MINGGU XIV SETELAH TRINITAS TGL. 28 AGUSTUS 2016, EVANGELIUM: 1 YOH.3:18-24
1 YOHANES
3:18 Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan
dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam
kebenaran.
3:19 Demikianlah kita ketahui, bahwa kita berasal
dari kebenaran. Demikian pula kita boleh menenangkan hati kita di hadapan
Allah,
3:20 sebab jika kita dituduh olehnya, Allah
adalah lebih besar dari pada hati kita serta mengetahui segala sesuatu.
3:21 Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati
kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati
Allah,
3:22 dan apa saja yang kita minta, kita
memperolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan
berbuat apa yang berkenan kepada-Nya.
3:23 Dan inilah perintah-Nya itu: supaya kita
percaya akan nama Yesus Kristus, Anak-Nya, dan supaya kita saling mengasihi
sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita.
3:24 Barangsiapa menuruti segala perintah-Nya, ia
diam di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dan demikianlah kita ketahui, bahwa
Allah ada di dalam kita, yaitu Roh yang telah Ia karuniakan kepada kita.
MEMPUNYAI KEBERANIAN PERCAYA
1. Kata Yunani parresia
(digunakan 31 kali dalam PB) mempunyai arti yang luas. Dalam Terjemahan Baru
yang dikerjakan LAI, kata parresia
diterjemahkan sedikitnya dengan : “terus terang” (dengan terus terang;
terang-terangan; berterus terang; Mrk.8:32; Yoh.7:13; 10:24; 11:14; 16:25;
16:29; 18:20; Kis.2:29; 28:31; 2Kor.7:4), “di muka umum” (Yoh.7:4; 11:54;
tontonan umum, Kol.2:15), “leluasa” (dengan leluasa; bersaksi dengan leluasa:
Yoh.7:26; 1 Tim.3:13), “keberanian” (Kis.4:13.29.31; 2Kor.3:12; Ef.3:12; 6:19;
Ir.4:16; 10:9) , “kebebasan penuh” (Flm.1:8), “kepercayaan” (Ibr.3:6);
“Keberanian percaya” (1 Yoh.2:28; 3:21;
4:17; 5:14). Dalam kitab karya Yohanes kata itu digunakan 13 kali, dalam karya Lukas 5 kali (semua
dalam Kisah Para Rasul); dalam karya Paulus 8 kali; dalam Ibrani 4 kali; dalam
Markus hanya sekali. Dalam terjemahan Batak Toba, kata parresia diterjemahkan 21 kali dengan hiras ni roha, dan 7 kali dengan patar, dan tiga (3) kali dengan tullom.[1] Mempunyai
parresia berarti seseorang memiliki
suatu keyakinan yang kuat tentang suatu kebenaran (baik tentang suatu
peristiwa, atau suatu prinsip, sesuatu yang akan dinyatakan, atau sesuatu yang
mesti disaksikan atau diungkapkan) secara terbuka atau secara langsung, baik
dengan perbuatan atau dengan kata-kata di muka umum, dan dikehendaki menjadi
pendapat umum. Arti dasar dari dari parresia adalah “keberanian percaya”,
yang diikuti dengan “keberanian bersaksi” mengatakan kebenaran secara terbuka (patar)
atau secara langsung (tullom),
sehingga semua menjadi jelas. Apostel Yohanes, baik dalam kitab Injilnya,
maupun dalam suratnya 1 Yohanes mengajak pengikut Yesus supaya mempunyai
keberanian percaya, yang bermuara kepada perbuatan-perbuatan, mengikuti jejak
guru mereka, Yesus Kristus. Yang dipercayai adalah Yesus Kristus dan
karya-karya-Nya, dan yang dilakukan adalah saling mengasihi satu sama lain di
kalangan pengikut Yesus. Ajakan itu dari Yohanes: “Maka sekarang, anak-anakku,
tinggallah di dalam Kristus, supaya apabila Ia menyatakan diri-Nya, kita
beroleh keberanian percaya dan tidak usah malu terhadap Dia pada hari
kedatangan-Nya” (1 Yoh. 2:28). “Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati
kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati
Allah,” (1 Yoh.3:21). “Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita,
yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena
sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini” (1Yoh.4:17). “Dan inilah keberanian percaya kita
kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu
kepada-Nya menurut kehendak-Nya” (1 Yoh.5:14). Kalimat terakhir Yohanes dalam 1
Yohanes, sebagai tindak lanjut daripada keberanian percaya itu adalah: “Anak-anakku,
waspadalah terhadap segala berhala” (1 Yoh. 5:21). Seluruh isi Kitab Injil
Yohanes dan surat-surat Yohanes adalah merupakan ungkapan dari “keberanian
percaya” yang dimiliki Yohanes.
