MINGGU XIX SETELAH TRINITAS TGL. 2 OKTOBER 2016 EVANGELIUM : HABAKUK 1: 1- 4 + 2:1-4

00.46.00 0 Comments A+ a-

HABAKUK

1:1 Ucapan ilahi dalam penglihatan nabi Habakuk.
1:2 Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: "Penindasan!" tetapi tidak Kautolong?
1:3 Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi.
1:4 Itulah sebabnya hukum kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul keadilan, sebab orang fasik mengepung orang benar; itulah sebabnya keadilan muncul terbalik.

2:1 Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku mau meninjau dan menantikan apa yang akan difirmankan-Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab-Nya atas pengaduanku.
2:2 Lalu TUHAN menjawab aku, demikian: "Tuliskanlah penglihatan itu dan ukirkanlah itu pada loh-loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya.
2:3 Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh.
2:4 Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya.

ORANG YANG BENAR  ITU AKAN HIDUP OLEH PERCAYANYA

1.      Berteriak  dan beriman/percaya adalah dua pekerjaan, yang dua-duanya bisa berurutan tetapi bisa juga berbeda satu dengan yang lainnya. Berteriak  berurutan dengan beriman kalau teriakan itu didasarkan pada iman/percaya, dan teriakan itu dialamatkan kepada satu Penolong yang diimani. Tetapi teriakan  menjadi berbeda, apabila teriakan  dialamatkan kepada Penguasa dunia, sedangkan iman dialamatkan kepada TUHAN, penguasa surga dan alam semesta. Teriakan yang dialamatkan kepada Penguasa dunia bisa saja berwujud demonstrasi rakyat atau petisi-petisi yang disampaikan kepada pemerintah/penguasa dunia. Sedangkan teriakan kepada TUHAN, penguasa surga dan alam semesta, bisa berwujud doa-doa dalam berbagai bentuk dan peribadahan di hadapan dan ditujukan kepada TUHAN.  Kalau teriakan  kepada penguasa dunia dan kepada penguasa surga & alam semesta dipisah atau dibuat tidak terpadu, maka manusia yang berteriak  itu merupakan manusia yang di satu sisi sangat sekuler, dan di sisi lain dia merupakan manusia yang sangat religous (saleh beragama), tetapi kesalehan agamis berbeda dengan kesalehan sekuler. Kalau dua-duanya dibuat terpadu, maka akan terjadi pencampuradukan religi (iman) dengan percaturan hidup duniawi. Kalau teriakan kepada penguasa dunia sama sekali tidak disangkut-pautkan dengan keinginan penguasa surgawi & alam semesta, maka akan terjadi perjuangan-perjuangan yang sangat sekuler, dan tindakan-tindakan itu dapat menjadi sangat duniawi atau sangat manusiawi, tetapi tak ada hubungannya dengan religi. Kalau teriakan  kepada TUHAN diterapkan akan terjadi dengan mengadakan revolusi religi/agamis di tengah-tengah dunia, maka bisa saja akan terjadi kebrutalan-kebrutalan yang dikatakan sesuai keingian TUHAN, atau bisa juga terjadi perubahan-perubahan cepat, tanpa menghargai Hak-Hak Azasi Manusia, melainkan hanya penterapan Hak-Hak TUHAN, yang memaksa manusia agar katanya hidup sesuai  dengan kehendak TUHAN. Yang terbaik adalah, teriakkan kepada TUHAN dan kepada penguasa dunia sama-sama penting dan meneriakkan perlunya kebaikan dan perbaikan terjadi di tengah umat manusia, dan perlunya menghapus segala bentuk kejahatan dari semua segi/liku kehidupan manusia (termasuk dari segi keagamaan); lalu wujudkankan teriakan itu dengan penuh kasih, kebenaran hukum (yakni adat, hukum agama, hukum nasional dan hukum internasional secara terpadu) dan keadilan di tengah-tengah umat manusia tanpa diskriminasi, dan penghapusan kejahatan itu dilakukan dengan penuh kerjasama semua pihak (penguasa dan rakyat, orang kaya dan miskin). Semua bergiat menghentikan kejahatan, dan mempercepat terwujudnya hal-hal yang terbaik dalam semua liku kehidupan umat manusia. Dalam hal seperti itu, semua umat manusia (rakyat) termasuk pemerintah, orang kaya dan orang miskin, menjadi manusia yang hidup duniawi  tetapi agamis/religious, untuk mewujudkan dunia yang duniawi sekaligus sorgawi.

