MINGGU VIII SETELAH TRINITAS TGL 17 JULI 2016, EVANGELIUM: LUKAS 10:38-42

21.57.00 0 Comments A+ a-

LUKAS

10:38   Ketika Yesus dan murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya.
10:39   Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki  Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya.
10:40   sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: "Tuhan, tidakkah        Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia   membantu aku."
10:41  Tetapi Tuhan menjawabnya: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan      banyak perkara,
10:42  tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya."

PILIH, MILIKI DAN HASILKAN YANG TERBAIK,
YANG TIDAK AKAN DIAMBIL DARIPADAMu

1.      Hidup sungguh sangat indah apabila dua orang perempuan yang bersaudara sangat kompak. Kekompakan dua perempuan yang kakak-adek bisa membuat generasi-generasi dari keturunan mereka menjadi kompak dan menjalin kasih yang kuat. Suami-suami mereka bisa juga menjadi kompak (walaupun masing-masing berlainan marga dan latarbelakang) dan keduanya bisa kerjasama membangun rumah, dan lain-lain demi kesuksesan keluarga masing-masing. Kekompakan sedemikian merupakan penampakan kasih storge (ikatan darah) yang bisa meningkat menjadi kasih agave. Kekompakan perempuan berkakak-adek bisa menjalin kerukunan antar umat beragama, apabila masing-masing dari perempuan itu nikah dengan suami yang berlainan agama dan menjadi kompak. Keturunan mereka yang berlainan agama bisa juga menjadi kompak. Kekompakan perempuan berkakak-adek sangat berdampak baik kepada persekutuan umat di Huria, apabila mereka menjadi pengikut Kristus yang setia di dalam satu jemaat. Perempuan yang kakak-adek bisa kompak, walaupun masing-masing sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Jadi kekompakan perempuan berkakak-adek harus dibina dari mulai mereka sejak kecil hingga dewasa, sampai sesudah mereka menikah.

2.      Maria (yang kakak-an) dan Marta (yang adik-an) adalah dua gadis Yahudi yang kompak, yang berkenalan dengan Yesus Kristus dan menjadi pengikut-Nya. Lukas menceritakan tentang mereka dalam Kitab Injil yang ditulisnya, punya maksud yang indah, yakni: (1) untuk menunjukkan bahwa dari sejak semula dalam pekerjaan Yesus di Galilea/Yudea menyatakan Kerajaan Sorga telah datang di bumi, perempuan sudah diikut sertakan di dalamnya, dan kedudukan perempuan di tengah umat manusia yang berkumpul di sekitar Yesus sudah diubah  dan diperbaiki menjadi penting, dibanding dengan kedudukan mereka di tengah kaum umat Yahudi fanatik. (2) Dalam kehadiran Tuhan Yesus di kalangan perempuan, para perempuan dapat mengambil peranan yang dapat dikerjakan masing-masing, dan sebaiknya mereka tidak saling menyalahkan, atau menjadi kesal, tetapi melihat pekerjaan-pekerjaan mereka itu merupakan hal-hal yang saling mendukung dan saling melengkapi. Lukas menonjolkan peranan perempuan dalam kehidupan Yesus (dalam melahirkan-Nya ke bumi, dalam perjumpaannya dengan umat Yahudi: perempuan Samaria, Maria Magdalena, Marta dan Maria;  dan yang sambil menangis berurai air mata “mengawal” Yesus menjalani via dolorosa hingga ke  Golgatha, serta yang menemukan kuburan Yesus yang kosong dalam peristiwa kebangkitan Yesus). Apa pelajaran yang dapat dihayati dan diamalkan Huria Kristen dari cerita tentang perempuan (khususnya Marta dan Maria) dalam perjumpaan mereka dengan Yesus? Dijawab masing-masinglah, agar rame dan enak.