2.
Kalau membaca surat 1 Yohanes, harus lebih dulu
selesai membaca Kitab Injil Yohanes, agar dapat dipahami, apa yang dikatakan
oleh Yohanes “yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan
kami tentang Firman hidup – itulah yang kami tuliskan kepada kamu.” Yang
dituliskan oleh Yohanes itu adalah seluruh isi kitab Injil Yohanes. Di sanalah
Yohanes menjelaskan hidup (termasuk
tentang hidup kekal) yang telah
dinyatakan itu, yang telah dia lihat, dan tentang itu dia memberi kesaksian, dan dia
memberitakannya. Itu diberitakan kepada umat TUHAN agar mereka turut beroleh
persekutuan (dengan Yohanes dkk, dan selanjutnya dengan Bapa, Anak dan Roh
Kudus). Isi Surat 1 Yohanes tidak
menceritakan history/sejarah (atau sejarah
Yesus) atau sejarah keselamatan (the
history of salvation) sebab hal-hal itu sudah diberitakan dalam Kitab Injil
Yohanes. Tetapi surat 1Yohanes memaparkan “kandungan
iman” (kandungan kepercayaan) dari pada sejarah keselamatan atau sejarah
itu sendiri, yang berporos pada diri Tuhan Yesus Kristus. Beberapa dari
kandungan iman itu adalah uraian Yohanes dalam surat 1 Yohanes tentang: Allah
adalah terang; Kristus Pengantara kita; Perintah Yang baru; Anti – Kristus;
Anak-anak Allah; Pertanda Hidup Baru (yaitu kasih); dampak Kepatuhan kepada
Perintah Kristus; Roh Allah dan roh antikristus; Allah adalah kasih; Iman yang sanggup
mengalahkan dunia; kesaksian tentang Anak Allah; dan Pengetahuan akan Hidup
Yang kekal (Mengikuti LAI-TB dalam pemberian judul untuk setiap bahasan dalam
Surat 1 Yohanes). Kalau dalam Kitab Injil, kandungan-kandungan iman itu
diberitakan dipaparkan oleh Yesus sendiri. Dalam 1 Yohanes, Apostel
Yohanes sendiri “sekarang” yang berinisiatif untuk memaparkannya,
sebagai bukti bahwa dia mempunyai keberanian percaya, yang diikuti keberanian
berbuat serta keberanian mengajak umat manusia menyambut Yesus sebagai
Juruselamat.
3.
Siapa membaca kitab Injil Yohanes, di sana akan
dia temukan perintah Yesus kepada para pengikutnya: “Inilah perintah-Ku, yaitu
supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yoh.15:12, passim). Perilaku “saling mengasihi” mengundang
kebencian dari orang anti-Kristus,
bahkan sikap mereka terhadap pengikut Yesus bisa saja seperti Kain membunuh
adiknya. Tetapi walaupun demikian, pengikut Yesus harus terus saling mengasihi.
Sebab oleh karena kasih itu, pengikut Yesus telah berpindah dari maut ke dalam
hidup. Tidak saling mengasihi berarti membiarkan diri berada dalam maut.
