MINGGU XII SETELAH TRINITAS, TGL. 14 AGUSTUS 2016, EVANGELIUM: LUKAS 12:49-56

08.28.00 0 Comments A+ a-

LUKAS
12:49  "Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala!
12:50  Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung!
12:51  Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan.
12:52  Karena mulai dari sekarang akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga.
12:53  Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya."
12:54  Yesus berkata pula kepada orang banyak: "Apabila kamu melihat awan naik di sebelah barat, segera kamu berkata: Akan datang hujan, dan hal itu memang terjadi.
12:55  Dan apabila kamu melihat angin selatan bertiup, kamu berkata: Hari akan panas terik, dan hal itu memang terjadi.
12:56  Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini?

YESUS DATANG MELEMPARKAN API KE BUMI
DAN API ITU TELAH DAN HARUS TERUS MENYALA

1.      “Bukankah Firman-Ku seperti api?”, demikianlah firman TUHAN Jahowa, yang disampaikan  oleh nabi Yeremia kepada bangsa Yuda dan penduduk Yerusalem. Selain api sering dipakai sebagai alat penampakan pekerjaan TUHAN di hadapan manusia, api juga dipakai sebagai kiasan untuk Firman-Nya, untuk Roh Kudus. Abraham melihat perapian yang berasap beserta suluh yang berapi lewat di antara potongan-potongan daging yang dipersembahkan Abraham kepada Yahowa Allah (Kej. 17:17) sebagai pertanda bahwa persembahan Abraham diterima oleh Yahowa. Api belerang turun dari langit memusnahkan semua penduduk Sodom dan Gomora. Api menyala di gunung Sinai tetapi tidak membakar semak di dekatnya, menjadi alat Yahowa Allah menunjukkan kehadiran-Nya memanggil Musa agar mendekat. Tiang api menyalanyala di malam hari di padang gurun untuk menerangi perjalanan umat Israel menuju tanah Kanaan (tanah perjanjian). Yahowa meminta umat-Nya mempersembahkan kurban api-apian. Api turun dari langit untuk menghabisi kurban yang dipersembahkan Elia di gunung Karmel. Elia dibawa oleh kereta kuda berapi ke langit. Api menyala di atas kepala para pengikut Jesus sewaktu perayaan hari Pentakosta di Yerusalem sebagai tanda bahwa mereka dihinggapi oleh Roh Kudus. Pada hari penghakiman terakhir, api yang membakar habis para manusia yang terhukum di neraka, dan api itu terkenal sebagai api neraka. Firman Yahowa Allah seperti api yang membakar dalam diri Yeremia, kalau ditahannya untuk tidak memberitahukannya kepada umat Yahowa Allah. Firman Yahowa menjadi seperti api di mulut umatnya yang berdosa, sehingga membakar habis umatnya itu seperti api yang membakar kayu (bd. Yer.5:14). Tetapi Yahowa menaruh firman-Nya yang seperti api itu di mulut para nabi-Nya (Yesaya dan Yeremia), tidak membakar para nabi tersebut (Yes.6; Yer.1). “Suara Yahowa menyemburkan nyala api”, kata pemazmur (29:7). Yahowa memurnikan umat-Nya ibarat tukang perak memurnikan peraknya dengan membakarnya dalam api (Mazmur  66:10: “Sebab Engkau telah menguji kami, ya Allah, telah memurnikan kami, seperti orang memurnikan perak.” Maleakhi  3:3: “Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak; dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN.” Zakharia  13:9: “Aku akan menaruh yang sepertiga itu dalam api dan akan memurnikan mereka seperti orang memurnikan perak. Aku akan menguji mereka, seperti orang menguji emas. Mereka akan memanggil nama-Ku, dan Aku akan menjawab mereka. Aku akan berkata: Mereka adalah umat-Ku, dan mereka akan menjawab: TUHAN adalah Allahku!" Gereja pernah mengembangkan teologi “purgatori” (api penyucian, api parpitapitaan), yang kurang alkitabiah.  Firman Yahowa, yang adalah seperti api, adalah alat pemurni umat-Nya di bumi, tetapi juga penghangus dosa. Firman itu telah dilemparkan ke bumi. Apa akibatnya? Di atas telah diberitahu beberapa. Sekarang, apa yang seharusnya terjadi? Bagaimana manusia menyikapinya?