3.      Yesus dan murid-muridnya (13 orang) dalam perjalanan, dari mana dan mau ke mana tidak diberitahu Lukas. Diduga, dari Yerusalem ke luar kota. Mereka singgah di satu kampung, tempat tinggal Maria dan Marta, yang dari Yoh.11:1 dan 12:3 diketahui kampung itu bernama Betania (Beth-‘Ani = Rumah/Kampung kaum Miskin), kira-kira dua mil (2,7 km) jauhnya dari kota Yerusalem (Yoh.11:18), ditempuh setengah jam berjalan kaki, terletak di sebelah timur Bukit Zaitun. Dulu kampung ini bernama Ananya (Neh.11:32).  Di zaman pendudukan Arab, kampung ini bernama El-Azariye. Di masa Yesus, kampung ini juga tempat tinggal Simon yang Kusta (Mat.26:6). Yesus sering berkunjung ke tempat ini (baca: Mat.21:17; 26:6, selain kunjungan ke rumah Maria & Marta (Luk.10:38; dan sewaktu menghidupkan kembali Lazarus (saudara Maria & Marta) yang sudah empat hari sebelumnya dikuburkan (Yoh.11:1-44).  Kampung ini lain dengan kampung Bethania yang ada di seberang sungai Yordan, dekat tempat Yohanes Pembaptis membaptis, suatu kampung yang terletak di perlintasan umat Israel dari timur sungai Yordan pergi ziarah ke Yerusalem. Di Bethania  (yang di seberang Yordan) ini Yesus pernah juga melakukan pelayanan (Baca: Yoh.3:26; 10:40; 3:22; 4:1.2; Mat.3:9.10; Mk.1:4; Yoh.1:48). Kadang kampung Bethania di seberang Yordan bernama Beth-Ainon.  Kampung Maria dan Marta disebut Bethania (Kampung Orang-orang Yang Menderita Kemiskinan, das Haus der Elende). Kalau penduduk kota ini benar-benar seperti nama kampung ini (huta ni akka naporsuk ngoluna), dan Yesus sering datang ke kampung ini, itu pertanda bahwa Yesus sangat solider (punya solidaritas yang tinggi)  kepada orang-orang miskin. Di kunjungan di kesempatan yang lain ke rumah Maria & Marta (Yoh.12:1-8) Maria meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya (Bd. Mrk.14:3-9: meminyaki kepala Yesus). Rumah itu menjadi harum, tetapi Yudas Iskariot memprotes, karena menurut dia lebih baik minyak itu dijual 300 dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin (mungkin maksudnya kepada penghuni Bethania yang miskin). Memang kalau ada orang seolah menghamburkan harta di kampung orang miskin, ada juga kejanggalannya. Tetapi Yesus memberi arti peminyakan itu sehubungan dengan penguburan-Nya. Hanya kali itu saja, peminyakan Yesus lebih penting dari pada kepedulian bagi orang miskin. Kata Yesus: “Orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu!” “Semiskin apapun manusia, akan benar-benar kaya apabila Yesus ada padanya.” Dari dekat Bethania, Yesus naik ke sorga (Luk.24:50). Banyak pelajaran diberikan Yesus di Bethania, yang perlu didengar Huria Kristen sepanjang masa.

4.      Marta, si gadis yang siadekan, menerima Yesus di rumahnya. Maria, kakaknya ikut di rumah itu. Kalau Lazarus ada di rumah itu, maka mereka semua sedikitnya ada 16  orang di rumah itu. Marta yang merasa mendapat kehormatan sebagai yang punya tamu, dapat dimaklumi kalau Marta repot menyediakan yang perlu untuk tamu (misalnya: minum teh dan snacknya), sesuai tradisi kaum Yahudi. Maria yang merasa ikut dalam penyambutan itu bersikap seperti air mengalir, merasa bahwa sudah cukup adiknya saja yang repot (sibuk) menyediakan air minum/snack. Dia memilih duduk dekat kaki Yesus untuk mendengar apa yang akan dikatakan Yesus kepada mereka yang ada di rumah itu. Dua sikap dan perbuatan ini (yang ditunjukkan Marta dan Maria) merupakan sikap menghormati dan mengagumi Yesus yang datang ke rumah mereka. Marta menyediakan yang dibutuhkan  tubuh  (makanan jasmani), dan Maria  mencari dan menikmati yang dibutuhkan jiwa atau rohani (pengajaran dan nasihat). Di rumah itu terjadi penyuguhan (perbuatan melayankan) makanan jasmani dan makanan rohani (kebutuhan jiwa). Kebutuhan jasmani dilayankan Marta mewakili saudara-saudarinya. Kebutuhan rohani (jiwa) dilayankan Yesus mewakili diri-Nya dan murid-murid-Nya. Dua macam kebutuhan ini sebenarnya sangat baik apabila dalam satu waktu bisa sama-sama dilayankan. Untuk itu Tuhan Yesus (yang di masa sekarang diwakili hamba-hamba-Nya), dan warga jemaat (seperti Marta, Maria dan Lazarus)  harus kerja sama, atau membuat pemenuhan kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani (jiwa) itu berjalan spontan.