Praktek kasih pengikut Yesus harus mengikuti praktek kasih yang dilakukan Yesus,
yakni memberi nyawanya untuk
saudara-saudaranya. Mengasihi bukan
dengan mengatakan berjuta kali: “Aku mengasihi engkau!”, tetapi tidak melakukan tindakan-tindakan kasih walau
sekecil apapun. Mengasihi adalah perbuatan, bukan teori. Mengasihi tidak boleh dengan kepura-puraan,
atau dengan kepalsuan, tetapi dengan kebenaran. Ukuran kebenaran adalah TUHAN
(Yesus Kristus) dan perbuatan-perbuatan-Nya. Kebenaran TUHAN (Yesus Kristus)
adalah “mengampuni dosa”, “melayankan keselamatan”, dan “menterapkan
perintah-perintah TUHAN”. “Mengasihi sesama” juga mengikuti kebenaran TUHAN
(Yesus Kristus) tersebut: (1) “menghilangkan segala penghambat agar kasih dapat
disampaikan” (mis. dosa, kebencian, sentimen, jurang-jurang pemisah, dll.), (2)
“melakukan tindakan-tindakan yan g
berisi “keselamatan” terhadap/bagi orang yang dikasihi”; (3) “menyampaikan dan
menegakkan perintah-perintah TUHAN (Yesus Kristus) dalam rangka memelihara
keberlanjutan kehidupan saling mengasihi”. Itulah kebenaran. Ada minus dari itu,
hal “mengasihi” itu akan/sudah jatuh kepada kepalsuan. Tiga langkah yang terpadu ini menandakan bahwa
yang melakukan kasih itu adalah orang yang mengetahui kebenaran dan berasal
dari kebenaran. Itulah yang disebutkan sebagai “anak-anak TUHAN” atau “anak-anak
Allah” (1 Yoh.2:28 – 3:10).
Hati manusia (termasuk hati pengikut Yesus) sering mendakwa diri manusia agar
tidak mengasihi sesama. Sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa, hati manusia
mendorong manusia untuk bersikap egois, individualis, eksklusif atau mengajak orang lain tidak mematuhi
perintah TUHAN. Hati seperti itulah yang diwariskan Hawa kepada
keturunan-keturunannya. Adanya sifat hati seperti itu membuat hati itu gusar
dan tidak tenang, apabila pemilik hati itu hendak mengasihi sesamanya. Hati menuduh
diri pemilik hati itu merugikan diri sendiri (dan paling parah apabila hati itu
menuduh pemilik hati itu melanggar
perintah agama), apabila pemilik hati itu mengasihi orang lain (sesamanya). Tuduhan
hati seperti inilah yang menguasai diri orang Lewi dan imam yang berlalu begitu
saja dari pinggir jalan dan meninggalkan orang yang tergeletak di jalan, yang
menjadi korban perampokan, dalam cerita “Orang Samaria Yang Baik Hati”. Hati
yang seperti itu juga yang menguasai rezim apartheid di Afrika Selatan sebelum
Nelson Mandela membebaskan negaranya dari rezim apartheid tersebut. Karena hati
sedemikian, orang berkulit putih menjadi tidak bisa mengasihi sepenuhnya orang
berkulit hitam. Hati yang seperti itu juga yang menguasai para pengikut agama
apartheidtis yang masih merajalela sampai sekarang. Mereka merasa bersalah,
apabila mereka melakukan tindakan-tindakan kasih terhadap orang yang bukan
pengikut agamanya. Hati seperti itulah yang menuntun pengikut Yesus berubah
dari orang yang bersikap inklusif menjadi orang yang semakin eksklusif. Hati
yang egois, individualis, eksklusif dan bersifat
berontak, mengajak diri pemilik hati yang demikian tidak mengasihi manusia yang
lain atau sama sekali tidak menjalankan kasih, melainkan ingin selalu membangun
kebencian. (Lain di birir, lain di hati).