2.      Habakuk menjadi seorang terpelajar di Yerusalem. Dia sekolah di Sekolah Rabbi atau Sekolah Nabi. Dia melihat pergumulan bangsa Yahudi, penduduk Kerajaan Yehuda, mempertahankan eksistensinya (keberadaannya) di tengah-tengah kancah perpolitikan dunia dan persaingan negara-negara adikuasa seperti Assyur yang dihabisi oleh Kerajaan Babilonia Baru di sebelah Utara negeri Yehuda dan penguasa Mesir di Selatan. Penguasa-pengusa di utara berdiri tegak dengan segala bentuk kekejamannya ke negeri-negeri kecil yang selalu mereka rambah. Di selatan Yehuda ada negara Mesir, yang dipimpin oleh Firaun-Firaun yang menegakkan kekuasaannnya dengan kekuatan militer yang kejam hingga ke tanah Palestina, Yehuda hingga ke Assyur, demi menjaga rute perjalanan perdagangan dari Timur Jauh, dan Utara, yang membawa barang-barang mereka (rempah-rempah, kemenyaan, bahkan opium) hingga ke Mesir. Negeri Yehuda menjadi daerah rebutan di kalangan negara-negara adikuasa itu. Habakuk merasakan banyaknya penindasan dan ketidak adilan terjadi di negerinya, Yehuda, karena pengaruh kekuasaan penjajah, terutama sesudah Babel di bawah pimpinan raja Nebudaknezar II  tampil sebagai penguasa adikuasa baru di utara, dan menghubarbahir kerajaan-kerajaan kecil yang ada di tetangga Yehuda di sebelah Utara. Penduduk mereka dibuang, dan diganti dengan penduduk dari negeri asing. Penguasa Yehuda di Yerusalem dipaksa membayar upeti yang sangat berat, sehingga penguasa Yehuda dibawah kepemimpiman   raja Yoyakim memaksa rakyat menanggung beban itu, lalu terjadilah berbagai ketidak-adilan oleh para orang kaya dan penguasa negeri sendiri kepada rakyatnya sendiri. Keagamaan Yoyakim juga menjadi goyah, lalu meragukan kekuatan TUHAN Yahowa melindungi negerinya, dan demi menghindari amukan tentara Nebukadnezar II, dia mencondongkan diri kepada kepercayaan Babel. Lalu rakyat yang setia kepada Yahowa melawan dia (seperti Yeremia dkk) dan terjadilah penindasan yang sangat kejam. Pengalaman Yeremia menjadi contoh kekejaman terhadap kaum terpelajar yang lahir dari sekolah Rabbi/sekolah Nabi. Yoyakim tidak tahan menderita tekanan Babel, lalu dia sedikit cenderung mendekati penguasa Mesir, dan tidak membayar upeti kepada Babel. Minat raja ini ditentang oleh pecinta agama Jahudi (Yahowa). Merekamingin, biarlah tunduk kepada Babel secara pemerintahan tetapi tetap setia kepada Yahowa. Penguasa Babel yang tahu pembangkangan Yoyakim, datang menyerbu Yerusalem tahun 598/597 sebK, dan menawan lalu membuang para cendekia dari Yersalem ke Babel. Raja pun ikut ditawan dan dibuang. Yeremia dan Habakuk tidak ikut ditangkap. Nabi-nabi ini bekerja terus di Yerusalem.  Lalu Habakuk menulis keluhannya kepada TUHAN dan doanya yang diabadikannya dalam kitabnya yang dibuat menjadi tiga pasal ini, dan yang kita kenal sebagai Kitab Habakuk. Penulisan itu diperkirakan terjadi antara tahun 596 – 587 seb.K. Surat ini mencoba menguatkan umat Yehuda yang tersisa, yang masih sangat kuatir bahwa penyerbuan kedua masih akan datang, kalau di Yerusalem masih terjadi perlawanan-perlawanan kepada Babel dan penindasan-penindasan kepada rakyat dan yang setia kepada Yahowa, serta ketidak-adilan oleh penguasa-penguasa di bawah pemerintahan raja Zedekia. Habakuk memastikan kepada umat Yehuda, bahwa orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya. Penyerbuan kedua ke Yerusalem oleh pasukan Nebukadnezar II terjadi tahun 587 seb.K. Nubuatan Habakuk menjadi setitik air bening penguatan bagi bangsa Yehuda yang dilanda kengerian itu, terutama bagi orang Yehuda yang pada gilirannya dibuang ke Babel, sebagai akibat kesalahan pengelolaan kepatuhan kepada penguasa dunia yang kejam dan kepatuhan kepada Yahowa, TUHAN penguasa surga dan alam semesta. Raja-raja Yehuda (Yoyakim, Yoyakin, Zedekia) tidak mendengar nasihat nabi Yahowa, yang mencoba mengajak raja mengandalkan iman kepada Yahowa dan sekali gus membangun kepatuhan yang benar kepada penguasa Babel yang sedang ganas-ganasnya mengacungkan pedangnya. Kepatuhan yang diminta oleh para nabi Yahowa waktu itu merupakan usaha menghindari penderitaan yang lebih berat yang akan diderita oleh raja dan rakyatnya, bukan “penggadaian iman” kepada penguasa lalim tersebut.