5.       Ternyata, setelah Yesus dan rombongan masuk ke rumah itu, Marta dan Maria saling mengambil pekerjaan masing-masing, yang hendak membuat hati Yesus senang. Agak aneh juga kalau Marta dan Maria pergi bersama-sama ke dapur, dan meninggalkan Yesus bersama murid-Nya di ruang tamu. Adalah pertanda keramah-tamahan kalau ada tuan rumah yang menyertai tamu di ruang tamu bercakap-cakap, sedangkan yang lainnya sibuk menyediakan teh ala kadarnya. Bisa demikian kalau kebetulan ada dua atau tiga orang di rumah itu yang menyambut tamu. Kecuali kalau yang dijumpai di rumah itu hanya seorang. Pengambilan kesibukan untuk menunjukkan keramah-tamahan (oleh Marta dan Maria) dalam menyambut Yesus, dilakukan oleh Marta dan Maria spontan dan tidak saling diatur-atur. Indah kehidupan kalau yang menyambut Yesus bisa mengambil kerja masing-masing tanpa diatur-atur. Ciri khas Huria Kristen adalah “teratur tanpa diatur”.

6.      Maria memilih “bagian”-nya: “duduk dekat kaki Yesus dan terus mendengarkan perkataan-Nya” (perkataan Yesus). Lukas tidak menceritakan tentang apa yang dikatakan Yesus didengarkan oleh Maria (dan murid-murid Yesus), sewaktu Maria duduk dekat kaki Yesus. Apakah ajaran hidup rohani atau ajaran tentang hidup sehari-hari yang dikatakan Yesus, tidak diberitahu oleh Lukas. Hal-hal itu bisa saja dibicarakan Yesus waktu itu, tapi tidak diberitahu oleh Lukas. Jadi kalau dikatakan” Maria telah “memilih yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya” maksudnya pertama-tama, bahwa yang terbaik itu adalah: berada dekat (sangat dekat) kepada Yesus, bahkan dekat kaki Yesus, dan mendengarkan perkataan Yesus.  Berada dekat Yesus dan mendengar perkataan Yesus, merupakan yang terbaik, bagi Maria dan juga bagi Huria Kristen sampai sekarang. (Di kesempatan lain Maria melakukan hal ini lagi di hadapan Yesus, dan bahkan Maria mencurahkan minyak narwastu ke kaki Yesus (ke kepala Yesus), dan menyeka minyak di kaki Yesus dengan rambutnya (bd. Yoh.12:1-8).  Sewaktu Lazarus, saudara Maria & Marta, dipisah dari mereka (termasuk dari Yesus) oleh kematian, Yesus membuat Lazarus dekat  kepada-Nya  dan kepada dua saudarinya dengan menghidupkan kembali  Lazarus walaupun sudah empat hari mati dan dikubur.  Dekat kepada Yesus dan mendengar perkataan Yesus merupakan bagian terbaik.  Dari “mendengar” berlanjut kepada “memelihara” (yang juga meliputi “melakukan”)  perkataan yang didengar itu. Yesus berkata: Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan Firman (Yahowa) Allah dan yang memeliharanya” (Luk.11:28).