Tetapi Yohanes mengatakan, bahwa apabila pengikut Yesus memiliki hati
seperti itu (yang egois, individualis, eksklusif dan bersifat berontak), dia dapat menenangkan
hatinya di hadapan TUHAN, dan menjawab/meyakinkan hatinya, bahwa TUHAN lebih
besar dari hatinya itu, dan tahu tentang isi hati tersebut; dan apabila hati
itu terus melanjutkan “kejahatannya”, hati itu pasti akan dihukum berat. Kalau hati yang menuduh/mendakwa itu menyadari bahwa
TUHAN Allah lebih besar dari hati yang mendakwa itu, dan TUHAN Allah mengetahui
semua rancangan-rancangan hati tersebut, hati itu pasti dapat dikalahkan, dan
ditundukkan ke pada TUHAN Allah yang lebih besar dari pada hati itu sendiri. Hati
yang tunduk kepada kebesaran TUHAN dan kemahatahuan TUHAN, akan menggantikan
sifatnya yang egois, individualis, eksklusif dan suka memberontak itu, dengan
sifat “kita-is”, sosialis, inklusif dan senang tunduk kepada aturan kasih
(Allah), lalu hati itu akan mendorong diri orang yang memiliki hati itu untuk
melakukan tindakan-tindakan kasih. Pada tahap ini, dalam diri orang yang punya
hati yang sudah bertobat itu muncul konsistensi yang hebat, yakni: Begitu di
hati demikian juga di bibir, dan demikian juga di tangan. Setelah
dorongan-dorongan itu terasakan muncul dari hati yang telah berubah itu, hati
itu, yang sudah bersedia tunduk kepada Yahowa, akan mempengaruhi sisi rohani
dari diri yang memiliki hati yang bertobat tersebut. Kemudian rohani orang
pemilik hati itu akan mempunyai keberanian percaya mendekati Yahowa Allah. Rohnya
akan berbicara kepada Yahowa Allah yang adalah ROH. Pada saat inilah orang itu
akan mengajukan permintaannya kepada Yahowa Allah, dan permintaan itu pasti
akan dikabulkan. Dia akan memperoleh apa yang dimintanya kepada TUHAN. Mengapa
pengabulan permintaan itu dapat dijamin? Karena yang diminta itu sesuai dengan
perintah TUHAN dan karena yang meminta itu melakukan apa yang berkenan kepada
Yahowa Allah. Hal itu terbandingkan dengan seorang anak yang meminta roti
kepada ayahnya, akan mendapat roti dari ayahnya tersebut. Karena keinginan
ayahnya, anaknya harus mendapat roti.
Yesus menegaskan hal pengabulan permintaan (doa) orang percaya (pengikut
Yesus) yang disampaikan kepada TUHAN Yahowa.[2] Yang
meminta kepada TUHAN harus tahu, apa yang memang tersedia pada TUHAN dan yang akan
diberikanNya kepada yang memintanya. Jangan minta kepada TUHAN hal-hal yang
bisa dihasilkan atau dapat diperoleh melalui prestasi manusia, tetapi mintalah
hal-hal yang tidak bisa dihasilkan manusia. Lakukan dan perolehlah hal-hal yang
patut menjadi prestasimu, dan biarkan TUHAN
bekerja untuk hal-hal yang di luar jangkauan prestasimu.
4.