3.      Habakuk merasa sangat kasihan terhadap bangsa Yehuda yang dilanda berbagai penindasan. Dia tahu berteriak minta keadilan  kepada penguasa tidak ada gunanya lagi karena tidak akan didengar, sebab penguasa itu sendiri yang melakukan penindasan terhadap rakyatnya. Teriakan Habakuk kepada TUHAN juga tidak mendapat jawaban, karena penindasan yang terjadi merupakan hukuman yang dirancangkan TUHAN kepada bangsa-bangsa yang tidak lagi peduli menjalankan kebenaran firman-Nya. Memang sungguh ngeri bagi kemanusiaan apabila penindasan yang terjadi merupakan kombinasi antara tindakan kebrutalan manusia/penguasa dan kebrutalan  hukuman dari TUHAN. Penindasan yang sedemikian tidak ada yang dapat menghempangnya, sampai lenyap yang ditindas dan yang menindas. Dan memang kedua-duanya (yang menindas dan yang ditindas) akan sama-sama lenyap, dilenyapkan oleh oleh kekuatan yang merindukan keadilan dan kebenaran serta kasih kepada sesama manusia. (Babel dilenyapkan oleh Raja Koresy lama sesudah zaman Habakuk). Manusia yang rindu akan pertolongan harus sabar menunggu sampai penolong yang diharapkan datang. Perlu dicatat bahwa adanya korban-korban perebutan dan penegakan kemerdekaan, penegakan kebenaran dan keadilan, tindakan melenyapkan produsen dan pengedar narkotika, pelenyapan pelaku-pelaku korupsi, bukan merupakan penindasan. Penindasan adalah apabila orang-orang lemah, miskin tak berdaya dan orang-orang benar, yang tidak melakukan kejahatan, disiksa, diperas oleh orang-orang yang memandang dirinya punya mandat dari kekuasaannya, atau dari kekayaannya atau mandat dari TUHAN yang disalah-gunakannya. Penindasan seperti ini dapat dihentikan dengan berteriak kepada TUHAN dan melakukan penghentian penindasan dengan membuat semua unsur-unsur di negara, pemerintahan, rakyat dan lembaga-lembaga kompak bekerja menegakkan keadilan dan kebenaran.