2.      Di suatu kesempatan  di sungai Yordan, Yesus telah dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Dalam perikop ini, Yesus mengatakan bahwa Dia harus menerima baptisan, dan betapa susahnya hati-Nya, sebelum hal itu berlangsung. Pasti baptisan yang Dia katakan di sini bukan lagi baptisan-Nya yang sudah diberikan oleh Yohanes Pembaptis, tetapi suatu baptisan yang akan dilakukan Yahowa kepada Yesus. Waktu itu kata “baptisan” telah merupakan sebutan untuk tindakan  keagamaan/keimanan dalam rangka menyatakan “membuang dosa” dari diri manusia, dan juga sebagai materai pertobatan dan kelahiran baru. Kok Yesus menantikan hal seperti itu, walaupun Dia tidak berdosa, tak memerlukan pertobatan dan tak memerlukan kelahiran baru? Itu dilatar-belakangi pelaksanaan tugas-Nya memikul dosa umat manusia yang ditimpakan kepada-Nya. Dia menjadi dihajar habis-habisan, walaupun sebenarnya yang harus dihajar adalah umat manusia, sehingga Dia menunjukkan contoh pertobatan; dan Dia yang merupakan pemberi “kelahiran baru”, harus menunjukkan bagaimana itu sebenarnya manusia yang mengalami “kelahiran baru”. Hal-hal ini sungguh sangat menggelisahkan bahkan menyusahkanYesus Kristus. Dia gelisah dan susah karena beratnya jalan yang harus ditempuh itu. Tetapi Dia lebih gelisah atau lebih susah lagi, karena membayangkan betapa umat manusia sangat sulit memahami apa yang ditimpakan kepada diri-Nya tersebut, yang Dia sebut sebagai baptisan.  Dalam susah-nya, Dia tidak menghindari pemikulan tugas tersebut, tetapi susah-Nya bertambah kerena “baptisan”-Nya itu belum berlangsung.
Sewaktu hujan deras turun di Golgata segera setelah dada Yesus Kristus ditusuk dengan lembing oleh tentara, Yesus dibaptis, dimandikan dengan guyuran  air yang dikirim Bapa-Nya dari langit, lalu darah-Nya yang mengucur dari dada-Nya itu mengalir ke tanah dan membasahi bumi, lalu mengalir terus hingga ke kota Yerusalem. Darah yang punya kuasa itu, membersihkan dosa-dosa umat manusia, yang di bukit, di lembah, di luar kota dan di kota. Hanya orang-orang yang mempercayainya yang mendapat makna dari peristiwa pembaptisan Yesus di bukit Golgatha.  Yang tidak mau percaya, akan terus memperdebatkan peristiwa dan makna peristiwa itu, bahkan mereka berselisih, berperang, saling mengasah pedang, gara-gara itu. Lalu terjadilah apa yang dikatakan Yesus (Mrk.10:34).
Yesus pernah menegaskan bahwa Dia datang membawa damaisejahtera, tetapi damai-sejahtera yang diberikan-Nya bukan seperti damai yang diberikan oleh dunia ini. (Yohanes  14:27 Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu). Karena damai sorgawi itu tidak diterima oleh manusia, maka Yesus menegaskan, bahwa Dia datang bukan untuk membawa damai (yang dari dunia) di atas bumi, melainkan pertentangan (panirangon, separationem) bahkan pedang (Mrk.10:34).  Siapa menolak damai sejahtera sorgawi, akan jatuh kepada pertentangan dan pedang. Lihatlah apa yang terjadi di kalangan Korea Utara dan Korea Selatan sekarang ini. Karena mereka hanya mencari damai yang dari dunia, maka sampai sekarang mereka masih dalam situasi perang. Dalam sejarah geraja, sudah begitu banyak pedang membunuh manusia, oleh Kristen terhadap sesama Kristen, hanya karena berselisih dan tidak sepaham tentang “makna pengampunan dosa atau makna penghapusan dosa oleh darah Yesus Kristus yang  tercurah di salib Golgatha”. Walaupun suara dari salib Yesus itu terngiangngiang: “Ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat itu!, justru banyak Kristen seolah super-tahu tentang makna peristiwa salib itu, dan tidak mau mengampuni orang Kristen yang dianggap salah-tahu tentang salib dan darah Kristus itu. Sampai sekarang, masih ngeri perselisihan antara pengikut-pengikut agama yang berbeda pemahaman dan pengenalan tentang dan terhadap Yesus, orang Nazaret itu. Ada agama yang mengatakan, Yesus hanyalah putera Yahudi yang luarbiasa; agama yang lain mengatakan bahwa Yesus hanyalah manusia al-Masih; dan agama yang satu lagi mengatakan Yesus itu Juruselamat, Penebus dosa manusia, Anak Allah. Dan karena pemahaman yang berbeda ini, masih terjadi perselisihan atau pertentangan (Batak Toba: panirangon) yang tajam. Mengapa ya? Karena mereka semua tidak mau menerima damai sejahtera sorgawi yang ditawarkan oleh Yesus Kristus. Mereka hendak merebut damai duniawi bagi mereka, dan Yesus tidak mau memberikan itu. Manusia tidak perlu salah sangka dalam hal ini. Yesus tegas mengatakan: “Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan!” Yesus tidak membawa damai yang dari dunia ini (damai duniawi).