Dua perintah TUHAN yang harus dipatuhi oleh
orang yang meminta kepada TUHAN Allah, diberitahu oleh Yohanes, yaitu: (1) supaya kita
percaya akan nama Yesus Kristus, Anak-Nya; dan (2) supaya kita saling mengasihi
sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita. Dua perintah yang
sekilas tampaknya tidak ada hubungannya dengan hal meminta. Tetapi kalau
perintah ini dipahami dan ditindak lanjuti, maka dua perintah ini sangat
berkaitan erat dengan hal pengabulan permintaan. Yesus mengajari para
pengikut-Nya agar meminta (berdoa) di dalam nama Yesus Kristus. Injil Yohanes
paling sering mencatat bahwa nama Yesus Kristus sebagai jaminan pengabulan
permintaan (doa) kepada TUHAN.[3] Begitu
saktikah nama Yesus Kristus itu? Banyak penganut agama lain yang tidak setuju
dengan klaim ini. Mereka mengatakan: Mengapa harus menggunakan perantara,
karena manusia bisa mengajukan permintaannya langsung kepada TUHAN. Tetapi
keberatan ini didasarkan kepada ketidak percayaan mereka kepada Yesus Kristus,
peranan, kuasa dan karya-karya Yesus. Mereka sebenarnya tahu, melalui
pengalaman hidup mereka, bahwa banyak sekali urusan-urusan di dunia ini selesai
dan terpenuhi melalui dan dengan peranan
perantara. Tetapi Yesus Kristus di hadapan TUHAN bukan hanya sekedar perantara,
tetapi sekaligus diri TUHAN itu sendiri, yang menunjukkan dirinya sebagai yang
lebih dekat kepada manusia dan sebagai alamat langsung dari pada permohonan
manusia. Di dunia ini, ada duta besar suatu negara di negara lain sebagai
perantara kepala negaranya terhadap negara tempat duta itu bekerja, sehingga
negara tempat duta besar itu bekerja dapat menyampaikan permintaan negara itu
kepada kepala negara pengutus duta besar tersebut. Tetapi duta besar seperti
itu tidak cukup sebagai alat pembanding untuk Yesus Kristus dan TUHAN, yang
kalau orang meminta dalam nama-Nya, maka permintaan itu pasti dikabulkan. Yesus
Kristus bukan sekedar “duta besar” yang datang dari sorga ke bumi, tetapi
adalah TUHAN sendiri yang datang di bumi. Meminta kepada Yesus Kristus akan
berarti meminta lebih langsung kepada Yahowa, karena DIA lah yang datang kepada
manusia itu. Milik Yahowa adalah milik Yesus Kristus, sehingga yang diminta
kepada TUHAN dalam nama Yesus Kristus pasti akan lebih terjawab, dibanding
kepada permintaan-permintaan yang disampaikan kepada TUHAN tanpa menyebut nama
Yesus Kristus.
Tetapi untuk apa permintaan-permintaan pengikut Yesus dikabulkan, kalau
apa yang diperoleh itu bukan untuk saling mengasihi berdasarkan perintah yang
diberikan Yesus Kristus? TUHAN menginginkan agar apapun yang dianugerahkan oleh
TUHAN kepada manusia harus digunakan untuk kemaslahatan umat manusia
keseluruhan. Kemaslahatan atau kesejahteraan yang benar di kalangan umat
manusia harus dijalankan dengan saling mengasihi di kalangan sesama manusia,
bukan kemaslahatan yang diraih dengan kekuatan senjata atau kekuatan fanatisme
yang menyingkirkan pihak-pihak tertentu dari kalangan mereka. Mengasihi sesama
juga tidak asal mengasihi begitu saja, dan tidak juga mengasihi seperti
diajarkan oleh agama-agama lain. Banyak agama yang mengajar manusia saling
mengasihi, tetapi itu tidak sama dengan mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan
Kristus kepada kita. Bedanya seperti dikatakan Yesus: “Tidak ada kasih yang
lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk
sahabat-sahabatnya” (Yoh.15:13). Kasih seperti itulah yang dijalankan oleh
pengikut Yesus dalam mengasihi sesamamereka. Kalau pengabulan doa dimaksudkan
untuk membina kehidupan egois, individualis, eksklusif dan untuk berontak,
bukan untuk saling mengasihi, maka permintaan manusia kepada TUHAN dalam nama
Yesus Kristus, sama sekali tidak akan dikabulkan.
5.
Barangsiapa
menuruti segala perintah-Nya, ia diam di dalam Allah dan Allah di dalam dia.
Dan demikianlah kita ketahui, bahwa Allah ada di dalam kita, yaitu Roh yang
telah Ia karuniakan kepada kita (1 Yoh.3:24). Apa yang dikatakan Yohanes
ini lebih mudah dipahami, dengan membandingkannya dengan bagaimana seseorang
berada di dalam suatu negara. Barangsiapa
yang memasuki suatu negara atau yang berada di suatu negara (sebentar
atau selama hidupnya), dia harus menuruti segala peraturan dan undang-undang
yang berlaku di negara itu. Itu tandanya dia berada dalam negara itu dan negara
itu berada di dalam dia. Bagaimana hal itu bisa diketahui? Tentu saja melalui
semangat yang tumbuh dalam diri orang tersebut.