4.      Sering TUHAN memperlihatkan kejahatan dan kelaliman; kekerasan, perbantahan dan pertikaian kepada hamba-hamba TUHAN. Bisa saja kejahatan yang dinampakkan itu merupakan kejahatan di dalam negeri maupun di luar negeri. Tujuannya adalah agar hamba-hamba TUHAN  dapat belajar untuk menyikapi kejahatan-kejahatan yang terjadi, lalu dapat memberi nasihat terbaik bagi umat TUHAN yang setia kepada Yahowa. Tujuan berikutnya adalah agar para hamba TUHAN tidak jatuh melakukan kejahatan-kejahatan yang diperlihatkan TUHAN kepada mereka. Keadaan yang paling menyusahkan dan menyedihkan adalah, apabila para hamba TUHAN menjadi pelaku kejahatan-kejahatan duniawi maupun kejahatan-kejahatan rohani. Apabila para hamba TUHAN menjadi pelaku kejahatan-kejahatan itu (yang duniawi dan yang rohani), maka umat TUHAN yang menjadi sangat menderita; mereka tidak memiliki teladan lagi dalam berbuat yang baik; mereka ibarat memiliki umbul mataair yang mengeluarkan air beracun, dan akhirnya mereka jatuh kepada ibarat buah makan simalakama: diikuti mati ibu, tidak diikuti mati bapak. Sudah pengalaman di dalam gereja-gereja, baik di tingkat jemaat, resort maupun tingkat pusat; sewaktu ada dari antara para rohaniwan/rohaniwati (sintua, guru jemaat, pendeta, praeses, sekretaris jenderal atau ephorus) menjadi pelaku kejahatan duniawi atau kejahatan rohani, sungguh gereja menjadi sangat menderita, pemberitaannya menjadi tumpul, umat menjadi buyar dan bahkan ada yang sampai murtad meninggalkan Kristus. (Kejahatan-kejahatan duniawi maupun kejahatan rohani itu dapat berupa korupsi, perjudian, perselingkuhan, perlakuan kriminal, mengkhotbahkan injil paslu, berbantah-bantah, bertikai; hosom, teal, elat, late (ho-t-e-l), tipu-daya, unkonsistensi, dusta-bohong, ketamakan, mata-hepeng (mth), suap, sogok, kejahatan politik, kejahatan ekonomi, dan lain-lain).

5.      Kalau kejahatan yang beraneka ragam itu sudah menguasai kehidupan masyarakat, dan  mental penguasa maupun mental masyarakat sudah mental jahat, bahkan kejahatan sudah dipandang sebagai kebaikan, maka tepat yang dikatakan Habakuk: hukum akan kehilangan kekuatannya dan keadilan tidak pernah muncul, dan keadilan muncul terbalik. Bayangkan misalnya, betapa terbaliknya keadilan dan betapa ngerinya akibatnya, kalau masyarakat sudah mengatakan dan melakukan prinsip-prinsip ini: “Berdagang narkoba itu memberikan kemakmuran kepada rakyat”; “Kalau tidak korupsi mana mungkin menjadi kaya raya”; “Kawin sejenis itu direstui Tuhan!”; atau “Membalas dendam itu adalah legal”; atau “Daerah ini daerah kami, selain seperti kami tidak boleh berdiam di sini”; “Kami penganut agama yang benar, yang lainnya adalah kafir”. Penterapan prinsip-prinsip yang disebutkan ini membuat hukum nasional dan hukum internasional, atau Hak-hak Azasi Manusia menjadi hilang dan tak punya kekuatan. Jadi benar yang dikatakan Habakuk, di masyarakat yang sudah memberlakukan prinsip seperti di atas, maka orang fasik akan mengepung orang benar.  Sebab yang menterapkan prinsip-prinsip tersebut sebenarnya terhitung sebagai orang fasik, baik ditinjau dari hukum kemasyarakatan, apalagi dipandang dari sudut hukum keagamaan yang benar. Kalau penguasa, orang kaya, para preman masyarakat dan preman agama sudah menjadi orang fasik, dan semua orang fasik ini mengepung orang benar, lalu menangkapi mereka dan menindas mereka, kepada siapa lagi para orang benar itu mengadu; Bagaimana lagi para orang benar bisa hidup? Orang benar, yaitu para pengikut Yesus yang setia, tak usah putus asa, ada senjata kemenangan bagi mereka semua, yakni iman (’emunah) mereka dalam dan kepada Yahowa (Yesus Kristus). Tetapi kapan kemenangan itu dapat diraih? Dalam perjalanan waktu di bumi sebelum memasuki kemenangan sorgawi.