Damai duniawi adalah damai yang dihasilkan oleh kompromi-kompromi, sehingga di antara manusia yang mengikat damai seperti itu tidak mengalami hal “saling mengampuni” atau “saling menerima”, tetapi tetap memegang perselisihan, dan bahkan karena perselisihan itu bisa saja tiba-tiba meletus menjadi saling angkat pedang terhadap satu sama lain. Tuhan Yesus Kristus tidak menginginkan hal sedemikian dialami oleh manusia penghuni bumi, tetapi menginginkan agar damai sejahtera sejati, yakni damai sejahtera sorgawi, di mana semua perselisihan diselesaikan dengan “saling mengampuni”, “saling menerima” (walau kepentingan dan  pemahaman berbeda, bahkan bertolak belakang)  dapat dinikmati oleh umat manusia seluruh bumi.
3.      Yesus mengatakan bahwa pertentangan ( Yunani: diamerismon; Ibrani: maḥaloqet; Latin: separationem) itu sudah ada mulai dari “sekarang”, bukan nanti setelah dia naik ke sorga. Di kalangan murid-murid-Nya sendiri, sebelum Yesus menerima salib itu, sudah ada pertentangan tersebut. Yudas Iskariot, karena pemahamannya yang sangat berbeda dengan murid yang sebelas lagi, sudah berniat “manjehehon” (menghianati) atau menjual Yesus kepada kelompok anti-Yesus seharga 30 keping perak. Dia memisahkan diri dari murid yang sebelas lagi. Pertentangan itu terjadi, bukan karena Yesus salah mengajar atau memberikan ajaran yang salah, tetapi justru karena para murid itu sendiri tidak tunduk kepada Yesus dan tidak “menerima” ajaran Yesus dan makna pekerjaan Yesus bulat-bulat. Mereka tidak saling mengakui tentang keterbatasan mereka memahami ajaran dan makna pekerjaan atau makna pengalaman hidup Yesus Kristus. Mereka tidak memaknai kerinduan Yesus, yang mengatakan “supaya mereka menjadi satu”. Sekali mereka temukan hal-hal itu (yaitu: keterbatasan pemahaman mereka dan penerimaan bulat-bulat ajaran, dan makna pekerjaan / pengalaman Yesus; dan sungguh-sungguh mau merealisasi kerinduan Yesus tersebut ), maka pertentangan (separatisme) itu pasti tidak akan ada; dan yang ada di kalangan mereka adalah damai sejahtera sorgawi yang ditinggalkan Yesus bagi mereka.