Orang itu memiliki semangat perjuangan negara tempatnya berada. Kalau
dulu orang itu orang Arab, dan kemudian berada di Indonesia, lalu dia masih
tetap bersemangat Arab bukan bersemangat Indonesia, itu berarti bahwa dia belum
menuruti segala hukum, peraturan dan undang-undang yang berlaku di Indonesia;
dia belum berada di dalam Indonesia, walau tubuhnya sudah berada di Indonesia;
semangat Indonesia belum merasuk diri orang tersebut; Indonesia juga belum
berada dalam dirinya. Yahowa Allah melebihi dari suatu negara terhadap para
pengikut-Nya.
Hubungan pengikut Yahowa dan Yahowa tidak hanya sekedar hubungan individu dengan individu, tetapi
seperti hubungan seseorang dengan rumah tinggalnya. Dia di rumahnya pasti
mengikuti peraturan rumahnya tersebut, dan itu menunjukkan bahwa dia memiliki
rumah tersebut, dan selama dia di rumah itu atau di luar rumah tersebut dia
menjadi milik rumah tersebut, karena peraturan rumah itu dia patuhi di rumah
itu maupun di luar rumah tersebut. Dari rumah itu dia diberangkatkan untuk
pergi bekerja dalam semangat kehidupan yang dipelihara di rumah itu. Rumah itu
selalu dia rindukan, dan rumah itu merindukan kepulangannya ke rumah itu,
walaupun rumah itu tidak mengatakan kerinduannya dengan kata-kata. Pemilik
rumah itupun memiliki semangat untuk selalu memelihara rumah tempat tinggalnya
tersebut. Tetapi Yahowa juga melebihi keberadaan rumah itu bagi pemilik/penghuninya.
Dalam Alkitab, Yahowa sering dibandingkan dengan “gunung”, “benteng”,
“gembala”. Yahowa lebih dikenal sebagai Pencipta Langit dan Bumi serta segala
isinya. Yahowa memiliki ROH, sebagai diri-Nya yang berkomunikasi dan
menghinggapi orang yang menjadi mitra bicara-Nya. Setiap keberadaan dan pembandingan
ini menunjukkan bahwa siapapun yang berada di sana atau menjadi bagiannya atau
berada dalam lingkup kekuasaannya, selalu berkaitan dengan peraturan atau
perintah yang harus dipatuhi. Siapa yang mematuhi perintah-perintah dan aturan
dalam setiap keberadaan Yahowa itu, dia mendapat “khasiat” kehadiran TUHAN dan kebersamaannya dengan TUHAN.
Dari penjelasan yang diberikan di atas dapat dipahami kebenaran yang
dikatakan Yohanes: barangsiapa menuruti segala perintah TUHAN, ia diam di dalam
TUHAN dan TUHAN di dalam dia. Berapa banyakkah “segala perintah” TUHAN?