7.      Kalau ada yang terbaik, apa yang menjadi kedua terbaik? Untuk mengetahuinya, juga dapat dipelajari dari kisah Maria dan Marta. Tentu yang kedua terbaik adalah yang dilakukan Marta, sewaktu Yesus hadir/berkunjung ke rumahnya waktu itu: Menyediakan kebutuhan jasmani bagi Yesus dan bagi semua yang hadir di rumah itu. Sebenarnya perbuatan ini pada awalnya sama kadarnya dengan perbuatan “berada dekat Yesus dan mendengarkan perkataan Yesus”. Karena perbuatan melayankan kebutuhan jasmani merupakan pekerjaan “melakukan Firman TUHAN yang sudah didengarkan”. Beriman dan melakukan Hukum Taurat pada mulanya sama kadar dan bobotnya di hadapan TUHAN. Tetapi perbuatan “melayankan kebutuhan jasmani kepada Tuhan dan para pengikutnya” (sebagai penampakan melakukan Hukum taurat) menjadi degradasi (turun) ke  hal kedua terbaik, karena ada “keluh kesah”, “kekesalan”  atau ada rasa iri hati “mengapa harus sendiri saya”  atau parungutunguton (sungut-sungut) dalam mengerjakannya. Dalam teks ini jelas diberitahu, bahwa Yesus menjawab Marta yang membisiki meminta bantuan dari Yesus agar Yesus menyuruh Maria membantu melayankan apa yang seharusnya dilayankan bagi tamu mereka, setelah Marta menyampaikan “omelan’-nya. Kalau Marta tidak mengungkapkan omelannya itu, tidak akan ada pendapat dari Yesus tentang apa yang dilakukan Maria, bahwa “Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya." Tanpa ucapan Yesus ini, pasti apa yang dilakukan Marta untuk Yesus dan apa yang dilakukan Maria untuk Yesus akan sama nilai, bobot dan kegunaannya. Tetapi omelan itu membuat berkurang nilai, bobot dan kegunaan yang dilakukan Marta.  Bahkan Yesus menegor Marta dengan mengatakan: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara!” Sebenarnya percakapan Yesus dan Marta, dan perbuatan dua perempuan ini di hadapan Yesus, menggambarkan dua macam perbuatan manusia beragama. Yang satu dekat dengan TUHAN dan dengar-dengaran pada perkataan TUHAN (disebut aja kelompok ini kelompok A, dan kelompok ini diwakili murid-murid Yesus dan ke dalam kelompok ini Maria bergabung); dan kelompok yang satu lagi adalah kelompok yang repot melakukan peraturan-peraturan agama, hukum-hukum agama, yang sudah menjadi adat-istiadat (disebut aja kelompok ini kelompok B, dan kelompok ini diwakili oleh Marta) dan kelompok B ini selalu berkeberatan apabila orang lain tidak melakukan seperti yang dilakukan oleh kelompok B tersebut. Ke dalam kelompok B ini sebenarnya termasuk para ahli-ahli taurat, kaum Farisi,  dan para Yahudi penganut agama Taurat yang sangat keras. Kelompok A dalam sikap dan perbuatan mereka (dekat Yesus dan mendengar Yesus) bertujuan mendapat bimbingan baru, paradigma baru dari Tuhan, untuk dapat dikerjakan. Sedangkan kelompok B, berpijak pada bimbingan lama dan paradigma lama, serta melakukan semua pekerjaan berdasarkan bimbingan lama dan paradigma lama tersebut. Manusia tipe kelompok A selalu merindukan hal-hal yang baru; sedangkan manusia tipe kelompok B selalu ingin berada dalam “status quo” ( di nasomalsomal i ma). Di hari-hari berikutnya Maria menunjukkan dirinya benar-benar manusia tipe kelompok A tersebut, sewaktu dia meminyaki kaki (atau kepala) Tuhan Yesus, dan menyeka minyak di kaki Yesus dengan rambutnya. Perbuatan Maria itu merupakan perbuatan  cinta kasih yang luar biasa, dan mengandung banyak arti, seperti diterangkan oleh Yesus. Perbuatan Maria itu bukan sesuatu yang menunjukkan “status quo” (nasomalsomal i), melainkan hasil dari pada kedekatannya kepada Yesus dan kesediaan Maria mendengar perkataan-perkataan Yesus. Pelaksanaan Hukum Taurat  tetapi dibarengi dengan sungut-sungut (atau perbuatan manguhumuhumi; perbuatan memvonnis-vonnis)  membuat kepatuhan kepada Taurat itu menjadi sia-sia, dan tidak membangun relasi yang indah, dan nilai perbuatan itu menjadi “nilai merah” (punten lima).
      Kehadiran Yesus di hadapan seseorang atau di tengah-tengah umat (orang banyak) bersama murid-murid-Nya membawa hal-hal yang baru, bahkan ingin menjadikan manusia itu menjadi “manusia baru”, atau dalam bahasa Paulus, menjadi “ciptaan baru”. Langkah pertama dan yang terutama untuk itu adalah bersedia/mau dekat kepada Yesus atau duduk bersama Yesus dan benar-benar mendengar perkataan/Firman Yesus, tentang hal-hal yang baru itu. Langkah kedua adalah bahwa yang mendengar perkataan/Firman Yesus tidak berhenti hanya sebagai pendengar saja, melainkan maju melangkah menjadi “pelaku firman” Yesus. Dengan demikian dasar perbuatan setiap orang yang mendengar Firman Yesus bukan lagi Hukum Taurat atau adat Tradisi peninggalan Kakek Moyang, melainkan Firman Yesus yang merelevankan atau mendinamisasi Hukum Taurat  dan Adat Tradisi kakek moyang; dan Firman Yesus yang membebaskan manusia dari kekuatiran serta kerepotan maupun perkara-perkara yang menyusahkan diri manusia itu sendiri.
     Memang tunduk terhadap Hukum Taurat (hukum-hukum agama) dan Tradisi kakek-moyang, dan membuatnya sebagai dasar perbuatan, akan membuat seseorang akan kehilangan pengenalan akan anugerah TUHAN, tetapi sangat menghitung-hitung berapa perbuatan-perbuatan baik yang dapat dia lakukan dari hari demi hari, dan dengan demikian dia akan mengalami kekuatiran demi kekuatiran, yang semakin bertambah-tambah. Dia kuatir bahwa pengabdiannya kepada Hukum Taurat dan tradisi kakek-moyang akan menjadi sia-sia kalau orang lain tidak ikut melaksanakannya atau orang lain tidak ikut mendukung dia untuk melakukannya. Dia kuatir bahwa dirinya akan dihukum, karena dia tahu bahwa pengabdiannya kepada Hukum Taurat dan tradisi kakek moyang  selalu tidak sempurna. Dia kuatir bahwa diukur dari Hukum Taurat dan Tradisi Kakek-moyang, dia kedapatan berdosa, dan dia akan tercampak dari muka umum dan dari hadapan TUHAN. Dia kuatir bahwa dia akan gagal mematuhi Hukum Taurat dan Tradisi Kakek-moyang, karena manusia-manusia di lingkungannya sebagai penyebab kegagalannya, sebab mereka menggoda dia untuk tidak mematuhi Hukum Taurat (hukum agama) dan tradisi kakek-moyangnya. Gejala-gejala kekuatiran inilah yang membuat Yahudi di zaman dahulu kala sangat membenci Yesus, yang mereka tuduh merongrong kepatuhan kepada Hukum Taurat dan Tradisi Kakek-moyang Israel. Gejala kekuatiran seperti itu masih tampak sampai sekarang di kalangan penganut agama-agama tauratis dan penegak tradisi-tradisi kakek-moyang, termasuk tradisi nabi dan kebiasaan umat mula-mula pada zaman dahulu kala. Hidup tauratis dan tradistis tampaknya sangat indah, apalagi semua umat manusia dapat dipaksa menjalankan  hidup tauratis dan tradistis itu. Tetapi keindahan hidup sedemikian merupakan “rantai emas” yang membelenggu umat manusia, dan mengekang manusia mencapai kemajuan-kemajuannya dalam berbudaya, beragama, berteknologi, bernegara demokratis, berpolitik, berekonomi, dan berilmu. Kalau demikian halnya, sebaiknya bagaimana?