4.      Yesus mengatakan bahwa pertentangan itu juga melanda para penghuni rumah menjadi tiga lawan dua, dua lawan tiga. Bahkan ayah versus puteranya; putera versus ayahnya; ibu versus putrinya; putri versus ibunya; ibu mertua  versus mantunya  perempuan; mantu perempuan versus mertuanya perempuan. Bisa saja ayah dan ibu (2 orang) kontra-versi (bukan hanya kontro-versi) terhadap putera, puteri dan mantu perempuan (3 orang); yang berarti generasi tua kontra-versi dengan generasi muda. Kalau sempat kontra-versi itu diputus dengan pedang, maka separasi itu menjadi pahit, tidak menjadi manis dan tidak indah. [Dikalangan orang Batak Toba, ada “separasi” (panirangon) yang manis dan indah, yakni “panjaeon”, yakni pekerjaan membuat generasi muda menjadi orang yang mandiri tanpa dilatarbelakangi perselisihan dengan orang tua mereka, tetapi oleh keinginan mengalami damai sejahtera sorgawi]. Bila generasi tua dan generasi muda tidak mau mempertemukan pemahaman, pengenalan dan kepengikutan mereka terhadap Yesus, maka gap yang sangat mengerikan antara generasi tua dan generasi muda itu akan timbul dan mendingan kalau mereka tidak saling melenyapkan. Jadi perlu jelas diketahui setiap orang, bahwa Yesus tidak membawa damai duniawi, tetapi pertentangan, pemisahan, separasi, panirangon; kalau kelompok-kelompok manusia selalu bercokol dalam keterbatasan pemahaman, pengenalan dan warna ketundukan mereka masing-masing terhadap Yesus. Masing-masing kelompok manusia, termasuk masing-masing Huria Kristen, masing-masing generasi (muda atau tua) harus hati-hati dan waspada, agar tidak jatuh kepada separasi (panirangon) yang pahit dan jelek. Perbedaan sudah dengan sendirinya ada dan sering menimbulkan separasi/panirangon yang pahit dengan sendirinya, dan yang muncul dengan sendirinya, tetapi separasi/pertentangan/ panirangon yang indah dan manis harus diperjuangkan dengan luar biasa.
5.      Untuk memperjuangkan adanya separasi/panirangon yang manis dan indah yang dilatarbelkangi oleh damai sejahtera sorgawi, setiap orang, setiap pengikut Yesus, setiap huria (denominasi), harus benar-benar mencamkan apa yang dikatakan Yesus dalam Lukas 12:54-57 itu: Yesus berkata pula kepada orang banyak: "Apabila kamu melihat awan naik di sebelah barat, segera kamu berkata: Akan datang hujan, dan hal itu memang terjadi. Dan apabila kamu melihat angin selatan bertiup, kamu berkata: Hari akan panas terik, dan hal itu memang terjadi. Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini? Dan mengapakah engkau juga tidak memutuskan sendiri apa yang benar? Ramalan cuaca dari dulu sampai sekarang selalu diusahakan akurat dan tepat. Tanpa peralatan canggih seperti yang ada di zaman sekarang, dan hanya dengan merasakan arah dan dari mana datangnya angin dan pergerakan embun di tanah Israel, orang dapat meramalkan dengan tepat apakah akan datang hujan atau apakah hari panas terik dan tidak datang hujan (musim kering). Kalau angin bertiup dari barat (dari atas Laut Tengah) menuju daratan tanah Israel, maka uap air dari laut Tengah akan dibawa naik ke atas dan menjadi embun. Dan kalau embun itu sudah tampak dilihat dari daratan Israel (seperti dilihat oleh Elia waktu itu), orang dapat mengatakan bahwa hujan akan segera datang. Kalau orang merasakan dan memperhatikan bahwa angin datang bertiup dari selatan, yakni dari padanggurun Sinai, atau dari padanggurun Arabia ke tanah Israel, pasti angin itu kering dan tidak mengandung air yang bisa menjadi embun, maka orang dapat memastikan bahwa tidak akan datang hujan, hari akan panas terik, dan musim kering akan terjadi selama demikian arah tiupan angin. Kalau orang menggugat kepastian cuaca sedemikian, dia dapat dihitung sebagai orang munafik, yang pura-pura tidak tahu, padahal dia pasti sudah tahu, bahwa hal-hal itu pasti