6.      Setiap orang benar yang sekaligus berharap, akan pergi ke tempat yang dia percayai, bahwa di sana dia akan mendapat jawaban dari TUHAN yang dia percayai. Kerinduan seperti itu  yang mendorong orang pergi ke Rumah Doa atau ke Menara Doa, atau ke Bilik Doa di rumah ibadah. Walaupun Habakuk dipenuhi kekecewaaan bahwa TUHAN tidak memberi jawaban kepada teriakannya, dia tidak berputus asa. Dia pergi ke tempat khusus, yang dia sebut : tempat pengintaianku (mismarti). Di tempat itu Habakuk berdiri tegak di menara, aku mau meninjau dan menantikan apa yang akan difirmankan-Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab-Nya atas pengaduanku. Artinya, Habakuk pergi ke tempat di mana dia dapat mempergumulkan dan menganalisa apa yang menjadi jawaban dari TUHAN terhadap pergumulan bangsanya, termasuk pergumulan rohaninya. Bisa saja tempat ini berada di tempat tinggi, yang lebih tinggi dari sotoh Bait TUHAN di Yerusalem, lebih tinggi dari sotoh rumah tertinggi yang ada di Yerusalem, bahkan lebih tinggi dari puncak gedung Ziggurat, rumah ibadah kaum Babilonia kuno. Agar lebih jelas ketinggiannya, Habakuk masih mengatakan bahwa di puncak itu, masih ada menara yang di ujungnya dia bisa berdiri meninjau. Dimaksudkan bahwa dari tempat tinggi itu  Habakuk dapat melihat sekelilingnya dan melihat kepada TUHAN yang di sorga. Dia dapat dengan tenang menganalisa situasi kehidupan duniawi dan rohani bangsa-bangsa yang ada di dunia (terutama yang di Yerusalem), dan mencoba dengan segala betuk kontemplasi dan komunikasinya dengan TUHAN untuk menemukan apa yang akan difirmankan TUHAN dan apa yang menjadi jawaban TUHAN terhadap situasi yang sedang terjadi, yang diadukan Habakuk kepada TUHAN. Dalam hal ini, Habakuk tidak pergi bertapa untuk mencari Firman TUHAN. Tetapi mencoba menemukan TUHAN di tempat tinggi, yang terbuka ke langit dan terbuka ke bumi, lalu dia menjadi pusat komunikasi sorga dan bumi. Dalam berita Perjanjian Baru juga terdengar pengalaman seperti itu dalam pengalaman Apostel Petrus di Joppe, di mana Petrus pergi ke atas sotoh rumah untuk berdoa, menemukan apa arahan dari TUHAN. Dari langit terbuka, dia melihat turun di dalam tampi/kain lebar besar yang di atasnya ada berbagai hewan (yang menurut agama Yahudi ada yang haram dan ada yang haram), lalu Petrus disuruh menyembelihnya dan memakannya. Jawaban yang ditemukan Petrus waktu itu menggerakkan revolusi besar dalam menyikapi makanan: "Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram." (Kis. 10:15). Sejak itu, tugas lembaga agama dan lembaga negara adalah menyatakan bahwa bahan makanan yang hendak dikonsumsi manusia sehat atau tidak sehat, bukan lagi menyatakan haram atau halal. Habakuk memang mendapat jawaban dari TUHAN. Jawaban itu berupa nubuat hukuman terhadap orang sombong  dan lima ucapan celaka bagi para penindas sesamanya umat manusia (Hab.2:4-19). Jawaban TUHAN tentang masa depan orang benar, hanya ada satu: orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya. Kapan akan terjadi pelenyapan orang-orang sombong dan penindas itu, masih harus ditunggu dalam urutan pelaksanaan rencana kerja TUHAN, tidak dapat diketahui kapan itu akan terjadi, tetapi pasti akan terjadi. Yang penting bagi TUHAN adalah bahwa Habakuk harus menuliskan firman TUHAN  itu  di loh-loh batu, yakni tempat menulis yang tidak mudah lapuk, dan diharapkan bahwa loh batu dan tulisan yang ada di sana tidak bisa dihapus oleh bencana alam walaupun generasi sudah berganti. Generasi berikut harus dapat membaca tulisan di loh-loh batu itu, agar mereka mengetahui kehendak TUHAN. Dengan demikian, generasi baru akan memiliki arahan dan kepastian yang dapat memberi mereka semangat untuk maju, dan menghindari apa yang akan dicelakai oleh TUHAN.  Manusia yang benar dari kalangan umat TUHAN harus sabar menunggu tibanya hari penghakiman terhadap orang-orang sombong atau hari celaka bagi orang-orang jahat, pelaku penindasan terhadap sesamanya. Dalam masa tenggang waktu ini, orang-orang sombong, orang yang membusungkan dadanya akan semakin menyombongkan diri. Hati mereka semakin tidak lurus, tetapi bengkok-bengkok dan penuh kelicikan serta tipu daya untuk mengecoh orang-orang benar. Selama tenggang waktu ini orang benar harus terus-menerus sabar dan bergumul memperjuangkan hatinya yang lurus. Keadaan-keadaan seperti inilah yang sedang dihadapi oleh orang-orang beriman kepada Yesus Kristus di zaman sekarang. Walau umat pengikut Yesus yang setia mengharap tibanya hari Maranatha, hari penghakiman, toh mereka masih harus sabar menunggu, sampai TUHAN menyatakan tibanya hari itu. Tetapi yang pasti, dan ini harus diketahui orang benar dan oleh para penindas dan pelaku kejahatan, bahwa hari celaka bagi orang jahat itu pasti datang, dan hari kelegaan, hari sukacita dan hari keselamatan bagi orang benar pasti tiba. Hari penantian itu adalah hari perjuangan, dan segala jerih payah orang benar pasti tidak akan sia-sia, tetapi sungguh berdaya guna dan menjadi berkat yang luar biasa.