8.     Sebaiknya setiap pengikut Yesus melakukan “yang terbaik” dalam segala hal. Yang terbaik apabila dibanding dengan kepatuhan terhadap hukum-hukum agama dan tradisi kakek-moyang. Prestasi-prestasi terbaik yang dihasilkan pasti tidak akan lekang atau tanggal dari yang menghasilkannya.  Sejarah tidak akan menyangkal  prestasi terbaik yang dihasilkan seseorang, siapapun itu, apalagi dia itu pengikut Yesus. Prestasi terbaiknya akan dicatat di bumi (mungkin di buku Museum, atau di lembaran negara) dan di sorga. Sebagai contoh: bahwa seorang bernama Pdt. Mangaraja Hesekiel Manullang (seorang pendeta HKI) telah turut berjuang di Republik ini (khususnya di Tapanuli) mempertahankan agar Tapanuli tidak dianeksasi VOC menjadi daerah perkebunan mereka, dan perjuangannya berhasil sehingga dengan ketentuan dari Ratu di negeri Belanda, Tapanuli tetap diperhitungkan di negara ini sebagai tanah adat dan tanah leluhur marga-marga Batak, dan itu dipetakan. Atas prestasi beliau, oleh pemerintah RI cq Departemen Sosial RI dia diperhitungkan sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan. Walaupun monumen untuk beliau tidak ada dan mungkin beliau sudah hampir dilupakan di negara ini, tetapi prestasi beliau pasti tidak akan lekang dan tanggal dari diri beliau. Tak ada orang yang bisa menghapus prestasi beliau. Dia telah melakukan suatu “yang terbaik” di negara ini, dan di kalangan Huria yang ada di tanah Tapanuli.