Perintah itu sebanyak yang tertulis dalam Kitab Suci (Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru). Di zaman Yesus, perintah-perintah itu masih ditambah lagi dengan
peraturan-peraturan agama yang dibuat oleh guru-guru agama dan para imam (Ahli
Taurat, Imam Kepala, Saduki, Farisi). Demikian juga di zaman gereja-geraja,
peraturan-peraturan itu ditambah lagi dengan peraturan-peraturan gereja yang
dibuat oleh setiap denominasi gereja. Mungkinkah atau mampukah setiap manusia
menuruti segala perintah TUHAN itu? Ada yang berusaha mematuhi semua peraturan
itu, tetapi banyak yang tidak mampu menjalankannya. Jadi siapakah yang akan
selamat? Banyaknya beban-beban peraturan agama yang dipikulkan kepada manusia,
membuat agama bukan lagi sumber sukacita bagi para pengikutnya, melainkan
sumber keluh kesah yang berkepanjangan. Demi pemenuhan tuntutan agama, hidup
beragama menjadi persaingan yang sangat sengit di kalangan umat manusia. Akibatnya
kepatuhan kepada peraturan-peraturan agama bisa saja meninabobokkan manusia
membangun kemanusiaan, sehingga sampai ada yang menuduh agama sebagai “madat”
bagi penganutnya; dan juga menjadi pemicu ketidak damaian di kalangan umat
manusia, sehingga sampai ada yang jijik kepada agama karena dianggap sebagai
penyebab dan pemicu perang dan pembunuhan-pembunuhan yang di-“halal”-kan. Beruntung
sekali umat manusia, karena Yahowa mengutus Anak-Nya Yang Tunggal datang ke
dunia (yaitu Yesus Kristus), untuk memangkas peraturan-peraturan dan
hukum-hukum keagamaan dan hukum-hukum gereja, tanpa mengurangi senoktahpun
hukum-hukum Musa dan segala penjabarannya.
Dalam Yesus Kristus, peraturan keagamaan sudah menjadi sangat ringan dan
sangat menyenangkan bagi pengikut-pengikutnya. Mereka tidak lagi dijejali
dengan ritus-ritus dan persembahan-persembahan, serta tembok-tembok pemisah
manusia dengan manusia lainnya, sebagaimana lazim dalam agama-agama sebelum
Yesus datang ke dunia. Hukum itu diringkas seringkas-ringkasnya dengan dua
perintah yang saling berkaitan: (1) Kasihilah TUHAN Yahowa (Yesus Kristus);
kasihilah sesamamu; dan kasihilah musuhmu. Dan (2) Lakukan kepada orang lain
apa yang ingin orang lain itu lakukan kepadamu. Ekspresi penurutan terhadap
perintah-perintah ini tidak lagi diatur-atur oleh TUHAN, tetapi diatur oleh
masing-masing (secara individu, secara kelompok) tanpa kembali kepada
pengaturan yang dilakukan agama-agama sebelum Yesus mereformasinya. Ekspresi
kepatuhan itu tidak diperhitungkan sebagai ukuran-ukuran utama kepatuhan,
melainkan pelengkap untuk kepatuhan. Yang penting dalam setiap ekspresi itu
terkandung hal-hal yang menyatakan bahwa dia (mereka) yang mematuhi perintah
TUHAN itu ada di dalam TUHAN dan TUHAN
ada dalam dia (mereka). Dari itu dapat dipahami, mengapa kelompok-kelompok
pengikut Kristus tidak cekcok mempersoalkan ekspresi-ekspresi kepatuhan dan
penurutan terhadap perintah Yesus Kristus tersebut; dan tidak ada usaha-usaha
untuk menyeragamkan ekspresi kepatuhan dan penurutan tersebut dalam hal ritus,
penyembahan, persembahan, pakaian dan makanan.
Sebagai pertanda bahwa TUHAN berada dalam mereka semua pengikut Yesus
Kristus itu tanpa kecuali, adalah kehadiran ROH TUHAN pada mereka
masing-masing. Bagaimana dapat diketahui bahwa ROH TUHAN ada di dalam mereka
semua, dan telah dikaruniakan kepada semua? Untuk itu Yesus memberi jawaban: “Sebab
tidak seorang pun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika
itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.”
(Mrk.9:39b-40). Tandanya Roh Kudus menghinggapi semua yang menuruti
perintah-perintah Yesus Kristus tampak dari kata dan ekpresi mereka yang memuji
Tuhan Yesus Kristus, dan bersaksi tentang karaya keselamatan yang telah dikerjakan
oleh TUHAN Yesus untuk seluruh umat manusia. Dalam setiap ekspresi itu tidak
ada satu kata atau satu gerak pun yang mengumpat Tuhan Yesus Kristus. Itu
pertanda bahwa ROH TUHAN yang satu itu yang mendiami mereka semua dan mereka
semua dalam ROH TUHAN tersebut.