7.      Kepastian yang diberikan TUHAN kepada orang percaya adalah: orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya. Yang dimaksudkan bukan hanya hidup di sorga, melainkan juga di dunia ini, di mana penindasan dan kejahatan masih merajalela. Bagaimana caranya? Tuhan Yesus sudah memberikan contoh, sewaktu DIA mengumpamakan Kerajaan Allah (Sorga) itu ibarat biji sesawi (Mat.13:31-32//Luk.13:18-20), suatu biji yang sangat kecil, dan bisa saja karena diterbangkan oleh angin maka dia jatuh ke tanah dan tumbuh di sana sebagai tanaman yang sangat kecil, di celah-celah tanaman-tanaman lainnya yang bisa mencekiknya lalu mati. Tetapi tanaman sesawi itu berjuang untuk hidup dan berusaha sampai bisa lebih tinggi dari tanaman-tanaman di dekatnya. Lalu setelah dia dapat mengecap sinar matahari dengan bebas, dia memperkuat dirinya dan menjadi lebih besar dari tanaman sekitarnya. Benih-benih biji sesawi itu adalah orang-orang benar (ÅŸediqyim) yang hidup dalam emunah/iman atau kebenaran. Tuhan Yesus juga mengharapkan agar setiap pengikut-Nya sedikitnya memiliki iman sebesar biji sesawi, yang hidup dan memberikan kekuatan yang luar biasa kepada pemiliknya (dikatakan memindahkan gunung ke lembah). Ada juga tanaman di daerah tropis ini (namanya dalam bahasa Batak Toba andor lilit (tanaman yang bisa melilit tanaman lainnya), yang bisa hidup di tengah-tengah tanaman-tanaman yang sebenarnya sangat kejam terhadap tanaman lainnya. Andor Lilit itu punya biji yang sangat kecil dan bahkan tak terlihat dengan mata begitu saja. Kesukaannya adalah kalau bijinya terletak di tanah di mana tumbuh pohon besar dan kuat. Angin membantunya untuk hal tersebut. Lalu andor lilit itu tumbuh sebagai tanaman kecil (tidak sampai sebesar lidi). Andor lilit muda itu punya iman/percaya bahwa dia akan dapat menjangkau tinggi pohon yang ada di dekatnya. Lalu dia bekerja untuk itu. Kemudian dia melilit tanaman yang tumbuh di dekatnya, dan dengan batang pohon tumpangan itu andor lilit tersebut tumbuh sampai naik ke atas, hingga ke daun-daun pohon yang dililitnya. Lalu andor lilit itu bersama dengan pohon panjatannya dapat sama-sama hidup sejahtera menikmati berkat TUHAN yang ada di tanah dan yang diberikan sinar matahari. Beberapa andor lilit yang sudah mencapai puncak pohon-pohon bisa saja menutupi semua pohon-pohon yang dipanjatnya, tetapi biasanya andor lilit bisa hidup berdampingan dengan tanaman besar yang ada bersamanya.