Sangat dibutuhkan di masa sekarang orang yang benar-benar dapat melakukan “yang terbaik”. Di era Nawacita yang dicanangkan oleh Jokowi, di bumi persada Nusantara NKRI, yang berpancasila, berempat-pilar, berdemokrasi, yang bermulti (majemuk) dalam segala hal, tapi berkesatuan tunggal ika, dan yang sedang giatnya merealisasikan pembangunan merata di seluruh bumi Indonesia, walaupun bermodalkan pinjaman dan kapital para investor, sangat dibutuhkan sangat banyak orang yang dapat beprestasi “yang terbaik”. Percayanya dari sudut agamanya terbaik. Budayanya dari budaya sukunya terbaik. Ilmunya dari ilmu spesialisasinya terbaik. Mentalitasnya dari ukuran mental bangsa Indonesia terbaik. Pertaniannya dengan hasil-hasilnya terbaik. Perkebunannya dengan keuntungannya dan pajaknya ke negara terbaik. Pertambangan dan hasilnya terbaik. Produk-jadinya dari pabrik-pabriknya terbaik. Masakan dari hasil kulinernya terbaik. Nasionalitasnya terbaik. Jualannya terbaik. Karyanya terbaik. Kelakuannya terbaik. Konsumsinya juga terbaik. Kerukunannya terbaik. Keluarganya  terbaik. Tukang-tukangannya juga terbaik. Tidak ada satupun dari prestasinya yang baik yang tidak tak terbaik. Semua-semuanya “yang terbaik”. Kalau 150juta angkatan kerja Indonesia yang di swasta maupun di pemerintahan selalu berusaha menjadi “yang terbaik” dan menghasilkan “yang terbaik”, di era Jokowi, pasti Bangsa Indonesia dapat segera melampaui kemajuan-kemajuan dan kebaikan-kebaikan yang diraih manusia di negara lain. Firman TUHAN mengajak semua bangsa Indonesia, khususnya Huria Kristen, terus menerus meraih dan menghasilkan “yang terbaik”, tanpa bersungut-sungut dan jauh dari kesombongan hati maupun kesombongan rohani. Hentikan “membisikkan” kekesalanmu kepada TUHAN, tetapi teruslah dengar-dengaran pada TUHAN dan beprestasi terbaik. Hentikan melakukan yang jelek apalagi yang terjelek, karena walaupun ada hasilnya, itu semua menjadi sia-sia bagi kemanusiaan dan sorga. (Catatan: Narkoba benda jelek, menggoda orang melakukan yang jelek, dan akibatnya terjadi yang terjelek, walaupun  hasilnya triliunan rupiah, tetapi akhirnya itu pasti menjadi kesiasiaan. Penghasilan toke narkoba di negara yang membebaskan memproduksi dan mengkonsumsi narkoba, ternyata juga jatuh kepada kesiasiaan. Karena narkoba itu sendiri yang memakan mereka). Tuhan Yesus Kristus mengajak semua orang, terutama Huria Kristen, dengan menyerukan: “Jadilah yang terbaik!” “Milikilah yang terbaik!” “Hasilkanlah yang Terbaik!”  Bila demikian, yang terbaik akan berkelanjutan. Dan seluruh umat manusia tanpa kecuali akan penuh kebahagiaan. Amen.

Pematangsiantar, 20 Juni 2016. Pdt. Langsung Maruli Basa Sitorus (Pdt. LaMBaS).