6. Kasih dan perbuatan saling mengasihi sebagai
tanda mematuhi perintah-perintah Yesus Kristus, dapat diberikan
contoh-contohnya dan yang harus dikembangkan semakin maju di tengah-tengah kaum
pengikut Yesus Kristus dan masyarakat lingkungannya. Selain saling mengunjungi
(atau bersilahturahmi); saling memberi cendera mata, saling membantu dalam
memenuhi kebutuhan keluarga; saling kawin-mengawinkan putra-putri; pergi
beribadah bersama; banyak lagi perbuatan-perbuatan saling mengasihi, sehingga
seluruh masyarakat hidup dalam saling mengasihi. Misalnya: tidak korupsi;
jujur, disiplin, tepat waktu, konsisten, rukun, berwawasan luas, bersifat memajukan,
sudah merupakan langkah-langkah saling mengasihi di kalangan manusia. Selain
itu: melaksanakan adat dan tanggungjawab adat sebaik mungkin, juga pekerjaan
saling mengasihi. Tetapi juga “marsiadapari”,
gotong-royong, “marbinda”, berpaduan-suara,
berjemaah bersama, merupakan bentuk kerja saling mengasihi. Selain itu, dalam
bentuk kerja saling mengasihi yang sifatnya besar-besaran sebagai berikut:
menabung uang di dalam bank dalam negeri; membangun perusahaan-perusahaan
(kecil atau besar) yang memberi lapangan kerja bagi orang lain; membangun
credit union; membangun koperasi; membangun kibbutz; membangun rumah ibadah;
membangun rumah adat/wisma/jambur dengan sewa rendah; membangun rumah duka
dengan sewa rendah; menyediakan fasilitas-fasilitas umum (seperti ambulance;
mobil jenazah), dll. merupakan
bentuk-bentuk pekerjaan saling mengasihi di kalangan pengikut TUHAN dan
mengasihi umat di sekitarnya. Selamat saling mengasihi. TUHAN memberkati. Amin.
Pematangsiantar 8 Agustus 2016. Pdt. Langsung Marui Basa Sitorus
(Pdt. LaMBaS).
[1] Paressia berarti patar (Mrk. 8:32; Yoh.7:4.13; Yoh.
11:54; Yoh.16:25; Yoh.16:29; Yoh. 18:20); tullom
(Yoh. 7:26; Yoh. 10:24; Yoh. 11:14); hiras
ni roha (Kis.2:29 ; Kis. 4:13 ; Kis.
4:29 ; Kis. 4:31 ; Kis. 28:31 ; 2 Kor. 3:12 ; 2 Kor. 7:4 ; Ef. 3:12 ; Ef. 6:19
; Flp. 1:20 ; Kol. 2:15 ; 1 Tim. 3:13;
Flm. 1:8; Ibr. 3:6; Ibr. 4:16;
Ibr. 10:19; Ibr. 10:35; 1 Yoh. 2:28; 1 Yoh. 3:21; 1 Yoh. 4:17; 1 Yoh. 5:14)
[2] "Mintalah, maka akan
diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan
dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang
yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.
Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta
roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu
memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga!
Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."
(Mt.7:7-11 baca juga perikop sejajarnya: Luk.11:9-13).
[3] “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya
kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan
pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada
Bapa; dan apa juga yang kamu minta dalam
nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam
nama-Ku, Aku akan melakukannya." (Yoh.14:12-14). “Bukan kamu yang memilih
Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya
kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu
minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu” (Yoh.15:16). “Dan pada
hari itu kamu tidak akan menanyakan apa-apa kepada-Ku. Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan-Nya
kepadamu dalam nama-Ku. Sampai sekarang kamu belum meminta sesuatu pun dalam
nama-Ku. Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu”
(Yoh.16:23-24). Dan satu kali dalam Matius: “Dan lagi Aku berkata kepadamu:
Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga,
permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul
dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Mat.18:19-20).