
keuntungannya dan pajaknya ke negara terbaik. Pertambangan dan hasilnya
terbaik. Produk-jadinya dari pabrik-pabriknya terbaik. Masakan dari hasil
kulinernya terbaik. Nasionalitasnya terbaik. Jualannya terbaik. Karyanya
terbaik. Kelakuannya terbaik. Konsumsinya juga terbaik. Kerukunannya terbaik.
Keluarganya terbaik. Tukang-tukangannya
juga terbaik. Tidak ada satupun dari prestasinya yang baik yang tidak tak
terbaik. Semua-semuanya “yang terbaik”. Kalau 150juta angkatan kerja Indonesia
yang di swasta maupun di pemerintahan selalu berusaha menjadi “yang terbaik”
dan menghasilkan “yang terbaik”, di era Jokowi, pasti Bangsa Indonesia dapat
segera melampaui kemajuan-kemajuan dan kebaikan-kebaikan yang diraih manusia di
negara lain. Firman TUHAN mengajak semua bangsa Indonesia, khususnya Huria
Kristen, terus menerus meraih dan menghasilkan “yang terbaik”, tanpa
bersungut-sungut dan jauh dari kesombongan hati maupun kesombongan rohani.
Hentikan “membisikkan” kekesalanmu kepada TUHAN, tetapi teruslah
dengar-dengaran pada TUHAN dan beprestasi terbaik. Hentikan melakukan yang
jelek apalagi yang terjelek, karena walaupun ada hasilnya, itu semua menjadi
sia-sia bagi kemanusiaan dan sorga. (Catatan: Narkoba benda jelek, menggoda
orang melakukan yang jelek, dan akibatnya terjadi yang terjelek, walaupun hasilnya triliunan rupiah, tetapi akhirnya
itu pasti menjadi kesiasiaan. Penghasilan toke narkoba di negara yang
membebaskan memproduksi dan mengkonsumsi narkoba, ternyata juga jatuh kepada
kesiasiaan. Karena narkoba itu sendiri yang memakan mereka). Tuhan Yesus
Kristus mengajak semua orang, terutama Huria Kristen, dengan menyerukan:
“Jadilah yang terbaik!” “Milikilah yang terbaik!” “Hasilkanlah yang
Terbaik!” Bila demikian, yang terbaik
akan berkelanjutan. Dan seluruh umat manusia tanpa kecuali akan penuh
kebahagiaan. Amen.
Pematangsiantar, 20
Juni 2016. Pdt. Langsung Maruli Basa Sitorus (Pdt. LaMBaS).