terjadi. Adalah orang munafik, apabila seseorang pura-pura tidak tahu pada hal sudah tahu, bahwa di antara dirinya dengan orang dekatnya ada perbedaan-perbedaan pendapat dan pengenalan tentang Tuhan Yesus Kristus. Adalah orang munafik, apabila seseorang pura-pura tidak tahu padahal sudah tahu, bahwa zaman sewaktu Yesus bekerja di Israel adalah zaman penjajahan Romawi, zaman pergerakan kemerdekaan Yahudi, zaman perselisihan Yesus dengan Imam Besar, Farisi, Saduki, Ahli Taurat dan antek-antek mereka; atau zaman sedang terjadinya perdebatan-perdebatan di tengah-tengah keluarga tentang siapa Yesus dan apa artinya bagi orang lain. Yesus menghardik orang-orang seperti itu sebagai orang munafik. Manusia bisa sukses menilai rupa bumi dan langit, seperti memastikan cuaca yang akan terjadi. Tetapi Yesus ingin agar manusia tidak hanya sukses dalam hal itu, tetapi juga sukses dalam menilai zaman. Kesuksesan menilai zaman akan sangat menentukan bagi manusia untuk menentukan bagaimana bersikap, gaya hidup, berbudaya, berpolitik, bernegara, berbudaya, menggali ilmu, berlingkungan, berprogram, bekerja, dan membuat hal-hal lain yang dibutuhkannya. Kalau zaman itu zaman pancaroba, maka orang waspada untuk menjaga dirinya terkena dampak negatif kepancarobaan zaman tersebut. Kalau zaman itu sudah zaman teknologi supercanggih, maka orang waspada jangan sampai ketinggalan, dan terkena dampak negatif dari zaman supercanggih tersebut. Kalau zaman itu zaman ekonomi dunia sedang merosot, maka orang waspada dan berbuat agar  negaranya tidak kena dampak kemerosotan ekonomi dunia tersebut.  Kalau zaman sudah menjadi zaman pertentangan/separasi/ panirangon karena Yesus, maka para pengikut Yesus dan yang bukan pengikut Yesus  harus waspada agar pertentangan/separasi/panirangon itu tidak menjadi pahit dan jelek, melainkan manis dan indah, serta tidak merusak persatuan dan kesatuan serta keutuhan umat manusia serta seluruh ciptaan.  Jalan keluar terbaik dalam situasi perdebatan manusia karena Yesus: (1) tidak satupun manusia memadamkan api (yaitu Firman atau api Roh Kudus) yang sudah dilemparkan Yesus ke bumi. Api itu harus dipelihara agar terus menyala, dan nyalanya benar-benar bermanfaat bagi seluruh umat manusia dan seluruh ciptaan. Api yang menyala itu harus digunakan untuk menghanguskan segala dosa (kotoran-kotoran hidup manusia), seperti api yang membersihkan segala kotoran perak sehingga ada perak yang bersih dan murni. (2) Kemudian, kalau terjadi separasi/ pertentangan/panirangon pendapat, teologi, pengenalan, penyembahan, penghormatan  tentang/ terhadap atau karena Yesus, manusia-manusia yang berbeda dan yang berdebat itu harus menggunakan separasi/pertentangan/panirangon itu menjadi berkat bagi umat manusia dan bagi seluruh ciptaan. (3) Kalau sewaktu adanya pertentangan/ separasi/panirangon itu kedapatan ada “dosa” dalam arti yang seluas-luasnya, maka semua pihak yang terlibat dalam separasi itu harus bersedia untuk saling mengampuni, saling menghapus dosa, karena harus disadari, bahwa separasi itu terjadi karena keterbatasan masing-masing mengenal Yesus dan mengerti ajaran-ajaran Yesus. Hal-hal tersebut merupakan kesuksesan menilai zaman, dan kebenaran diri mengenal zaman itu tidak menjadi sumber malapetaka bagi umat manusia dan bagi seluruh ciptaan. Dengan demikian, dapatlah setiap orang memahami ucapan Yesus yang mengatakan: Dan mengapakah engkau juga tidak memutuskan sendiri apa yang benar? Yesus menginginkan, agar setiap orang melakukan sesuatu yang dianggapnya benar tentang dan terhadap Yesus, bukan karena diprovokasi oleh orang lain, termasuk tidak diprovokasi ajaran-ajaran para tokoh agamanya, melainkan karena keputusan diri sendiri yang penuh tanggungjawab. Amen.

Pematangsiantar, 1 Agustus 2016. Pdt.Langsung Maruli Basa Sitorus (Pdt.LaMBaS).