Para orang benar (ÅŸediqyim) (yakni orang yang melakukan apa yang dikatakan TUHAN dalam Mat.7:12 dan Mat.22:39), pasti akan disenangi oleh orang lain, bahkan oleh musuh-musuhnya. Pengalaman Daniel dan kawan-kawannya di zaman Nebukadnezar II sudah membuktikan hal tersebut. Daniel punya iman bahwa TUHAN dapat menundukkan raja selalim apapun dan sekejam apapun. Kemudian Daniel mengandalkan imannya untuk bisa lepas dari segala ancaman maut, bahkan dari api pembakaran dan singa lapar tidak berani membuka mulut menggigitnya. Banyak kisah pengalaman orang benar dari kalangan pengikut Yesus, membuktikan kebenaran firman TUHAN, bahwa orang benar akan hidup oleh imannya (percayanya). Iman/percaya itu bukan hanya persoalan batin, tetapi persoalan motivasi, perencanaan, aksi-aksi dalam memperjuangkan hidup di dunia ini, dan kepastian dimilikinya hidup di sorga. Di sini masih berlaku definisi iman yang dirumuskan dalam Ibrani 11:1. Orang benar selalu memastikan hal-hal  yang akan diraihnya, lalu dia bekerja dengan segala macam keuletan, hikmat dan kecerdikan, dalam meraihnya. Makanya Apostel Yakobus menegaskan: bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna (Yak.2:22). Iman yang sempurna adalah iman yang merealita dalam hidup di dunia dan buahnya dinikmati di sorga. Kalau Tuhan Yesus mengatakan: “Imanmu menyelamatkan engkau!”, itu berarti imannya berisi bahwa dia akan menerima kesembuhan  atau pengampunan dosa atau keselamatan dari TUHAN Yesus, dan itu mendorong dia maju menemui Yesus, yang berarti bekerja demi perealisasian imannya itu, dan memang terbukti berhasil.  Berbahagialah yang hidup oleh karena iman/percayanya. Amen.

Pematangsiantar, 22 September 2016. Pdt. Langsung Maruli Basa Sitorus (Pdt. LaMBaS).